Polemik Rapat KPK di Hotel Bintang 5 Yogyakarta

30 Oktober 2021 8:53 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Raker KPK di Hotel Bintang 5 di Yogyakarta. Foto: KPK
zoom-in-whitePerbesar
Raker KPK di Hotel Bintang 5 di Yogyakarta. Foto: KPK
ADVERTISEMENT
KPK kembali menuai sorotan karena penyelenggaraan rapat kerja di hotel berbintang 5 di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada 27-29 Oktober. Banyak pihak yang mempertanyakan urgensi dan kepentingan KPK menggelar rapat di hotel berbintang lima di luar kota.
ADVERTISEMENT
Rapat di Hotel Sheraton Mustika selama tiga ini turut dihadiri para pimpinan KPK secara langsung, termasuk Firli Bahuri. Sempat diadakan kegiatan menarik, seperti berolahraga dan gowes bersama.
Sebagai lembaga antirasuah, KPK dinilai harus memperlihatkan kesederhanannya dalam bekerja. Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM merasa rapat kerja di hotel mewah tidak elok, meski penyelenggaraannya tak menyalahi aturan.
"Memang kalau dari sisi aturan barangkali ini tidak ada yang dilanggar, ya. Tetapi kalau dari sisi kepantasan, kelayakan, kewajaran mungkin ini bisa dipertanyakan kepada KPK," kata peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, saat dikonfirmasi, Kamis (28/10).
Ketua KPK Firli Bahuri bersepeda dari Polsek Ngemplak Sleman menuju Warung Kopi Klotok, Pakem, Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Zaenur mengatakan, selama ini KPK menyebarkan nilai-nilai antikorupsi, salah satunya adalah kesederhanaan. Kesederhanaan ini sekaligus memberi contoh kepada kementerian, lembaga, dan pemda.
ADVERTISEMENT
"Itu kemudian dipertanyakan bagaimana konsistensi antara apa yang dikampanyekan KPK, yaitu sikap hidup sederhana dengan tindakan mereka sendiri yang melakukan rapat kerja di luar kota selama berhari-hari di hotel yang mewah gitu," tuturnya.
Kritik penyelenggaraan rapat KPK di hotel berbintang 5 juga disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Kurnia Ramadhana praktik bekerja secara mewah dan pemborosan sudah terlihat sejak pimpinan KPK Jilid V menjabat.
"ICW tentu tidak lagi kaget mendengar kabar Pimpinan KPK beserta pejabat struktural lainnya mengadakan rapat di hotel mewah Yogyakarta," kata Kurnia saat dihubungi, Kamis (28/10).
Suasana Sheraton Mustika, hotel bintang 5 di Sleman jadi tempat raker KPK, Kamis (28/10). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Kurnia mengatakan, praktik pemborosan ini bukan hanya terlihat dari kebijakan kelembagaan, tetapi juga dari figur pimpinan KPK. Misalnya Firli Bahuri yang menunjukkan gaya hedonisme saat menggunakan helikopter mewah saat pulang ke kampung ke Sumatera Selatan. Firli pun dinilai melanggar kode etik oleh Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
"Sebab, praktik pemborosan anggaran seperti itu memang sudah terlihat sejak Firli Bahuri cs menjabat sebagai pimpinan KPK," sambung Kurnia.
Di level kebijakan, Kurnia menyinggung soal rencana pembelian mobil dinas mewah hingga kenaikan gaji pimpinan KPK.
Mantan pegawai KPK yang dipecat gara-gara TWK seperti Novel Baswedan pun turut berkomentar soal polemik rapat di hotel berbintang 5. Pasalnya, Novel disebut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, pernah menghadiri rapat seperti ini di hotel.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan menanggalkan identitas pekerjaannya saat hari terakhir bekerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Novel menegaskan KPK memang sudah sering menggelar raker di luar kota. Namun menurutnya, raker terdahulu tidak pernah di hotel bintang 5.
"Salah satu kelebihan Pimpinan KPK sekarang adalah suka berbohong. Sebelumnya raker KPK paling di hotel bintang 3, Puncak Bogor. Tidak pernah di hotel bintang 5," kata Novel dikutip dari akun Twitter pribadinya, Jumat (29/10).
ADVERTISEMENT
Ia pun mempertanyakan alasan pimpinan KPK yang berdalih rapat di Yogyakarta bagian dari pemulihan ekonomi nasional dalam sektor pariwisata.
"Perjalanan ke Yogya naik pesawat sekitar 100 orang, berapa biayanya? Kalau mau bantu gerakkan pariwisata, jangan pakai uang negara, apalagi bermewah-mewahan," kata Novel.

