Polemik Surat Sakit Online: Belum Ada Aturan hingga Berpotensi Pidana

25 Desember 2022 8:02 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi surat sakit. Foto: thodonal88/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi surat sakit. Foto: thodonal88/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ada yang menawarkan pembuatan surat sakit online dengan durasi waktu singkat, 15 menit langsung jadi. Penawaran tersebut terpampang dalam iklan yang memenuhi bagian dalam gerbong KRL Commuter Line.
ADVERTISEMENT
Dalam situsnya, mereka mengeklaim bisa menyediakan surat sakit tersebut. Tampilan awal situs menjamin bahwa surat sakit dokter bisa didapatkan hanya dalam waktu 15 menit. Surat dijamin asli dalam bentuk digital, data terjamin dan ada konsultasi medis online.
Namun belakangan, tawaran ini pun berujung polemik. Sejumlah pihak menyoroti dan mengkritisinya. Berujung dengan klarifikasi dari pihak perusahaan yang memberi penawaran.
Gaduh Surat Sakit Online
Beredarnya iklan tersebut ternyata juga membuat gaduh. Di linimasa Twitter, ramai cuitan terkait iklan pembuatan surat tersebut. Foto iklan yang ditawarkan oleh SuratSakit.com itu diunggah oleh Dokter Kurniawan Satria Denta di akun Twitternya @sdenta dan menjadi viral.
"Iklan di KRL pagi ini, full branding tawaran untuk dapet surat sakit secara online. Huehuehue. Berani bener dokter2 yg mau bermitra di sini," cuit dokter Denta.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut CEO PT Cepat Sehat Indonesia, induk perusahaan SuratSakit.com, Eka S. Oktalianto, warganet keliru menangkap iklan yang ditawarkan perusahaannya.
Ia menjelaskan, surat sakit 15 menit tersebut bukan berarti dibuat tanpa proses asesmen. Pengguna tetap harus menjelaskan gejala sakitnya melalui kuesioner yang diisi sendiri.
Setelah itu, pengguna bisa memilih waktu istirahat satu hingga tiga hari, sebelum akhirnya dinilai oleh dokter, apakah ia memang berhak menerima surat sakit atau tidak.
Berikut kumparan rangkum polemik seputar surat sakit online tersebut.
Lambang IDI. Foto: Instagram/@ikatandokterindonesia
IDI Imbau Hati-hati, Ada Potensi Pidana
Wakil Ketua Umum II Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Mahesa Paranadipa Maikel, mengingatkan para dokter untuk berhati-hati saat memberikan diagnosis atau surat sakit secara daring atau melalui telemedicine.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahesa, jika pasien tersebut memberikan keterangan yang tidak jujur, maka dokter yang mengeluarkan surat sakit atau diagnosisnya bisa ikut terseret masalah hukum.
"Ada pasal lain dalam KUHP terkait dengan surat keterangan palsu. Surat keterangan palsu itu diberikan kalau tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Jadi sebenarnya dia tidak perlu istirahat, tidak perlu surat sakit. Atau kalau dia sakit tapi diberi surat sehat. Enggak benar kan," ucap Mahesa kepada kumparan.
Menurut Mahesa, dalam KUHP maupun UU Praktik Kedokteran sudah tercantum jelas bahwa seorang dokter harus memberikan keterangan jujur dan sesuai standar.
Pasien yang memberikan informasi tidak jujur bisa terjerat pidana, namun dokter yang mengeluarkan surat sakit/surat sehat berdasarkan keterangan salah tersebut juga bisa terseret.
ADVERTISEMENT
Jika harus menangani pasien melalui telemedicine, Mahesa mengimbau para dokter untuk tidak langsung membuatkan surat sakit atau surat keterangan lainnya. Ada standar diagnosis yang harus dipastikan terlebih dahulu.
Ilustrasi surat dari dokter. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Indonesia Belum Punya Aturannya
Indonesia disebut belum memiliki aturan yang menguraikan permasalahan surat sakit online ini. Satu-satunya aturan yang terkait ialah tertuang dalam Permenkes No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pun dasar hukum itu bukan tentang layanan telemedicine dari dokter ke pasien, melainkan antar fasilitas kesehatan atau telekonsultasi.
Permenkes tidak menjelaskan prosedur untuk mengeluarkan surat keterangan sakit, surat keterangan sehat, hingga surat keterangan kematian. Bahkan pembuatan resep dokter elektronik tidak diatur dalam Permenkes.
"Memang pengaturan terkait dengan pelayanan pasien melalui media sistem informasi, dalam hal ini telemedicine, saat ini kan hanya berdasarkan peraturan menteri kesehatan yang mengatur telemedicine di era pandemi," jelas Mahesa Paranadipa Maikel.
ADVERTISEMENT
"Di dalam peraturan tersebut, memang masih banyak hal yang belum diatur. Seperti tentang resep elektronik, kemudian surat-surat keterangan elektronik itu belum diatur," lanjut dia.
Jadi kalau ada informasi soal surat sehat, surat sakit secara elektronik, itu belum diatur selama ini.
