Polisi: 2 Pelaku Penyelenggara Haji Ilegal Patok Rp 175 Juta untuk 36 Orang

7 Mei 2025 23:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Polisi menangkap dua penyelenggara haji non prosedural atau haji ilegal berinisial IA dan NF di Bandara Soekarno Hatta. Mereka hendak memberangkatkan 36 orang ke Tanah Suci dengan cara ilegal.
ADVERTISEMENT
Kasatreskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono, mengatakan puluhan calon jemaah haji itu berada pada rentang usia 35 hingga 72 tahun. Mereka sudah membayar senilai Rp 139 hingga Rp 175 juta untuk berangkat ke tanah suci.
"Puluhan rombongan haji non prosedural ini berasal dari daerah Tegal, Brebes, Lampung, Bengkulu, Palembang, Makasar, Medan, dan Jakarta," kata Yandri melalui keterangan yang diterima pada Rabu (7/5).
Menurut Yandri, para calon jemaah haji itu berangkat secara ilegal karena menggunakan visa kerja atau amil. Dalam memberangkatkan, calon jemaah haji, mereka menggunakan penerbangan transit Srilanka Airlines UL 356 tujuan Jakarta-Colombo dan Riyadh.
"Sesampainya di Tanah Suci mereka akan menurut surat izin tinggal atau Iqomah. Nah, jika sudah mengantongi Iqomah ini mereka bebas berada di Tanah Suci, bahkan melakukan ibadah haji," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Calon jemaah haji mempercayakan keberangkatan ke tanah suci kepada dua pelaku karena pada tahun 2024 pernah berhasil memberangkatkan beberapa calon jemaah haji. Kini, polisi masih melakukan pendalaman terkait kasus itu.
"Kami masih melakukan pendalaman," ujar dia.
Akibat perbuatannya, dua pelaku dikenakan Pasal 121 Jo pasal 114 Undang undang RI nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh sebagaimana diubah dengan Pasal 125 juncto Pasal 118A UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
"Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 6 miliar," kata Yandri.