Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Polemik Rossa Kembalikan Honor Nyanyi dari DNA Pro, Ini Kata Ahli Hukum
25 April 2022 20:50 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Saat datang ke Bareskrim Polri pada Kamis (21/4), Rossa menegaskan kepada wartawan bahwa dirinya tak menjalin kerja sama apa pun dengan DNA Pro. Ia hanya mengaku pernah menerima tawaran pengisi acara DNA Pro.
"Jadi, saya memang menyanyi untuk sebuah acara. Waktu itu juga saya enggak tahu. Seperti biasa, kan, kalau penyanyi itu cuma tahu tanggal sekian nyanyi di mana. Sudah, gitu aja. Di Bali, gitu. Karena kegiatan saya juga banyak banget, jadi saya jarang tanya acaranya apa. Jadi, saya kurang paham waktu itu juga. Jadi, saya diminta untuk menyanyi sama manajemen saya karena sudah ada kontrak, ya, sudah, saya nyanyi," tutur Rossa.
Kendati hanya menjadi penyanyi di acara DNA Pro, Rossa juga turut mengembalikan uang honor yang diterimanya. Diketahui, Rossa telah menyerahkan kepada penyidik Bareskrim uang senilai Rp 172 juta dari DNA Pro.
ADVERTISEMENT
"R mengaku mendapat fee Rp 172 juta setelah dikurangi biaya produksi. Kemudian uang tersebut diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyitaan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol. Gatot Repli Handoko kepada wartawan, Sabtu (23/4).
Namun, penyitaan honor menyanyi Rossa itu kemudian pun dinilai janggal oleh pakar. Ahli hukum pidana UGM, Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan menilai bahwa Rossa dalam kasus ini hanya sebagai pemberi jasa.
Karena Rossa dianggap sebagai pihak ketiga, maka penerimaan uang itu tidak patut diduga sebagai hasil kejahatan.
“Posisi Rossa hanya pemberi jasa, maka tidak masuk sebagai pencucian uang pasif. Tidak sepatutnya bagi Rossa untuk menduga bahwa uang hasil kejahatan,” kata Fatahillah kepada wartawan, Senin (25/4).
ADVERTISEMENT
Terlebih, Rossa dinilai tak tahu-menahu sumber uang tersebut. Menurut Akbar, pengembalian kerugian tersebut mestinya dibebankan kepada tersangka, dalam hal ini pihak DNA Pro.
“Bagi penyanyi bagaimana cara mengetahuinya?” ujar Fatahillah.
“Jadi seharusnya dibebankan kepada tersangka pengembalian dana tersebut,” tambahnya.
Prosedur Penyitaan
Dalam paparannya, Fatahillah juga mempertanyakan soal prosedur yang dilakukan penyidik. Ia menyebut penyitaan mestinya melalui Kepala Pengadilan Negeri (KPN).
“Jika masuk dalam penyitaan, maka berdasarkan KUHAP harus ada izin KPN untuk dilihat apakah sudah sesuai prosedur dan apakah masuk sebagai dugaan barang bukti,” terang Fatahillah.
Selain itu, bila untuk keperluan barang bukti, lanjut Fatahillah, honor Rossa dinilai seharusnya tidak perlu dilakukan penyitaan. Surat bukti penerimaan pembayaran cukup untuk menjadi barang bukti.
ADVERTISEMENT
“Kuitansi pembayaran cukup untuk jadi barang bukti,” kata Fatahillah.
Pakar hukum pidana UGM itu tidak memungkiri bahwa honor tersebut bisa jadi masuk sebagai barang hasil kejahatan, namun ketika sudah digunakan maka menjadi beban dari pelaku untuk mengembalikan.
“Iya, kan, masuk sebagai pihak ketiga berkepentingan […] Kalau pembuktian dan pengembalian kepada korban, baiknya dibebankan pada tersangka saja dan keterangan saksi serta kuitansi cukup,” kata dia.
