Populasi Penduduk di China pada 2022 Menurun untuk Pertama Kalinya Sejak 1960

17 Januari 2023 11:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Turis China Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Turis China Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Populasi penduduk negara terpadat di dunia, China, pada 2022 untuk pertama kalinya menurun secara drastis sejak tahun 1960.
ADVERTISEMENT
Penurunan populasi yang diakibatkan oleh krisis demografi ini menunjukkan, jumlah penduduk di negara itu berkurang hampir satu juta orang.
Informasi tersebut dihimpun oleh Biro Statistik Nasional China (National Bureau of Statistics of China/NBS) dan dirilis pada Selasa (17/1).
“Populasi mencapai sekitar 1.411.750.000 pada akhir tahun 2022 — penurunan 850.000 dari akhir tahun sebelumnya,” bunyi pernyataan NBS, seperti dikutip dari AFP.
“Jumlah kelahiran adalah 9,56 juta, sementara jumlah kematian adalah 10,41 juta,” imbuhnya.
Situasi ketika populasi di China mengalami penurunan drastis tercatat enam dekade lalu, ketika Beijing sedang berjuang melawan kelaparan terburuk yang disebabkan oleh kebijakan pertanian Ketua pertama Partai Komunis — Mao Zedong.
Kebijakan yang justru membawa malapetaka ini secara luas dikenal dengan istilah ‘Great Leap Forward’.
ADVERTISEMENT
Kemudian, sekitar era 1980-an hingga di era modern tahun 2015 Beijing menerapkan Kebijakan Satu Anak (One-child policy), di mana setiap keluarga hanya boleh memiliki satu anak saja. Bagi mereka yang melanggar, mereka dapat dijatuhi hukuman berupa denda, dipecat dari pekerjaannya, hingga aborsi paksa.
Sejumlah anak bermain di area latihan dekat Danau Houhai, Beijing, China. Foto: Tingshu Wang/REUTERS
Kala itu, pemerintah Partai Komunis khawatir, negara yang kini berpenduduk 1,4 miliar itu akan mengalami kelebihan populasi.
Namun, kebijakan itu justru mengakibatkan jumlah populasi di China kian menurun dan laju pertumbuhan ekonomi terancam terdampak imbas berkurangnya penduduk usia produktif.

Kebijakan Satu Anak Dicabut

Oleh karenanya, sejak 2016 China mulai mencabut Kebijakan Satu Anak dan pada 2021 mengizinkan setiap pasangan untuk memiliki tiga anak.
Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil dan gagal membalikkan penurunan demografi.
ADVERTISEMENT
Melonjaknya biaya hidup, meningkatnya jumlah wanita karier modern yang enggan memiliki banyak anak disebut-sebut sebagai penyebab mengapa kebijakan tersebut tidak berhasil.
Salah satu peneliti asal Victoria University di Australia, Xiujian Peng, menilai ada faktor utama lainnya yang menjadi pemicu.
“Orang-orang China juga mulai terbiasa dengan keluarga kecil karena kebijakan satu anak selama beberapa dekade,” jelas Xiujian.
Sejumlah anak bermain di area latihan dekat Danau Houhai, Beijing, China. Foto: Tingshu Wang/REUTERS
Sehubungan dengan itulah, sambung dia, maka pemerintah Beijing harus memikirkan upaya lain agar dapat penurunan populasi tidak semakin parah.
“Pemerintah China harus menemukan kebijakan yang efektif untuk mendorong kelahiran, jika tidak, kesuburan akan tergelincir lebih rendah lagi,” tutur Xiujian.
Sebenarnya, saat ini sudah banyak otoritas lokal yang meluncurkan berbagai langkah untuk mendorong pasangan di China memiliki lebih banyak anak. Dan langkah kebijakan itu berlaku berbeda-beda di setiap kota.
ADVERTISEMENT
Kota Shenzhen misalnya, otoritas setempat telah menawarkan bonus untuk ibu yang baru melahirkan dan tunjangan bagi anak yang dibayarkan hingga dia berusia tiga tahun.
Di kota terbesar di bagian selatan itu, setiap pasangan yang melahirkan bayi pertama mereka maka akan secara otomatis menerima dana bonus sebesar 3.000 yuan (Rp 6,7 juta) dan naik menjadi 10.000 yuan (Rp 22,4 juta) untuk bayi ketiga mereka.
Sementara itu, otoritas di Kota Jinan sejak 1 Januari 2023 akan memberikan tunjangan bulanan sebesar 600 yuan (Rp 1,3 juta) untuk setiap pasangan yang memiliki anak kedua.
***
Saksikan konten game changer kumparan mulai 18 Januari - 22 Maret 2023 di berbagai platform kumparan.