Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Polda Metro Jaya membeberkan dugaan keterlibatan eks Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko dalam kasus rencana peledakan bom rakitan pada aksi Mujahid 212.
ADVERTISEMENT
Nama Soenarko muncul dua kali dari timeline kerusuhan dalam rilis yang dibagikan Humas Polda Metro Jaya.
Pertama, Soenarko hadir dalam rapat pada 20 September 2019. Menurut polisi, rapat digelar di rumah Soenarko di wilayah Ciputat, Tangerang Selatan.
Rapat tersebut dihadiri oleh dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) nonaktif sekaligus tersangka bom ikan, Abdul Basith; eks Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto; Laksamana Muda (Purn) Sony Santoso, Okto alias Toto, Yudin Firdian, Sugiono alias Laode, Mulyono, dan Riawan.
"Jadi pada rapat di Ciputat sudah terjadi pemufakatan untuk membuat kejahatan mendompleng unjuk rasa tanggal 24 September. Jadi untuk buat chaos ada pembakaran," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (18/10).
ADVERTISEMENT
Perkembangan dari pertemuan itu ialah menyiapkan bom molotov untuk menciptakan kerusuhan. Argo menuturkan, molotov digunakan untuk menyerang polisi dan membakar ban pada 24 September.
Nama Soenarko lalu kembali muncul dalam rapat 24 September 2019. Pertemuan yang digelar pukul 23.00 WIB tersebut mengevaluasi hasil aksi pada hari itu. Kali ini, pertemuan berlangsung di rumah Sony Santono di Taman Royal, Tangerang.
Soenarko hadir bersama Sony, Abdul Basith, Sugiono alias Laode, dan Mulyono. Pertemuan menyepakati untuk membuat bom rakitan dalam aksi 28 September 2019.
"Setelah 24 September setelah bom molotov dievaluasi ternyata kurang maksimal untuk mendompleng kegiatan unjuk rasa. Maka itu 24 [September] malam diadakan rapat lagi tapi tempatnya di rumah SO (Sony Santoso). Di daerah Tangerang. Di sana rapat, ada rapat pemufakatan merencanakan untuk berbuat kejahatan berupa membuat chaos mendompleng unjuk rasa di aksi 28 September," kata Argo. Aksi itu merujuk pada demo Mujahid 212.
Setelah pertemuan itu, tidak ada lagi nama Soenarko disebutkan. Termasuk dalam proses perakitan bom dan penentuan target ledakan.
ADVERTISEMENT
Argo mengatakan, ledakan tidak berhasil dilakukan lantaran rencana itu sudah diketahui polisi. Sebanyak 28 buah bom rakitan disita dari rumah Basith. Polisi menyebut laki-laki 62 tahun itu juga terlibat dalam pembuatan bom molotov yang digunakan saat demo mahasiswa di DPR pada 24 September 2019.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan 14 tersangka, termasuk Sony Santoso dan Abdul Basith. Namun tidak ada nama Soenarko di sana.
Basith ditahan bersama delapan tersangka lainnya di rumah tahanan (rutan) Polda Metro Jaya. Polisi meyakini Basith dkk terlibat dalam perakitan 28 bom ikan yang dibuat di rumahnya. Tak hanya itu, polisi menyebut laki-laki 62 tahun itu juga terlibat dalam pembuatan molotov yang digunakan saat demo mahasiswa di DPR pada 24 September 2019.
ADVERTISEMENT
Soenarko membantah
Lewat wawancara dengan kumparan, Soenarko sudah membantah keterlibatannya. Bantahan itu ia ungkapkan lewat pesan tertulis, Senin (14/10). Berikut petikannya:
Kabarnya ada pertemuan tanggal 20 September di rumah Anda. Pertemuan itu untuk membahas apa?
Benar, ada pertemuan di rumah saya pada hari Jumat, tanggal 20 September 2019, sekitar jam 20.25 WIB sampai dengan 22.30 WIB. Pertemuan tersebut untuk mempererat tali silaturahmi atau ikatan persaudaraan di antara para tamu dari berbagai komunitas maupun tokoh masyarakat, agar bisa saling mengenal satu sama lain.
Isi pertemuan tersebut menyikapi bahwa akhir-akhir ini bangsa kita, Indonesia tercinta, telah dirundung masalah, mulai dari ekonomi, sosial, politik, hukum, keamanan, degradasi moral, tindak pidana kejahatan merajalela, termasuk penistaan agama, dan perang di sosial media, sehingga mengakibatkan perpecahan antara sesama anak bangsa dan mengancam persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ada yang menyebut bahwa dalam pertemuan itu Anda bertanya apakah ada yang bisa membuat bom. Bagaimana situasinya saat itu?
Pertemuan tersebut sebatas mempererat tali silaturahmi di antara para tamu dari berbagai komunitas. Tidak ada pembicaraan perihal bom.
Anda disebut terlibat dalam penyiapan bom yang dikelola Abdul Basith. Apa respons Anda? Dan bagaimana Anda bisa mengenal Abdul Basith?
Saya tegaskan sekali lagi bahwa tidak ada rencana (pengeboman—redaksi) semacam itu. Saya kenal Abdul Basith pertama kali dari Ibu Tri sekitar tiga bulan yang lalu. Dikatakan bahwa Abdul Basith ingin kenal dan bertemu saya untuk silaturahmi.