Politikus PDIP di Depan Moeldoko: Jangan Ada Cebong dan Kampret di 2024

20 September 2021 14:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko saat menggelar Rakor terkait PCR bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Kesehatan. Foto: Dok. KSP
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko saat menggelar Rakor terkait PCR bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Kesehatan. Foto: Dok. KSP
ADVERTISEMENT
Jelang Pemilu 2024, Anggota Komisi II Fraksi PDIP, Hugua, meminta Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) TNI Moeldoko mulai menata komunikasi politik. Ia mengimbau pertentangan seperti cebong vs kampret jangan sampai mengganggu stabilitas negara di 2024.
ADVERTISEMENT
“Karena kita menghadapi pilkada serentak 2024 dan pengalaman kita versus cebong dan kampret ini harus mulai ditata komunikasi politik. Mohon maaf Pak Moeldoko, ini terakhir-terakhir simbol negara kita sedikit terganggu,” kata Hugua dalam rapat bersama Mensesneg, Menseskab, Kepala KSP, dan Kepala BPIP di Senayan, Senin (20/9).
“Mulai dari makian-makian kemarin, itu terusik saya sebagai warga negara. Perlu pola komunikasi, karena di kepresidenan ini ada tata kelola dan ada kultur,” imbuh dia.
Hugua berharap komunikasi yang disampaikan KSP tak menimbulkan pertentangan. Adapun pertentangan akibat pemilu dan isu-isu serupa harus segera diantisipasi, sebab menurut dia 2024 sudah tak lama lagi.
“Pola komunikasi jangan lagi versus, karena di 2024 hangat ini. Jadi proses komunikasi penting. Tolong Pak KSP, edukasi di TV itu lebih ke edukasi ke negara. Jangan komunikasi ada yang satu pihak dicederai sehingga menimbulkan kegaduhan. 2024 sudah dekat,” ucap dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Hugua meminta ada aturan yang mengingatkan bagi jajaran staf presiden hingga menteri dalam berkomunikasi di publik baik dari penampilan hingga penyampaian kata. Dia mengkritik saat ini banyak pihak mencari panggung akibat tak ada aturan soal komunikasi publik.
“Saya pengin di satuan tiganya dibuat tata cara. Sehingga tata cara ke lapangan, pakaian, ke wartawan komunikasi ditata rapi. Sebab kalau simbol negara terkesan terlecehkan di masyarakat, kita ke mana lagi?” ucap dia.
“Kemudian ada indikasi para menteri cari panggung masing-masing, bahasa menteri enggak sesuai arahan Presiden, lepas sepertinya dari nkri. Jadi tolong ini diatur juga Perpres apa Kepmen, hingga kepala daerah juga. Walaupun kita beda partai, tapi kita NKRI. Kita harus menyatu,” tandasnya.
ADVERTISEMENT