Polemik Usulan Pembongkaran Jalur Sepeda: Disetujui Kapolri; Direspons DKI

18 Juni 2021 6:55 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas Dinas Perhubungan mencopot rambu bertuliskan kecuali road bike di sekitar Jalan Layang Non Tol (JLNT) Casablanca, Jakarta, Minggu (13/6/2021). Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Dinas Perhubungan mencopot rambu bertuliskan kecuali road bike di sekitar Jalan Layang Non Tol (JLNT) Casablanca, Jakarta, Minggu (13/6/2021). Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Kadishub DKI Syafrin Liputo pada awal Juni mengatakan penggunaan sepeda di Jakarta mengalami peningkatannya sejak 2020 sebesar 1.000 persen. Peningkatan ini terjadi sejak pandemi corona merebak.
ADVERTISEMENT
Penyediaan fasilitas bagi para pesepeda berupa jalur sepeda pun terus ditambah. Syafrin mengatakan penyediaan rute 63 km jalur sepeda ditambah dengan pembangunan 11,2 km jalur sepeda permanen sesuai dengan amanat UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
Namun panjang jalur sepeda di Jakarta terancam berkurang. Musababnya, muncul pro kontra terkait dengan jalur sepeda ini. Salah satunya yang 'menentang' datang dari Komisi III DPR RI yang disampaikan saat RDP dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Lantas bagaimana pertentangannya?
Pernyataan tegas disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni yang meminta jalur sepeda permanen dihilangkan. Hal tersebut dipicu dari masalah banyak pengguna road bike yang melintas di Jalan Sudirman-Thamrin memilih keluar jalur sepeda.
ADVERTISEMENT
Mereka bersepeda di lajur tengah atau kanan jalan, terutama saat dalam pelotonan.
Terlebih, kata Sahroni, ada sudah ada gesekan antar-komunitas sepeda yang muncul karena adanya dugaan diskriminasi. Belum lagi, nantinya ada pengendara motor yang ingin meminta jalur khusus bila pola ini terus dibiarkan.
"Kita ingin bagaimana jalan ini tidak ada diskriminasi, baik untuk road bike maupun seli bike. Biarkan risiko ditanggung masing-masing," ujar dia dalam RDP dengan Kapolri.
Sigit mengamini permintaan Sahroni. Meski begitu, Polri akan terlebih berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta hingga Kemenhub terkait hal tersebut.
Lantas bagaimana respons dan tindaklanjut atas hal tersebut?
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo (tengah) mengendarai sepeda melintasi Jalan MH Thamrin , Jakarta, Sabtu, (2/11). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dishub DKI Lanjutkan Polling Desain Jalur Sepeda
Di tengah gonjang-ganjing nasib jalur sepeda, Pemprov DKI nampaknya tetap memfasilitasi pesepeda di Jakarta. Sebab, sejak pandemi penggunaan sepeda di Jakarta meningkat signifikan.
ADVERTISEMENT
Pemprov DKI bahkan melakukan sayembara untuk terus mengembangkan jalur sepeda permanen. Sehingga mendapat desain yang paling ideal.
"Sayembara itu dibutuhkan saat pengembangan jalur sepeda permanen di Jakarta sesuai rencana bahwa pada tahun 2030 akan disiapkan lebih kurang 500 km jalur sepeda," ujar Kadishub DKI Syafrin Liputo di Balai Kota, Jakarta, Jumat (23/4).
"Lewat sayembara ini kita harapkan mendapatkan pembatas ideal melalui sayembara yang dilakukan," kata Syafrin.
Bahkan Dinas Perhubungan DKI baru saja merilis nominasi desain jalur sepeda yang terpilih. Dalam laman polling desain, ada 80 desain jalur sepeda yang dinominasikan.
Pesepeda memacu kecepatan saat melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (30/5/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Wagub DKI Tegaskan Perlu Kajian soal Bongkar Jalur Sepeda
Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, untuk memutuskan pembongkaran jalur sepeda permanen harus lebih dulu dilakukan studi hingga mendengar pendapat pakar.
ADVERTISEMENT
"Pak Kapolri itu merespons keinginan dari teman di DPR RI yang minta kepada Kapolri supaya jalur sepeda dibongkar. Kemudian Pak Kapolri menyampaikan setuju saja, tetapi nanti perlu akan didiskusikan dan dibahas," ujar Riza kepada wartawan.
Dia menyebut Kapolri memang setuju terkait usul pembongkaran jalur sepeda permanen, namun kajian akan tetap dilakukan. Dalam rapat kemarin, Rabu (16/6), Kapolri memang mengatakan akan melakukan studi banding terkait jalur sepeda.
"Pak Kapolri menyampaikan akan coba mengevaluasi, mengkaji dan studi lihat di beberapa negara lainnya," kata Riza.
"Saya kira apa yang disampaikan Pak Kapolri betul, jadi sebelum kita memutuskan, kita juga perlu studi juga, perlu mendengarkan pendapat para pakar lainnya, perlu membuat kajian dan studi lainnya," ucap Riza.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria bersama DPRD DKI menggelar rapat penyampaian 4 Raperda, Rabu (9/6). Foto: PPID DKI Jakarta
Jalur Sepeda Ada Agar Aman
ADVERTISEMENT
Riza mengatakan, jalur sepeda di Jakarta dibangun untuk memfasilitasi sepeda agar melaju lebih aman. Aman dalam arti bukan hanya untuk sepeda, tapi juga aman untuk pengguna jalan lainnya.
