Politikus Golkar: yang Kalah Pemilu 2024 Jadi Oposisi, Jangan Gabung Pemerintah

3 Agustus 2022 16:59 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid  Foto: ANTARA FOTO/ Wahyu Putro
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid Foto: ANTARA FOTO/ Wahyu Putro
ADVERTISEMENT
Anggota DPR Fraksi Golkar Nusron Wahid berharap ada etika yang dijaga usai Pemilu 2024. Ia berharap, tak ada lagi cerita oposisi gabung ke koalisi pemerintahan usai pemilu.
ADVERTISEMENT
"Pemilu kontrak sosial, prinsipal pada agen. Dalam rekonsiliasi Pemilu 2019 kontrak sosialnya didelegasikan ke Pak Jokowi, Pak Prabowo diajak dalam kontrak sosial itu baik. Tapi dalam konteks ke depan, kepentingan kontrak sosial prinsipal dengan agen perlu direnungkan," kata Nusron dalam diskusi virtual Lingkar Diskusi Indonesia terkait pilpres, Rabu (3/8).
"Pemilu memang ada risiko. Kalau yang kalah berarti kontrak sosialnya tidak disetujui prinsipal, rakyat. Karena rakyat enggak setuju, pemenang harus hormati. Artinya yang kalah jadi oposisi. Di Indonesia enggak haram jadi oposisi. Yang menang jalankan pemerintahan, yang kalah oposisi," imbuhnya.
Nusron menilai, jika oposisi konsisten, maka peluang untuk memenangkan pemilu selanjutnya lebih besar. Jika tidak, menurutnya maka masyarakat justru bingung menilai kesuksesan koalisi pemenang dan oposisi.
ADVERTISEMENT
"Kalau dalam perjalanan yang menang tergopoh dan tidak perform, tentu yang kalah akan menang pada pemilu sebelumnya. 5 tahun ini sudah bergabung karena pandemi. Kalau dalam situasi normal, rakyat sulit menilai siapa yang tidak perform dan yang perform," ujarnya.
"Kalau sekarang dinilai PDIP enggak perform enggak bisa, karena Gerindra yang kemarin kalah gabung. Ada oposisi katakan Gerindra akan dapat momentum enggak juga, karena Pak Prabowo-nya gabung," lanjut dia.
Sekali lagi, ia berharap pemimpin ke depan bisa kuat namun tak matikan koalisi oposisi. Ia pun menyinggung apabila partai terbesar saat ini yakni PDIP justru kalah dalam pemilu, bisa mempertahankan posisinya sebagai oposisi pemerintahan.
"Jadi ke depan, etikanya koalisi yang kalah tidak gabung dalam pemerintahan. Kecuali ada kebutuhan mendesak seperti pandemi, perang," ujar dia.
ADVERTISEMENT
"Intinya Indonesia ke depan saya harap siapa pun presidennya, moga-moga Ketum kami, bisa lahirkan pemerintahan kuat tapi tidak matikan koalisi oposisi. Saya senang kalau PDIP ke depan bisa jadi oposisi, karena PDIP lincah kalau jadi oposisi," tandasnya.
Hal serupa juga disampaikan Anggota DPR Fraksi PDIP Effendi Simbolon. Menurutnya, tak perlu ada pemilu apabila koalisi oposisi berujung bergabung dalam pemerintahan.
"Kan terlihat koalisi sekarang. Yang lawan berteman. Abis pemilu berkawan lagi. Kalau gitu ngapain pemilu? Pemilu harus jadi kontrol," kata dia dalam kesempatan yang sama.