Polisi Buka Kemungkinan Usut Kasus Kapal Equanimity di Indonesia

10 April 2018 20:38 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Praperadilan Kapal Pesiar Equanimity Cayman (Foto: Soejono Saragih/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Praperadilan Kapal Pesiar Equanimity Cayman (Foto: Soejono Saragih/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perusahaan Equanimity Cayman mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 13 Maret lalu. Gugatan ditujukan untuk Bareskrim Polri terkait penyitaan kapal pesiar Equanimity oleh Polri yang dianggap menyalahi prosedur.
ADVERTISEMENT
Kuasa Hukum Equanimity menilai prosedur penyitaan telah melanggar Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Tinbal Balik dalam Masalah Pidana. Mereka menganggap, penyitaan tak bisa langsung diserahkan ke Mabes Polri, melainkan harus ditempuh melalui governmet to government kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Petitum lainnya yang digugat, yakni permintaan bantuan Indonesia ke Amerika Serikat melalui Federal Bureau Investigation tidak sesuai Undang-undang nomor 1 Tahun 2006 butir (b) dan (c). Pasalnya, mereka menilai, FBI tidak pernah mengajukan permohonan kepada Menkumham untuk menyita kapal tersebut.
Menanggapi hal ini, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol Daniel TM Silitonga, menuturkan, sejauh ini FBI sudah banyak membantu pemerintah menangani kasus tersebut. Terlebih menurutnya, jika mengacu pada UU yang berlaku, prosedur untuk meminta bantuan FBI sah-sah saja dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Di UU nomor 1 membuka slot bagi kita jika berhubungan erat antara kita dengan FBI, atau suatu negara dapat melakukan itu selama tidak merugikan. Pasal 26 UU nomor 1. Itu concern kita sebetulnya," ujar Daniel kepada wartawan di Hotel Diradja, Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
FBI Sita Kapal Pesiar Equanimity (Foto: Rully Prasetyo / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
FBI Sita Kapal Pesiar Equanimity (Foto: Rully Prasetyo / AFP)
Daniel pun tak mempermasalahkan pihak Equanimity yang mengajukan praperadilan. Sebab, hal tersebut menjadi hak mereka sepenuhnya sebagai warga negara.
"Di sidang hadir, kita siapkan semua. Itu proses yang bagus. Kita hargai proses itu," tutur Daniel.
Penyidikan ini bermula saat kapal pesiar diduga hasil tindak pidana pencucian uang milik perusaaan asal Malaysia 1MDB (1Malaysia Development Berhad) menepi di perairan Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung, Bali pada November 2017. Penemuan kapal tersebut baru diketahui setelah mendapat informasi dari FBI.
ADVERTISEMENT
Daniel menerangkan, kendati kasus ini masuk kategori transnasional, pengusutan dugaan TPPU Equinimity tetap bisa dilakukan di Indonesia. Dengan syarat, tindak pidana tersebut terjadi dengan menyamarkan dan menyimpan barang hasil TPPU di Indonesia.
"Menurut UU TPPU kita, Pasal 3, 5, 10, memungkinkan. UU kita sangat powerful dan bagus. Tetap bisa yang menyembunyikan, menyamarkan mentransfer di Indonesia itu tetap bisa ditindak yang penting hasil kejahatan," ujarnya.
Skandal 1MDB diduga melibatkan Perdana Menteri Malaysia Najib Ibrahim dan seorang pengusaha bernam Low Taek Jho alias Jho Low. Selain untuk membeli kapal Equanimity, uang itu diduga juga digunakan untuk membiayai produksi sejumlah film Hollywood. Kendati demikian, Najib dan Jho Low sudah membantah tudingan tersebut.
ADVERTISEMENT