Sepeda di Jakarta, kata dia, juga bukan hanya sebagai alat olahraga, tapi Pemprov mendorong sepeda sebagai alat transportasi. Maka itu perlu difasilitasi.
"Kita berhadap sepeda ini ke depannya tidak hanya menjadi alat olahraga dan rekreasi, tetapi alat transportasi," kata Riza.
Riza juga mengatakan, dalam sebuah kebijakan, tidak mungkin untuk memuaskan semua pihak.
"Semua kebijakan yang diambil tidak mungkin memuaskan semua pihak, makanya kebijakan diambil untuk kepentingan banyak orang, tidak ada kebijakan untuk semua orang, tetapi kebijakan untuk kepentingan banyak orang," ucap dia.
Pesepeda melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (6/6/2021). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Jalur Sepeda Permanen Dinilai Dibutuhkan
ADVERTISEMENT
Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PKS, sekaligus Ketua Komisi B yang membidangi perhubungan, Abdul Aziz, menilai usul pembongkaran jalur sepeda permanen harus dikaji terlebih dahulu. Jangan sampai tergesa-gesa memutuskannya.
Dia berharap keputusan yang diambil terkait jalur sepeda permanen bisa mewadahi seluruh kepentingan warga di Jakarta. Sebab, pada dasarnya jalur sepeda dibutuhkan untuk kepentingan keamanan hingga mengakomodir sepeda sebagai sarana transportasi.
"Sehingga tidak melakukan hal-hal yang kontra produktif, tapi jika memang ada solusi yang lebih baik silakan dikaji, sehingga dapat mengakomodir semua pihak pengguna jalan," kata dia.
Aziz menilai, jalur sepeda sangat dibutuhkan oleh para pengguna sepeda yang jumlahnya terus meningkat di Jakarta. Terlebih, Pemprov DKI tengah mengampanyekan sepeda sebagai alat transportasi.
ADVERTISEMENT
"Sangat dibutuhkan oleh para pesepeda untuk menjaga keselamatan, penggunanya juga semakin hari semakin banyak," tuturnya.
Pesepeda melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (6/6/2021). Foto: Aprilio Akbar/ANTARA FOTO
Polri Tak Bisa Setujui Sepihak Pembongkaran Jalur Sepeda
Ombudsman Jakarta Raya turut menyoroti polemik jalur sepeda permanen yang disetujui Kapolri Jenderal Sigit Listyo untuk dibongkar.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho menilai Polri tak bisa menyetujui usulan pembongkaran secara sepihak. Dia mengusulkan Polri dan Pemprov berdialog dan melakukan kajian berbasis bukti.
“Polri tidak serta merta bisa langsung menyetujui usulan untuk melakukan pembongkaran pembatas jalur sepeda karena pengaturan masalah tersebut telah disusun oleh Kementerian Perhubungan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 59/2020 tentang Keselamatan Pesepeda,” ujar Teguh dalam keterangannya, Kamis (17/6).
Di dalam peraturan tersebut, Pasal 13 Ayat (3) huruf d menyatakan penetapan untuk Lajur Sepeda dan/atau Jalur Sepeda yang berada di jalan kolektor primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten atau kota, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibu kota kabupaten atau kota, dan jalan strategis provinsi di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ditetapkan oleh Gubernur Daerah Khusus ibukota Jakarta.
ADVERTISEMENT
Sementara terkait dengan ketentuan mengenai perlunya standar jalur sepeda, termasuk pembatas antara jalur sepeda dengan di peraturan yang sama memang mewajibkan adanya pembatas lalu lintas untuk jalur khusus sepeda yang berdampingan dengan jalur kendaraan bermotor (Ayat (4) huruf f).
“Ketentuan di dalam Permen tersebut pastinya sudah melewati kajian yang komprehensif dari Departemen Perhubungan sebelum mengumandangkannya sebagai Peraturan Menteri untuk menjaga keselamatan para pengguna jalan, baik pengguna kendaraan bermotor, pesepeda maupun pejalan kaki,” kata dia.
Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
“Maka jika ingin melakukan perubahan terhadap standar dan pemanfaatan jalan, jalur khusus atau pedestrian, harus dilakukan kajian terlebih dahulu oleh pihak yang ingin melakukan perubahan, termasuk Polri jika ingin menghapus pembatas jalur sepeda tersebut,” lanjutnya.
Menurutnya Pemprov DKI juga harus memberikan kajian berbasis bukti ketika melakukan penetapan jalur sepeda di sebuah kawasan, misalnya penetapan Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang untuk jalur khusus road bike di hari Sabtu dan Minggu.
ADVERTISEMENT
Menurutnya penetapan JLNT sebagai jalur khusus road bike tidak memiliki legalitas yang memadai, berbeda dengan penetapan jalur sepeda saja. Jalur khusus road bike juga dinilai diskriminatif.
“Tidak bisa juga Pemprov DKI dengan serta merta menyetujui permintaan agar JLNT tersebut dijadikan kawasan bersepeda Road Bike seperti halnya jalan tol yang hanya untuk kendaraan roda empat,” kata dia.
Ombudsman Jakarta Raya mendukung upaya perluasan kawasan lajur sepeda di Jakarta untuk menekan emisi karbon, mengurai kemacetan, dan bagian dari penyediaan sarana olahraga publik.