Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Polemik Rumah Terkurung Tembok Tetangga di Bandung
13 September 2018 6:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Bangunan bercat hijau di Kampung Sukagalih, Kelurahan Pasirjati, Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung, Jawa Barat dalam keadaan yang tidak biasa. Rumah satu lantai seluas 75 meter persegi itu seolah terpenjara tembok tetangganya.
ADVERTISEMENT
Tempat tinggal itu kini kosong. Pemiliknya Riko Purnama alias Eko sudah berupaya menjual rumah itu. Namun, karena akses menuju bangunan tinggal saja tidak ada, rumah itu tidak kunjung laku.
Karena kehilangan akses menuju rumahnya , Eko seolah terusir. Kini dia bersama keluarganya harus mengontrak.
Sebelum terkurung tembok tetangga, Eko sudah tinggal di rumah itu sejak 1999. Tanahnya malah sudah dimiliki keluarganya sejak 1982.
Masalah baru terjadi pada 2016. Lahan yang biasa menjadi jalur masuk ke rumahnya dibeli seseorang.
Mulai tahun tersebut akses menuju rumah Eko semakin tergerus. Dia mengaku sempat membicarakan masalah ini dengan pengurus RW, tapi tidak ada solusi.
Eko juga telah bernegosiasi dengan pemilik rumah yang membangun tepat di depan rumahnya, untuk membeli sebagian tanah pemilik rumah itu seluas 20 meter x 1,5 meter. Namun, pemilik rumah mematok harga terlampau tinggi.
ADVERTISEMENT
“Nawarinnya Rp 120 juta. Padahal saya beli tanah untuk jalan yang hanya bisa dilewati motor,” terang Eko, saat ditemui di rumahnya, Selasa (11/9).
Tak membuahkan solusi, Eko lalu mendatangi BPN Kota Bandung untuk mengadukan masalahnya. Awalnya, keluhan Eko didengar. Petugas BPN mendatangi rumahnya, turut meninjau dan mengukur tanah rumah Eko.
“Dari pengukuran BPN, rumah yang dibangun di lahan yang sebelumnya gang, merupakan fasos dan fasum. Jadi (memang) dilarang membangun rumah di situ,” papar Eko.
Belakangan, Eko merasa peninjauan dan turun tangan BPN tersebut tak berdampak apapun. Bahkan, setelah dia melaporkan hal ini ke Dinas Tata Ruang, tetap tak digubris. Eko malah merasa 'dilempar sana-sini'.
Saking frustrasinya, Eko mencoba cara lain dengan menyurati Presiden Joko Widodo. “Waktu Presiden ke Bandung, acara karnaval, saya lempar surat saat presiden lewat. Surat yang saya lempar kena pundak Jokowi. Saya langsung dikejar Paspampres,” kata Eko.
ADVERTISEMENT
Tak hanya Presiden, dia juga sempat menyampaikan permasalahan itu ke Oded M. Danial saat masih menjabat Wakil Wali Kota Bandung. Dia langsung menemui Oded ketika kunjungan di sekitar Ujung Berung.
“Saya juga sudah kirim surat keluhan saya ke Pak Oded. Minta dibantu. Tapi surat itu cuma dilihat, terus dikasihkan ke ajudannya. Ajudannya malah simpan surat itu di lantai,” imbuh dia.
Namun, salah satu tetangga Eko, Saldi (68), yang membangun rumah di atas lahan gang, mengaku keberatan apabila lahannya disebut sebagai fasilitas umum. Menurutnya, lahan yang tadinya gang itu merupakan tanah milik pribadi. Meskipun, dia mengaku tak mengantungi sertifikat tanah melainkan Akta Jual Beli (AJB).
“Itu sebenarnya tanah milik. Makanya saya menyalahkan kenapa disebut fasum dan fasos, juga BPN menerbitkan fasum kan itu tanah milik, surat ada. Kan tanah sudah dibangun, kenapa enggak dari dulu saya ngapling,” kata dia.
Terkait masalah ini Dinas Tata Ruang Kota Bandung berpendapat sebenarnya bisa dicegah, jika pemilik tanah mau mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Masalahnya, rumah Eko maupun milik tetangga yang memblokade jalan sama sekali belum pernah mengurus perizinan mendirikan bangunan. Hal itu menyebabkan tidak jelasnya mana fasilitas umum atau fasilitas sosial di kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Koordinator wilayah Dinas Tata Ruang Kota Bandung bagian Kecamatan Ujungberung Enay Darso mengatakan, apabila bangunan rumah di satu kawasan mengurus dan memilki IMB, pemerintah akan menentukan mana fasilitas umum dan fasilitias sosial. Menurutnya dalam peraturan pemerintah, setiap gedung atau rumah yang dibangun harus memperhatikan lingkungan sekitar.
“Kalau ada IMB permasalahan ini tidak akan terjadi,” ujar Enay saat ditemui selepas mediasi antara Eko dan tetangganya di Kantor Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Kamis (12/9).