news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Positif COVID-19 dan Bingung soal Angka CT Value? Simak Penjelasan Ini

23 Juni 2021 15:29 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas di lab Nusantics. Foto: Dok: East Ventures
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas di lab Nusantics. Foto: Dok: East Ventures
ADVERTISEMENT
Selama pandemi COVID-19 berlangsung, istilah CT-Value akrab di telinga masyarakat dan berkaitan erat dengan hasil tes corona melalui RT-PCR. Hasil CT-Value atau nilai cycle threshold (CT) dikenal sebagai penentu apakah seorang terpapar COVID-19 atau tidak.
ADVERTISEMENT
Namun, masih banyak yang belum tahu betul apa sebenarnya CT-Value ini dan kaitannya dengan COVID-19. Lantas apa itu CT-Value?
Untuk menjawab hal ini, kumparan bertanya langsung kepada Konsultan Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi Prof. Aryati pada Rabu (23/6). Berikut penjelasan Aryati mengenai CT-Value:
Pengertian CT-Value
Sebelum menjelaskan CT-Value, Aryati menerangkan terlebih dahulu soal Nucleic Acid Amplification Test (NAAT). Ia menjelaskan, NAAT adalah pemeriksaan berbasis amplifikasi asam nukleat untuk mendeteksi dan mengidentifikasi materi genetik RNA virus SARS-CoV-2.
Petugas medis melakukan tes usap COVID-19 secara lantatur atau layanan tanpa turun di Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium, Cilandak, Jakarta, Senin (4/1/2021). Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO
"Nah cara pemeriksaan NAAT ini macam-macam. Ada Transcription Mediated Amplification (TMA), Nicking Endonuclease Amplification Reaction (NEAR), sampai si RT-PCR, Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction," kata dia.
Sementara itu, CT-Value adalah perkiraan jumlah DNA virus. CT-Value adalah hasil yang dapat dilihat dari NAAT dengan metode RT-PCR.
ADVERTISEMENT
"Semakin rendah nilai CT, maka semakin tinggi jumlah DNA virus. Semakin tinggi nilai CT, maka semakin rendah jumlah DNA virus. [Tetapi] enggak semua RT-PCR bisa langsung nunjukin CT-Value. Harus yang Real Time RT-PCR (qRT-PCR)," jelas Aryati.
CT-Value Tiap Alat Tes RT-PCR Tak Sama, Tak Ada Angka Pasti untuk Menentukan Baik atau Buruk
Lebih lanjut, faktanya tidak ada angka CT-Value yang bisa dijadikan ukuran apakah seseorang memiliki nilai CT yang buruk atau baik. Sebab, tiap jenis alat tes RT-PCR punya angka CT-Value yang berbeda.
Petugas mendorong tabung oksigen saat menyiapkan ruangan perawatan pada Tower 8 Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Pademangan, Jakarta, Selasa (15/6). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
"Alat tes RT-PCR-nya beda-beda misalnya Abbott, GeneXpert, Sansure itu maksimalnya berapa. Misalnya Abott 31,5, Coyote 27, GenXpert 45, Sansure 40. Nah apakah misalnya CT-Value 25, ini sama di RT-PCR yang 27,5, 31,5 atau 40 itu? Tidak," papar Aryati.
ADVERTISEMENT
"Jadi salah besar kalau mengatakan misalnya di bawah 25 itu buruk, di atas 25 itu baik. Enggak. Karena ya tadi setiap alat tes PCR beda-beda. Jadi sesuai alatnya. Batas tinggi dan rendahnya ya sesuai tadi maksimal itu," imbuh dia.
Pada alat RT-PCR yang maksimalnya 40, rata-rata kultur positif terjadi saat CT-Value di angka 13-17. Pada angka CT-Value 33, positivitas kultur menurun hingga 12 persen. Sehingga pada CT di atas 34, biasanya tidak ada kultur positif pada RT-PCR atau negatif.
CT-Value Dipengaruhi Faktor Pra Analitik dan Analitik
Nilai CT berkorelasi dengan jumlah materi genetik virus dalam spesimen. Namun membutuhkan pertimbangan komprehensif terkait faktor pra-analitik dan analitik.
"Hasil PCR itu dapat dipengaruhi oleh faktor pra analitik. Mulai dari teknik pengambilan sampel, kualitas sampel, waktu pengambilan sampel, jenis spesimen, pengumpulan dan penyimpanan spesimen," tutur Aryati.
Partikel virus SARS-CoV-2. Foto: NIAID Integrated Research Facility (IRF) via REUTERS
Adapun faktor analitiknya, seperti proses pengerjaan sampel, perbedaan reagen dan target gen. Selain itu juga metode dan teknologi antar laboratorium, ketepatan ekstraksi, spesifisitas reagen, variasi nilai CT untuk setiap alat atau reagen.
ADVERTISEMENT
"Sehingga nilai CT tidak direkomendasikan sebagai satu-satunya dasar untuk menilai tingkat infeksius individu, penentuan risiko penularan maupun untuk penetapan selesainya masa karantina/isolasi individu," kata Aryati yang juga dituangkan dia dalam Panduan Tata Laksana Pemeriksaan NAAT.
"Pelaporan nilai CT untuk menilai perjalanan infeksi membutuhkan pertimbangan dokter penanggung jawab laboratorium/pemeriksaan dan dokter penanggung jawab pasien," lanjut dia.
CT-Value di Bawah 25 Sebagai Panduan WGS Ada Syaratnya
Sementara itu, CT-Value di bawah 25 kini kerap menjadi dasar pengambilan sampel pasien COVID-19 untuk melakukan Whole Genome Sequencing (WGS) guna menemukan varian baru.
Salah satunya dilakukan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak. Ia berupaya melakukan WGS pada kasus-kasus dengan CT-Value yang dinilai rendah, yakni di bawah 25.
ADVERTISEMENT
"Tapi kita bisa melakukan upaya untuk memonitor apakah kasus sudah melandai atau turun. Nah khusus untuk yang CT-nya di bawah 25, kita lakukan sequencing karena kita khawatir itu jadi varian-varian baru yang masuk ke wilayah kita," jelas Emil dalam diskusi secara virtual, Kamis (17/6).
Tetapi, Aryati menegaskan kembali bahwa nilai CT pada alat tes RT-PCR berbeda-beda. Sehingga nilai CT di bawah 25 belum tentu rendah atau buruk.
"Memang menurut WHO ada syarat melakukan WGS dengan CT-Value di bawah 25. Karena kalau di bawah 25 itu virusnya banyak sehingga bisa dibentangkan untuk memetakan mutasi," jelas Aryati.
"Tapi yang harus jadi catatan, kalau maksimal RT-PCR-nya itu 40. Itu yang kadang suka nggak sampai, termasuk juga ke pemerintah. Kalau misalnya alatnya yang 27 tadi ya beda lagi," pungkas dia.
ADVERTISEMENT