Polisi Ciduk Robertus Robet karena Terindikasi Ganggu Ketertiban Umum

7 Maret 2019 18:38 WIB
clock
Diperbarui 20 Maret 2019 20:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri. Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri. Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
ADVERTISEMENT
Robertus Robet diciduk polisi pada Kamis (7/3) pukul 00.30 WIB atas dugaan penghinaan terhadap TNI. Dugaan penghinaan itu dilakukannya saat orasi pada aksi Kamisan, 28 Februari 2019.
ADVERTISEMENT
Polisi menyebut, kasus ini ditangani berdasarkan laporan model A, atau inisiatif dari kepolisian. Sesuai laporan model A, kata Dedi, polisi dapat bertindak apabila menemukan adanya indikasi adanya peristiwa yang menganggu ketertiban umum.
“Ketika sudah ada indikasi atau suatu peristiwa yang mengganggu ketertiban umum, maka polisi harus hadir. Oleh karenanya polisi secara proaktif membuat laporan polisi model A untuk dapat melakukan langkah-langkah penegakan hukum dan menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat, baik yang ada di medsos dan yang ada dunia nyata,” ucap Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan (7/3).
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (kanan) bergegas meninggalkan Gedung Bareskrim Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta. Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Sebetulnya apa yang diorasikan oleh Robet tentang nyanyian yang mengkritik ABRI tersebut ia bawakan pada Kamis, 28 Februari 2019. Namun Robet baru ditangkap dini hari tadi, sepekan usai orasi.
ADVERTISEMENT
Dedi mengatakan, Rabu (6/3) kepolisian juga sudah melakukan gelar perkara. Mereka memanggil beberapa saksi, termasuk ahli bahasa untuk mengusut kasus tersebut.
“Ahli bahasa dulu untuk mengkonstruksikan narasi-narasi yang disampaikan secara verbal oleh saudara Robet, itu masuk ke dalam unsur pelanggaran pidana, penghinaannya dan sebagainya,” kata Dedi.
Selain itu, mereka menghadirkan saksi ahli hukum pidana untuk menguatkan konstruksi hukum yang terkandung dalam Pasal 207 KUHP.
“Sesuai dengan alat bukti yang dimiliki oleh penyidik. Jadi melakukan analisa yang sangat komprehensif sebelum melakukan upaya-upaya paksa,” sambung Dedi.
Dua alat bukti tersebut adalah video sebagai bukti petunjuk dan keterangan ahli sebagai alat bukti. Polisi kemudian meningkatkan status Robet sebagai tersangka setelah ia mengakui berorasi di acara Kamisan, 28 Februari.
ADVERTISEMENT
“Ketika dua alat bukti sudah cukup, maka kewenangan penyidik untuk menaikkan status dari terperiksa menjadi tersangka. Jadi setelah Pak Robet mengakui, langsung dari terperiksa menjadi tersangka,” ujarnya.