Ilustrasi surat sakit. Foto: jannoon028/Shutterstock
Profesionalisme Dokter Dipertanyakan
Tidak adanya standar untuk layanan medis online mengantarkan segudang permasalahan lainnya. IDI mengkhawatirkan profesionalisme dalam penegakkan diagnosis. Sebab, banyak jenis penyakit harus melalui pemeriksaan secara langsung.
"Terbatas sekali penyakit yang bisa ditegakkan melalui telemedicine kecuali ada lagi yang penyakit-penyakit yang kontrol. Jadi dia sudah berobat ke rumah sakit misalnya, terus selang tujuh hari dia kontrol. Kontrolnya itu cukup dengan telemedicine," papar Mahesa Paranadipa Maikel.
Keterbatasan ini turut mengekang pembuatan resep dokter melalui telemedicine. Terlebih, banyak dokter tidak pernah menerima edukasi untuk menegakkan diagnosis secara online.
ADVERTISEMENT
"Satu lagi yang harus diingat itu tidak semua dokter terlatih untuk menegakkan diagnosis melalui telemedicine. Waktu di fakultas kedokteran enggak diajarin itu," tegas Mahesa.
"Betul karena situasi khusus jadi dokternya harus dilatih, harus diajarin, beradaptasi jangan sampai dokternya salah," sambung dia.
Baik untuk keperluan resep dokter atau surat keterangan sakit, banyak konsultasi online hanya mengandalkan komunikasi melalui pesan teks. Walau pasien bisa mengungkapkan keluhan mereka melalui telepon pun, akurasinya masih dipertanyakan.
Akibatnya, keselamatan pasien dapat menjadi terancam.
"Jangan dia bilang demam. Gimana tuh tahunya pasien beneran demam coba? Emang handphone-nya ada termometer? Misalnya pakai termometer misalnya, benar enggak itu termometer ditempel ke dia. Gimana kalau ditempel ke orang lain?" tanya Mahesa.
ADVERTISEMENT
"Yang diajarin di fakultas kedokteran itu dokternya berhadapan langsung dengan pasien," imbuhnya.
Ilustrasi surat sakit. Foto: RollingCamera/Shutterstock
Klarifikasi, Manajemen Minta Maaf
Setelah ramai polemik soal surat sakit online, pihak manajemen akhirnya memberikan klarifikasi. Ini poin-poinnya:
1. Pertama-tama kami ingin meminta maaf kepada semua pihak atas "ketidaknyamanan" dan sedikit kegaduhan atas promo ini.
2. Kami selaku management PT Cepat Sehat Indonesia menjelaskan bahwa perusahaan kami adalah sebuah perusahaan yang terdaftar, resmi dan sah secara hukum. Adapun promo ini adalah sebuah strategi marketing dari suratsakit.com dan sehatcepat.com yang tentu saja pada kenyataannya yang harus melewati beberapa prosedur yang sesuai dengan tata cara yang telah dijalankan oleh para dokter di Indonesia, antara lain:
a. Pengguna atau pasien harus menjawab beberapa pertanyaan untuk mengetahui kondisi medisnya
ADVERTISEMENT
b. Pengguna harus menginformasikan nama lengkap, alamat, nomor handphone dan tanggal lahir
c. Pengguna harus mengupload kartu identitas (KTP atau SIM) agar bisa divalidasi oleh pihak legal.
d. Dokter akan menganalisis kondisi medis pasien setelah semua data diri tervalidasi
e. Dokter umum akan berhubungan langsung dengan pasien melalui layanan telemedisin untuk mengetahui kondisi medis pasien tersebut.
f. Apabila kondisi medis tidak layak untuk mendapatkan surat sakit maka, dokter umum berhak untuk menolak permintaan surat sakit dan begitupun sebaliknya.
g. Selain itu apabila dokter juga berhak menentukan jumlah hari istirahat pasien sesuai dengan kondisi medisnya.
h. Dokter umum akan menyarankan pasien untuk mengunjungi fasilitas Kesehatan terdekat apabila dibutuhkan perawatan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
i. Suratsakit.com dan sehatcepat.com tidak memberikan resep digital di dalam pelayanannya.
3. Kami juga memiliki beberapa dokter umum dan klinik pratama yang apabila diperlukan pasien dapat dilakukan perawatan lanjutan di tempat kami.
4. Maksud dan tujuan kami membuat aplikasi suratsakit.com dan sehatcepat.com untuk membantu melayani masyarakat yang memerlukan surat sakit untuk masyarakat yang kondisinya tidak memungkinkan untuk mengunjungi fasilitas Kesehatan secara langsung dikarenakan kondisi pasien sangat lemah, fasilitas Kesehatan berjarak cukup jauh dan kekhawatiran pasien akan tertular penyakit lain (Covid 19, Tuberkulosis dan lain sebagainya).
5. Kami siap dan bersedia untuk menjelaskan secara langsung ataupun mengubah mekanisme (pelayanan maupun promosi) apabila ada pihak-pihak yang merasa bahwa aplikasi kami memerlukan perubahan ataupun perbaikan.
ADVERTISEMENT