Politikus PKB Soroti Larangan Jual Rokok Eceran: Tidak Adil Bagi Pedagang Kecil

1 Agustus 2024 9:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Pansus Angket Haji 2024, Luluk Nur Hamidah, saat diwawancarai wartawan usai kampanye UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, di kawasan Bundaran HI, Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (21/7/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Pansus Angket Haji 2024, Luluk Nur Hamidah, saat diwawancarai wartawan usai kampanye UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, di kawasan Bundaran HI, Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (21/7/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi VI DPR RI dari PKB, Luluk Nur Hamidah, mengkritik kebijakan pemerintah yang melarang penjualan rokok ketengan. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak berpihak kepada rakyat kecil.
ADVERTISEMENT
“Kebijakan pelarangan penjualan rokok ketengan tidak berpihak pada wong cilik. Lagi-lagi pelaku usaha mikro yang menjadi korban,” kata Luluk dalam keterangannya, Kamis (1/8).
Kebijakan larangan penjualan rokok ketengan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang baru saja diteken Presiden Jokowi. PP itu merupakan aturan turunan Undang-undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Luluk memahami pengetatan aturan terkait rokok menyangkut urusan kesehatan masyarakat. Meski begitu, ia menilai kebijakan ini dapat berdampak kepada pelaku usaha kecil dan masyarakat dengan berpenghasilan rendah.
“Rokok ketengan ini hak pedagang asongan, pedagang kecil dan konsumen dari kelas bawah yang hanya punya kemampuan beli secara ketengan,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Tengah IV tersebut.
Dalam PP 28/2024, larangan penjualan rokok secara ketengan tercantum dalam Pasal 434 ayat 1 poin c.
ADVERTISEMENT
Aturan itu menegaskan penjualan rokok tidak lagi boleh diedarkan dalam kemasan 'kiddie pack' atau kurang dari 20 pcs kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
“Seharusnya pemerintah mempertimbangkan kebutuhan rakyat dengan perekonomian rendah seperti kuli bangunan, buruh kasar, dan kelompok masyarakat bawah lainnya,” ucap Luluk.
Ilustrasi penjualan rokok batangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menurut anggota DPR yang juga bertugas di Badan Legislasi itu, kebijakan pelarangan penjualan rokok ketengan akan sangat berpengaruh di tengah kelesuan konsumsi masyarakat saat ini. Luluk menilai seharusnya pemerintah mempertimbangkan kebutuhan ekonomi rakyat kecil dalam membuat kebijakan.
“Pelarangan ketengan sungguh sangat tidak peka dan tidak adil khususnya bagi pedagang kecil seperti asongan, starling, warung-warung kecil, dan konsumen kelas bawah,” ungkapnya.
Luluk menyoroti bagaimana rokok ketengan atau eceran sebenarnya juga mengakomodir masyarakat yang bukan perokok berat. Sebab mereka tidak membutuhkan membeli rokok dalam jumlah banyak.
ADVERTISEMENT
“Kalau memang kebutuhannya untuk menekan prevalensi perokok anak, hari ini yang terjadi anak-anak itu membeli rokok ilegal tanpa cukai karena harganya yang sangat murah. Mestinya ini yang diatasi, termasuk bentuk pengawasan secara sistematis,” papar Luluk.
Ilustrasi anak dan rokok Foto: AP/Armando Franca
Dibanding membuat larangan penjualan rokok yang berdampak pada industri tembakau, termasuk pelaku usaha mikro, Luluk menilai seharusnya pemerintah fokus pada pemberian pendalaman literasi bahaya rokok kepada anak.
“Saya merasa kebijakan pelarangan penjualan rokok eceran tidak akan efektif karena kalau dari hulu-nya saja tidak dibenahi, artinya ada kegagalan pada sistem pencegahan di bidang edukasi dan sosialisasi,” kata Luluk.
Luluk menganggap kebijakan baru pemerintah ini akan menambah masalah ekonomi kerakyatan baru yang hasil dari tujuan utamanya pun belum tentu dapat dicapai.
ADVERTISEMENT
“Saya berharap kebijakan larangan penjualan rokok ketengan bisa ditinjau ulang oleh pemerintah,” tutup Luluk.