Dalam perkara ini, Fatahillah menganggap penyidik seharusnya tidak perlu melakukan penyitaan uang. Terlebih lagi yang disita adalah pihak ketiga yang tak mengetahui sumber dananya.
Kata dia, penyitaan barang bukti yang didahulukan mestinya yang krusial saja, seperti alat robot DNA Pro dan perangkat lainnya.
“Harusnya cukup melihat aliran dana dan menghitung kerugian dulu. Sebenarnya penyitaan barang-barang bukti krusial bisa di awal. Misal seperti alat robot DNA dan lain-lain,” kata Fatahillah menambahkan.
Dalam perkara DNA Pro ini, Bareskrim telah menetapkan 12 orang sebagai tersangka. Mereka adalah: Robby Setiadi (Cofounder Tim Rudutz), Yoshua (Founder Tim 007), Russel (Founder Tim Gen), Stefanus Richard (Cofounder Tim Octopus), Jerry Gunandar (Founder Tim Octopus), Frankie & Hans Andre Supit (Manajer Tim Central), Eliazar Daniel Piri alias Daniel Abe (Direktur DNA Pro), Fauzi alias Daniel Zii (Direktur DNA Pro), Ferawaty (Founder Tim Central), Rudy Kusuma (Founder Tim Rudutz), dan DV.
ADVERTISEMENT
Dari 12 tersangka itu, tiga di antaranya kabur ke luar negeri, yakni Daniel Abe, Daniel Zii, dan Ferawaty. Mereka menjadi buron.
Korban robot trading bodong ini pun terus bertambah. Tercatat, hingga Jumat 22 April, korban DNA Pro mencapai 3.894 orang yang tergabung dalam Paguyuban 007. Mereka mendatangi Polda Metro Jaya dan melaporkan petinggi DNA Pro.
Laporan tersebut terdaftar di SPKT Polda Metro Jaya dengan nomor STTLP/B/2086/IV/2022/SPKT Polda Metro Jaya tertanggal 22 April 2022.
Ada 3 orang petinggi DNA Pro yang menjadi terlapor. Mereka adalah Fauzi alias Daniel Zii, Eliazar Daniel Piri alias Daniel Abe dan jajaran manajemen PT Digital Net Aset (PT DNA Pro Akademi).
Ketiganya dilaporkan atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 3,4,5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU.
ADVERTISEMENT
"Member DNA Pro Akademi yang berjumlah 3894 orang dan tergabung dalam Paguyuban 007, pada hari Jumat 22 April 2022 malam, melaporkan Fauzi alias Daniel Zii, Eliazar Daniel Piri alias Daniel Abe," kata kuasa hukum korban, Yasmin Muntaz bekerja sama dengan kantor hukum Imran Muntaz and Co (IMCO).
Yasmin menyebut, kliennya mengalami kerugian total mencapai Rp 565 miliar. Menurutnya, ada 7.000 orang member yang jadi korban tergabung dalam paguyuban itu. Namun, tak semua melapor.
"Nilai kerugian dalam laporan ini mencapai 565 milyar rupiah. Pelaporan terhadap manajemen DNA Pro Akademi tersebut adalah yang terbesar sejauh ini, baik dari jumlah pelapor maupun dari total nilai klaim kerugian," ujar Yasmin.
Terakhir, Yasmin berharap pemerintah menjadikan kasus ini sebagai perhatian nasional. Sebab, menurutnya sudah banyak jatuh korban.
ADVERTISEMENT
Honor Rossa Bisa Kembali?
Bagi Fatahillah, salah satu peruntukan barang bukti berupa uang yang disita adalah untuk dikembalikan kepada korban. Namun, melihat kasus penipuan serupa, ia pesimistis hal tersebut terjadi.
“Seharusnya. Salah satu peruntukan barang bukti adalah dikembalikan kepada yang berhak,” kata dia.
“Namun, pada putusan First Travel malah dirampas negara. Korban harus mengawal jika ingin dikembalikan pada korban,” pungkasnya.