Polisi Bakal Cek Kejiwaan Bapak Kos yang Makan Kucing di Semarang

8 Agustus 2024 19:33 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampang Nur (63) warga Gunungpati, Kota Semarang yang ditangkap karena makan daging kucing tidak ditahan. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tampang Nur (63) warga Gunungpati, Kota Semarang yang ditangkap karena makan daging kucing tidak ditahan. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi bakal mengecek kondisi kejiwaan Nur (63), bapak indekos yang makan daging kucing di Kota Semarang, Jawa Tengah. Polisi akan berkoordinasi dengan rumah sakit jiwa (RSJ).
ADVERTISEMENT
Nur dihadirkan dalam jumpa pers di Polrestabes Semarang. Ia memakai baju batik lengan panjang dengan celana kain. Ia tampak santai namun sesekali berbicara melantur.
Ia bahkan sempat menyebut dirinya menjadi presiden di masa depan.
"Kita arahnya ke situ (cek kejiwaan) juga, kita koordinasi dengan pihak RSJ yang ada di Semarang untuk diobservasi, apakah ada gangguan jiwa atau tidak pada pelaku ini," ujar Kanit Tidpiter Satreskrim Polrestabes Semarang, AKP Johan Widodo, Kamis (8/8).
Dalam sesi tanya jawab dengan awak media, Nur mengaku sudah berusaha mengobati penyakit diabetesnya ke dokter. Namun, saat ditanya lebih lanjut ia justru membahas dirinya akan menjadi presiden di masa depan.
"Sebelum makan kucing berobat terus, saya tidak diberi obat dokter, saya ngaku besok yang jadi presiden itu saya gitu. Akhirnya dokter enggak ngasih saya obat," kata Nur.
ADVERTISEMENT
Salah satu penghuni kos milik Nur, seorang mahasiswa jurusan seni bernisial N (24), juga menyebut bila bapak kosnya itu kerap melantur. Ia bahkan menyebut dirinya sebagai Imam Mahdi.
"Kalau diajak ngomong nyambung tapi sering ngayal gitu. Pernah ngaku Imam Mahdi terus ngajakin saya ikut," kata mahasiswa itu.
Dalam kasus makan kucing, Nur telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia disangkakan Pasal 91B ayat 1 UU Peternakan dan Kesehatan Hewan dan/atau Pasal 302 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama 2 tahun dan atau denda paling banyak Rp 200 juta.
Meski begitu, Nur tidak ditahan karena hukuman pidananya kurang dari 5 tahun penjara. Ia hanya dikenakan wajib lapor oleh polisi.