news-card-video
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Polri hingga Kementerian PPPA Duduk Bersama, Bahas Hukum Kebiri Predator Anak

25 Maret 2025 20:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM KemHAM Nicholay Aprilindo saat dijumpai di kantornya, Selasa (25/3/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM KemHAM Nicholay Aprilindo saat dijumpai di kantornya, Selasa (25/3/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian HAM, Kementerian PPPA, dan Polri duduk bersama untuk membahas sanksi untuk pelaku kekerasan seksual kepada anak. Pembahasan tersebut menyinggung soal wacana hukuman kebiri bagi predator seksual.
ADVERTISEMENT
Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM KemHAM Nicholay Aprilindo mengatakan, pembahasan ini tercetus usai bermunculannya berbagai kasus kekerasan seksual kepada anak di Indonesia. Salah satu kasus yang disebut adalah pencabulan anak di bawah umur oleh eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widhyadarma Lukman Sumaatmaja.
Diskusi ini juga dihadiri oleh Wamen PPPA Veronica Tan dan Kasubdit I Ditipid PPA dan PPO Bareskrim Polri AKBP Rita Wulandari Wibowo. Mereka menilai kasus kekerasa seksual pada anak semakin memprihatinkan dari hari ke hari.
Wamen PPPA Veronica Tan saat dijumpai di kantor Kementerian HAM, Jaksel, Selasa (25/3/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
"Khususnya kasus yang baru-baru ini terjadi adalah yang menimpa kasus mantan Kapolres Ngada, seorang oknum perwira menengah Polri, dan juga kasus pencabulan ayah terhadap anaknya, yang di Bekasi, dan juga kasus pencabulan seorang oknum sekdis di Ambon terhadap anak di bawah umur juga, dan beberapa kasus lainnya," kata Nicholay di kantornya, Jaksel, Selasa (25/3).
ADVERTISEMENT
Mereka menilai pelanggaran-pelanggaran itu berangkat dari fenomena pedofilia yang dianggap marak terjadi di Indonesia. Mereka menilai, tindakan itu adalah bentuk kejahatan yang luar biasa.
"Hukum yang maksimal yang diberikan kemarin sudah ada memang PP ini (Nomor) 70 Tahun 2020 ya tentang kebiri, tapi bagaimana pelaksanaannya sehingga hukum inilah yang akan membuat adanya efek jera sebenarnya, kalau tidak pelakunya akan berlaku terus," ujar Veronica.
Kendati demikian tak dapat dipungkiri sulitnya memberikan hukuman tersebut karena dianggap tak jauh berbeda dengan pelaksanaan hukuman mati. Alhasil, sanksi itu tak serta merta mudah untuk diwujudkan.
Kasubdit I Ditipid PPA dan PPO Bareskrim Polri AKBP Rita Wulandari Wibowo saat dijumpai di Kementerian HAM, Jaksel, Selasa (25/3/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Oleh karenanya, mereka mendorong dengan 'mengetuk hati' para hakim, agar memiliki empati yang sama dengan orang tua korban. Harapannya agar mereka tidak menjatuhkan hukuman yang lebih ringan dari yang seharusnya kepada pelanggar.
ADVERTISEMENT
"Karena artinya kita sadari betul, bahwa tadi yang sudah disampaikan di awal, pelaku ini bisa melakukan perbuatan pidana berulang. Kenapa? Karena tidak tuntas penanganannya. Dia tidak hanya selesai dengan penjara, tapi perlu ada upaya untuk merehabilitasi, supaya dia pulih, dia menyadari kesalahannya, dan dia tidak kembali melakukan perbuatannya. Itu dari kami," jelas Rita.
Kepolisian sendiri mengaku telah menjeratkan pelaku kekerasan seksual kepada anak dengan pasal yang memberikan efek jera. Rita memberikan contoh kasus eks Kapolres Ngada.
"Saya hanya ingin menambahkan terkait dengan upaya pemberian deteren efek. Kami konsisten dalam penerapan pasal tadi. Kita menggunakan lex spesialis, karena ini terkait dengan anak dan juga kekerasan seksual, kita sudah punya undang-undang khusus. maka pemberatan diatur di dalam Pasal 15 Ayat 1 itu kami terapkan. Ada beberapa klausul di sana. Salah satunya adalah perlakuan itu dilakukan kepada anak, lebih dari satu orang, itu sudah kami gunakan semua di Pasal 15 Ayat 1," ujar AKBP Rita.
Ilustrasi kekerasan pada anak. Foto: MIA Studio/Shutterstock
Untuk itu, ketiga pihak sepakat bahwa upaya pengentasan masalah kekerasan seksual kepada anak harus menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya aparat penegak hukum dan lembaga pemerintah, melainkan melibatkan berbagai elemen-elemen yang ada di masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Kiranya kita semua, bukan hanya aparat penegak hukum, bukan hanya kejaksaan dan juga dari hakim di pengadilan. Tapi semua pihak karena kita sama-sama memahamkan diri bahwa kejahatan kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang luar biasa," tutup Rita.