Polisi Diminta Bebaskan Demonstran 'All Eyes on Papua' di Bali

10 Juni 2024 21:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi saat mengamankan peserta aksi "All Eyes on Papua" di Bali, Senin (10/6/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Polisi saat mengamankan peserta aksi "All Eyes on Papua" di Bali, Senin (10/6/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi diminta membebaskan Perwakilan LBH Bali bernama Andi dan tiga mahasiswa yang diamankan polisi saat demo "All Eyes on Papua" di Kota Denpasar, Bali, Senin (10/6). Tindakan polisi dinilai LBH Bali sebagai bentuk anti-demokrasi.
ADVERTISEMENT
"Mendesak Kepolisian Daerah Bali segera membebaskan massa aksi yang ditangkap pada hari ini karena hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi atau menyampaikan pendapat di muka umum," kata Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi, dalam siaran pers.
Rezky menuturkan, polisi sudah melakukan pembungkaman ekspresi terhadap 98 orang peserta aksi sejak berkumpul di Lapangan Timur, Renon, pada pukul 09.00 WITA. Massa aksi adalah anggota Ikatan Mahasiswa dan Masyarakat Papua (IMMAPA) Bali.
Polisi beralasan menghalangi massa menuju lokasi aksi karena adanya aksi tandingan dari massa ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN). Polisi menolak mediasi yang dilakukan perwakilan aksi.
"Tindakan rasisme juga dilakukan kepolisian dengan meminta kepada massa aksi untuk menanggalkan pakaian dan atribut adat ketika menyampaikan aspirasi," katanya.
ADVERTISEMENT
Puncak pembungkaman terjadi pada saat peserta menyampaikan sikap terhadap tuntutan Suku Awyu dan Suku Moi terkait hutan adat, sekitar pukul 14.30 WITA. Polisi menembakkan gas air mata dan water cannon ke barisan massa.
Sejumlah peserta aksi dilaporkan mengalami luka-luka dan mengeluh sesak napas akibat tembakan gas air mata. Polisi lalu menangkap tiga peserta aksi dan pendamping hukum atau Perwakilan LBH yang keberatan atas tindakan polisi.
"Salah satu pendamping hukum LBH Bali yang mencoba menyampaikan keberatan atas tindakan-tindakan tersebut juga turut ditangkap dan diangkut ke mobil Dalmas dengan kondisi tangan diborgol serta ponselnya dirampas," kata Rezky.
Tindakan polisi itu dinilai Rezky melanggar Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, serta Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan yang harus memenuhi prinsip legalitas, necesidades, proporsionalitas, preventif, masuk akal/reasonable.
ADVERTISEMENT
"Dalam perkap tersebut ditegaskan bahwa tindakan kepolisian dilakukan secara spesifik kepada pelaku kejahatan, bukan orang-orang yang masih diduga sebagai pelaku kejahatan tanpa proses pemeriksaan dan pembuktian yang objektif berdasarkan hukum," kata Rezky.
Rezky menganggap polisi juga melanggar Hak Asasi Manusia berkaitan dengan hak kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul yang sejatinya telah dijamin dan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E dan Pasal 28E Ayat (3).
Ketentuan ini diperkuat di dalam Pasal 23 Ayat (2) dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Dalam peristiwa ini, LBH Bali juga mendesak agar:
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pihak Polresta Denpasar atau Polda Bali belum memberikan keterangan terkait empat peserta aksi yang diamankan.
ADVERTISEMENT