Penjelasan KPK soal Polemik Rapat di Hotel Bintang 5

Wakil Ketua KPK Nurul Ghuforon (kiri) dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) saat di Sheraton Hotel, Sleman, DIY, Kamis (28/10). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Di tengah kritik yang muncul, KPK menegaskan rapat tersebut digelar untuk menyatukan visi antara pimpinan dengan pejabat struktural.
"Jadi salah satunya adalah menyatukan antara pimpinan, pejabat struktural (KPK), mari bergerak ke depan apa yang akan kita lakukan, kita bangun kebersamaan ini," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata ditemui di Sheraton Mustika, Kamis (28/10).
Ia menyebut agenda utama dalam raker ini adalah Rapat Tinjauan Kinerja, pembahasan alih status pegawai menjadi ASN serta menyusun struktur baru. Namun menurutnya, penyatuan visa juga penting.
ADVERTISEMENT
Lantas kenapa rapat tidak dilakukan di kantor KPK di Jakarta saja? Menurut Marwata, ketika raker digelar di kantor, maka akan ditemukan hambatan.
"Satu, kita tidak bisa sepenuhnya menyatu karena apa, ada saja pekerjaan-pekerjaan itu yang kemudian mengganggu antara pejabat dan mungkin karena rumahnya dan sebagian besar tinggal di Jakarta. Sore kadang-kadang balik, itu yang kalau kita lakukan [raker] di kantor," ujarnya.
Hotel bintang 5 Sheraton Mustika di Kabupaten Sleman, DIY yang jadi tempat raker KPK. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Sementara dipilihnya DIY karena berkaitan dengan penyelamatan ekonomi nasional di sektor pariwisata. Dia memastikan raker ini sesuai koridor yang berlaku, termasuk anggaran yang digunakan sudah diperhitungkan dan disusun jauh-jauh hari.
"adi bukan untuk mengejar serapan anggaran menjelang akhir tahun seolah-olah ini dananya masih sisa ini, untuk apa, itu mengada-ada. Kalau itu jelas tidak tepat. Lebih baik kita gunakan untuk positif misalnya mendukung pencegahan atau pemberantasan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT

Firli Bahuri Pastikan KPK Tak Ada Niat Jalan-jalan

Pimpinan KPK bersepeda di Sleman. Foto: Arfiansyah Panji P/kumparan
Ketua KPK Firli Bahuri turut angkat suara terkait polemik KPK rapat di hotel bintang 5. Ia menegaskan kehadiran KPK di DIY bukan untuk jalan-jalan. Ia menyatakan agenda raker untuk mengevaluasi kinerja lembaga selama dua tahun terakhir.
"Di Yogya bukan jalan-jalan tapi ada kegiatan yang harus diselesaikan. Antara lain kita menyusun dan evaluasi bagaimana kinerja KPK dua tahun yang lalu 2019-2021. Setelah kita evaluasi kita juga berpikir bagaimana dua tahun ke depan," kata Firli ditemui di Warung Kopi Klotok, Pakem, Kabupaten Sleman, Jumat (29/10).
Ia juga mengeklaim transportasi yang digunakan yang paling murah. Namun yang terpenting saat ini, kata dia, adalah tujuan yang ingin dicapai dari rapat.
ADVERTISEMENT
"Jadi saya sampaikan ya, kita datang ke Yogya berbagai alternatif transportasi yang bisa dipakai. Tapi kita ambil yang paling murah. Ada kereta, tetapi kereta lebih mahal daripada pesawat," jelasnya.

Rapat KPK Disebut Sesuai Standar Biaya Minimum di Yogyakarta

Raker KPK di Hotel Bintang 5 di Yogyakarta. Foto: KPK
Sekjen KPK Cahya H Harefa menegaskan biaya rapat masih sesuai Standar Biaya Umum (SBU) di Yogyakarta.
"Pokoknya sesuai SBU. SBU di Yogya, kan, antara Rp 700 ribu sampai Rp 1 juta. Ya, kira-kira paket meeting-nya segitu. Paket meeting semua di Yogya segitu kita sudah ikuti," kata Cahya di Warung Kopi Klotok di Pakem, Kabupaten Sleman, Jumat (29/10).
Cahya tidak menjelaskan apakah biaya tersebut selama tiga hari atau per hari. Sementara keseluruhan peserta rapat di Yogyakarta adalah 55 orang.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari situs Traveloka, harga kamar termurah di Hotel Sheraton Mustika adalah Rp 1.041.641 per malam. Sementara untuk kamar dengan harga tertinggi 1.828.927 per malam.
Sementara, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, raker kali ini jauh lebih murah daripada periode sebelum-sebelumnya. Menurutnya, pada periode sebelumnya, setiap satuan kerja hingga direktorat sering menggelar raker sendiri-sendiri.
Suasana Sheraton Mustika, hotel bintang 5 di Sleman jadi tempat raker KPK, Kamis (28/10). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Disatukannya rapat dari seluruh biro hingga deputi di KPK ini yang diklaim Marwata membuat biaya menjadi lebih murah.
"Ya iyalah. Kalau dilihat secara keseluruhan dari biaya pasti lebih hemat," ujarnya.
Menurutnya, hotel bintang 5 maupun bintang 3 tengah terdampak pandemi. Sehingga anggaran rapat tidak akan melebihi dari yang sudah ditentukan.
"Demikian juga terhadap tarif hotel tersebut. Jadi tentu saja anggaran yang kita alokasikan dalam kegiatan seperti ini sudah ada dari awal kita susun. Tidak akan melebihi plafon yang sudah ditentukan, pasti itu saya pastikan," tegasnya.
ADVERTISEMENT