Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Polisi telah menangkap tiga pembina pramuka SMPN 1 Turi yang menyebabkan 10 siswi tewas akibat peristiwa susur sungai di Sungai Sempor, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Sleman. Mereka adalah Isfan Yoppy Andrian atau IYA (36) guru olahraga, Riyanto atau R (58) guru seni budaya, dan Danang Dewo Subroto atau DDS (58) berprofesi swasta.
ADVERTISEMENT
Meski telah menangkap mereka, kasus ini tidak sepenuhnya selesai. Terbaru, akun media sosial Twitter Persatuan PGRI @PBPGRI_OFFICIAL mengkritik penampilan tiga pembina pramuka yang rambutnya digunduli oleh kepolisian.
Mereka geram karena penggundulan rambut yang dilakukan kepolisian terkesan memberi gambaran jika tiga pembina pramuka itu merupakan kriminal laten.
"Pak Polisi, kami marah & guru. Tak sepatutnya para guru2 kau giring dijalanan & dibotakin seperti kriminal tak terampuni. Mrk memang salah tapi program Pramuka itu legal & jadi agenda pendidikan. Jangan ulangi lagi! Seblm semua guru turun," tulis akun Twitter resmi PGRI Selasa (25/2).
Namun sayangnya tulisan itu kemudian dihapus oleh akun Twitter PGRI. Sebab banyak menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Ada yang mendukung pernyataan itu tapi tidak sedikit yang mengecam.
ADVERTISEMENT
Berikut kumparan rangkum polemik tiga pembina pramuka tersangka susur sungai digunduli :
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yuliyanto, memberikan tanggapan terkait tampilan tiga pembina pramuka yang rambutnya digunduli. Ia mengatakan pihaknya mulai menyelidiki adanya dugaan pelanggaran dalam insiden itu.
"Menyikapi protes yang disampaikan oleh akun PGRI tentang tahanan yang gundul. Propam Polda dari tadi pagi sedang melakukan pemeriksaan di Polres Sleman untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh anggota," kata Yuliyanto.
Yuliyanto berjanji akan menindak tegas apabila memang ditemukan ada pelanggaran yang dilakukan anggota dalam insiden itu.
"Jika nanti terbukti ada pelanggaran maka akan dilakukan tindakan kepada petugas yang menyalahi aturan," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, mengatakan tidak ada aturan bahwa tersangka harus digunduli. Dia menjelaskan tindakan merendahkan manusia tidak boleh dilakukan meski dia berstatus tersangka.
"Enggak ada aturan penggundulan. Itu dari mana? Tidak ada, bahkan itu dilarang kalau sampai perlakuannya merendahkan derajat manusia itu tidak boleh," kata Sigit.
Sigit mengatakan dalam proses pelaksanaan hukuman tidak boleh ada tindakan yang merendahkan manusia. Terlebih jika para tersangka dalam insiden susur sungai itu merupakan guru.
Sigit berpendapat menggunduli tersangka merupakan tindakan yang merendahkan. Ia meminta polisi memperlakukan mereka dengan manusiawi.
Selain itu dia menjelaskan kerangka hukumnya menggunduli rambut dalam ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia UU Nomor 5 Tahun 1998.
ADVERTISEMENT
"Tidak perlu gundul-gundul itu mewajibkan gundul dan untuk apa. Dan itu fungsinya untuk apa. Kan dia udah ditahan, polisi sudah mengambil tindakan memproses hukum, ikuti prosedurnya, ikuti proses penyidikannya dan ikuti proses peradilannya," pungkasnya.
Terkait polemik penggundulan rambut itu Mabes Polri akan meminta konfirmasi terlebih ke Polda DIY. Mereka memastikan para tersangka harus dilindungi hak asasinya.
"Kita akan konfirmasi ke Yogyakarta karena dalam beberapa kesempatan kita melindungi berbagai aspek HAM meskipun dia tersangka," ujar Karo Penmas Mabes Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra.
Asep menegaskan, meski mereka tersangka, namun ada hak sebagai manusia yang harus tetap dilindungi.
"Jadi bagian dari itu juga sebenarnya harus kita lindungi," jelas Asep.
ADVERTISEMENT
Keluarga Isfan Yoppy Andrian yang merupakan salah satu tersangka mendapat banyak sorotan dari netizen. Bahkan namanya sempat beredar di akun gosip Instagram dan mendapat cacian masyarakat. Tak hanya di akun milik Isfan saja, akun istri dan anaknya tak luput dari pencarian.
