Polri Ungkap Kasus Gas Oplosan di Karawang-Semarang, Negara Rugi Rp 5,6 M

5 Mei 2025 12:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers penyalahgunaan Gas LPG Subsidi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers penyalahgunaan Gas LPG Subsidi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Bareskrim Polri kembali mengungkap kasus pengoplosan gas LPG bersubsidi di Karawang dan Semarang. Akibat praktik ilegal ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 5,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin dalam konferensi pers di Mabes Polri, mengatakan, pengoplosan gas subsidi ini memberikan dampak langsung ke masyarakat kecil.
“Di mana di negara kita ini situasi masyarakat kecil kita masih sangat dominan dibanding yang berkecukupan. Sehingga jangan sampai lagi nanti terjadi atau paling tidak kita bisa meminimalisir adanya penyalahgunaan barang-barang bersubsidi,” ucapnya.
Dalam pengungkapan ini, Polri mengamankan total 4 tersangka. Ia kemudian mengukap modus yang dilakukan para tersangka di dua wilayah tersebut;

Kasus Karawang: Pangkalan Ikut Main

Konferensi pers penyalahgunaan Gas LPG Subsidi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Kasus pertama terjadi di Dusun Kerajan, Kelurahan Pasir Mukti, Kecamatan Telaga Sari, Kabupaten Karawang. Tersangka berinisial TN alias E menjalankan praktik penyuntikan gas langsung dari pangkalan resmi miliknya.
ADVERTISEMENT
Modusnya, gas dalam tabung subsidi dipindahkan ke tabung non-subsidi lalu diperjualbelikan. Proses ini bahkan dilakukan sejak dari pangkalan.
“Biasanya orang beli dari pangkalan baru disuntik atau dibindahkan ke tabung non-subsidi, nah ini pangkalan sendiri yang bermain,” ujar Nunung.
Di lokasi itu, tim menemukan kegiatan penyuntikan isi gas LPG 3 kilogram ke tabung 12 kilogram non-subsidi. Dari hasil penindakan, polisi menyita 386 tabung gas, 20 regulator modifikasi, 1 unit mobil pickup, dan sejumlah barang pendukung lainnya.
Tersangka TN diduga meraup keuntungan sekitar Rp 106 juta per bulan. Jika dihitung selama setahun, keuntungan mencapai Rp 1,27 miliar.

Kasus Semarang

Konferensi pers penyalahgunaan Gas LPG Subsidi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Sementara itu, pengungkapan kasus di Semarang dilakukan di sebuah gudang yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Budak Payung, Kecamatan Banyumanik. Tiga tersangka ditangkap: FZSW alias A (pemodal dan pemilik gudang), serta DS dan KKI (pelaku penyuntikan alias ‘dokter’).
ADVERTISEMENT
Gudang tersebut ternyata sudah dicabut izinnya sejak 2020, namun masih menampilkan plang izin untuk mengelabui masyarakat. Kegiatan penyuntikan dilakukan secara tersembunyi, berlangsung dari pukul 18.00 WIB hingga 03.00 WIB, dini hari.
“Tersangka penyuntik rata-rata bisa melakukan penyuntikan dalam satu hari mereka sebanyak 50 sampai dengan 60 tabung 12 kilo sehingga bila mereka bekerja berdua maka sehari bisa mengisi tabung 12 kilo sebanyak 100 sampai 120 kilo,” jelas Nunung.
Dari lokasi ini, tim menyita 4.109 tabung gas berbagai ukuran, termasuk 3.346 tabung ukuran 3 kilogram subsidi. Juga diamankan dua mobil pickup, satu truk, selang, timbangan, dan segel palsu.

Kerugian Negara Capai Rp 5,6 Miliar

Konferensi pers penyalahgunaan Gas LPG Subsidi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Hasil penyelidikan menunjukkan praktik penyuntikan gas ini sudah berjalan sejak November 2024. Dari Semarang saja, jumlah gas subsidi yang disalahgunakan mencapai 155.634 tabung. Dengan asumsi subsidi Rp 36 ribu per tabung, negara ditaksir merugi Rp 5,6 miliar.
ADVERTISEMENT
“Ini bukan keuntungan yang mereka peroleh, tapi kalkulasi kehilangan barang subsidi yang harusnya diterima masyarakat,” kata Nunung.
Belum diketahui kerugian negara yang diperkirakan terjadi di Karawang.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 ayat 9 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 60 miliar.