Paman Isfan, Agus Sukamta, mengatakan saat ini istri tersangka mengalami stres berat dan mengungsi ke rumah keluarga lainnya. Bahkan ia enggan ditemui siapa pun termasuk keluarga besar.
"Lalu, pikirannya itu sering mengigau, mengigaunya itu malah anak-anak korban. Iku sing korban piye, malah seperti itu. Itu istrinya, kalau anaknya tertekan karena dari temennya perlihatkan yang viral-viral itu. Eh ayahmu nganu ya, digunduli dan kena itu (ditangkap polisi) ya?" kata Agus.
ADVERTISEMENT
Sementara anak Isfan dua hari tidak masuk sekolah. Namun kini anak Isfan sudah ke sekolah seperti biasa.
Agar beban pikiran keluarga tidak bertambah, keluarga menyita ponsel yang biasa digunakan istri dan anak Isfan agar tidak melihat berita atau kabar viral terkait kasus yang menjerat ayah mereka.
Selain itu Agus menyampaikan permohonan maaf sekaligus ungkapan belasungkawa atas kejadian tersebut.
Alumni SMPN 1 Turi juga angkat bicara mengenai insiden susur sungai dan tiga guru yang digunduli. Mereka menganggap tragedi tersebut cukup memprihatinkan dan menyedihkan bagi dunia pendidikan masyarakat Indonesia secara umum.
"Kita semua berdoa dan berusaha agar peristiwa ini tidak pernah terulang lagi. Pelajaran yang sangat menyakitkan bagi kita semua," kata salah satu alumni SMPN 1 Turi Huda Tri Yudiana.
ADVERTISEMENT
Anggota DPRD DIY dari fraksi PKS ini mengatakan semua pihak harus melakukan evaluasi terhadap prosedur dan protap kegiatan outing bagi siswa baik di sungai ataupun bukan di sungai.
Ia meminta faktor keselamatan selalu diutamakan. Ia menyayangkan kelalaian pembina pramuka ini hingga menimbulkan korban jiwa.
Ia menilai sudah tepat jika polisi menyelidiki kasus ini agar kasus ini menjadi pelajaran dan tidak terulang lagi. Ia juga meminta proses hukum dilakukan secara adil sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku di negara ini.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DIY, Kadarmanta Baskara Aji, mengatakan dalam suasana duka ini serta usai ditetapkan tersangka seharusnya tidak menjadi polemik. PGRI DIY memberikan pendampingan pada tiga tersangka.
ADVERTISEMENT
"Pada prinsipnya, (PGRI DIY) mengharapkan supaya ini tidak menjadi persoalan yang justru kontraproduktif, jangan ada polemik, jangan saling menyalahkan," kata Kadarmanta.
Terkait dengan prosedur menampilkan tersangka di hadapan publik, ia mengaku tidak tahu secara pasti. Pihaknya mengimbau masyarakat menciptakan situasi kondusif di Yogyakarta.
PGRI DIY meminta semua pihak bisa menghormati proses hukum yang berlaku. Namun, di sisi lain proses hukum itu harus dijalani dengan baik. Ia mengungkapkan bahwa salah atau benarnya ketiga guru tersebut akan terjawab di pengadilan.
Salah satu tersangka Yoppy angkat bicara terkait penggundulan rambut setelah mereka ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka. Ia mengatakan penggundulan rambut itu atas mereka dan tidak ada paksaan.
ADVERTISEMENT
“Kalau gundul itu permintaan kami, Pak. Pada dasarnya alasan kami demi keamanan. Kalau saya tidak gundul banyak yang lihat saya bentuknya (berbeda), di dalam itu gundul semua. Jadi itu permintaan kami,” ujar tersangka Yoppy saat berbincang melalui telepon dengan Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PB PGRI, Ahmad Wahyudi.
Yoppy menjelaskan bahwa dia dan dua tersangka lain juga meminta agar memakai seragam yang sama dengan tahanan lain. Dengan begitu mereka akan aman berbaur dengan tahanan lain dan tidak membuat yang lain iri.
“Kalau di dalam bajunya sama, gundul semua orang. Jadi tidak spesifik (berbeda) ke saya,” kata dia.
Yoppy meminta kepada Wahyudi untuk mengklarifikasi berita yang beredar. Dia hanya meminta dukungan PGRI agar proses hukum yang dijalaninya bisa segera selesai.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak ada tekanan, tidak dipukuli. Kami bertiga justru di-support petugas. Kami diberi dukungan sehingga hati kami semakin kuat,” ujarnya.