Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Potensi Penerimaan Land Value Capture Pembangunan TOD MRT Fase 1 & 2: Rp 62,7 T
25 Maret 2023 7:47 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Selain mengurangi kemacetan dan polusi Ibu Kota, pembangunan kawasan Transit Oriented Development (TOD) di sekitar stasiun MRT Jakarta fase 1 dan 2 berpotensi memberikan keuntungan hingga Rp 62,7 triliun jika ditinjau dari produk Land Value Capture tahun 2023 hingga 2069.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan pembangunan rute MRT berdampak pada peningkatan nilai tambah di sepanjang jalurnya. Salah satu dampak yang paling signifikan adalah kenaikan nilai lahan dan properti atau value capture di sekitar rute yang dilalui MRT.
“Jadi dengan adanya penambahan nilai kawasan di dalam (kawasan) TOD bisa mendorong regenerasi ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi di dalam kawasan ini sendiri bertambah,” kata Kepala Departemen TOD Planning & Development PT MRT Jakarta Sagita Devi di Taman Literasi Tiahahu, Jakarta Selatan, Jumat (24/3).
Hingga tahun 2022, totalnya ada 4 kawasan TOD yang dikembangkan oleh MRT, yaitu Transit Plaza HUB Point Square, Simpang Temu Lebak Bulus, Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, dan integrasi hunian TOD.
Adapula 11 pembangunan infrastruktur yang masih berjalan seperti penataan taman, lahan park and ride, dan plaza transit di beberapa kawasan.
ADVERTISEMENT
Totalnya ada sekitar Rp 1,5 triliun yang diinvestasikan di sepanjang tahun 2022 untuk meningkatkan infrastruktur kawasan TOD oleh MRT, Pemprov DKI Jakarta dan pihak pengembang.
Investasi inilah yang kemudian menciptakan peningkatan pajak dan lapangan kerja yang memberikan dampak positif terhadap produktivitas ekonomi di kawasan TOD.
Contohnya kawasan TOD Dukuh Atas. Di kawasan tersebut stasiun MRT juga terintegrasi dengan stasiun commuter line Sudirman, kereta bandara, halte Transjakarta, dan beberapa gedung perkantoran.
Dengan pertemuan antar moda transportasi umum di kawasan tersebut membuat pergerakan masyarakat di kawasan tersebut semakin tinggi. Tentunya pergerakan masyarakat yang tinggi harus berbanding lurus dengan pembangunan sarana dan prasarana lainnya.
Kawasan tersebut pun semakin produktif dan memancing pihak pengembang untuk berinvestasi membangun kawasan. MRT memfasilitasi itu dengan membangun Plaza Transit Dukuh Atas hingga pelebaran trotoar di kawasan Sudirman-Thamrin.
ADVERTISEMENT
“Di situ (kawasan Dukuh Atas) kita lakukan potensi sehingga intensitas kawasannya semakin tinggi, potensi kegiatan makin ke arah mix used development (kawasan pengembang) dan potensi peningkatan infrastrukturnya dengan koneksi terintegrasi antara satu dengan sarana lain,” terang Sagita.
Dengan mekanisme land value capture berbasis pembangunan infrastruktur yang dikembangkan oleh pemerintah ini, pihak swasta dan MRT Jakarta akan membuat kawasan TOD yang masih parsial ini bisa terus berkembang secara mandiri.
“Peningkatan nilai ini harus ditangkap untuk meningkatkan daya dukung kawasan sehingga tercipta kawasan mandiri dan keberlanjutan,” ungkapnya.
Mekanisme Land Value Capture
Dikutip dari laman PKBU Kemenkeu, terdapat dua mekanisme Land Value Capture (LVC). Pertama, berbasis pajak dan biaya. Kedua, berbasis pembangunan.
Mekanisme pertama, dapat diartikan sebagai tangkapan manfaat atau dampak positif terhadap produktivitas ekonomi (peningkatan pendapatan pajak, imbal hasil, terciptanya lapangan kerja, dan lain-lain). Peningkatan pajak (pendapatan pajak dan wajib pajak) dapat diasumsikan diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tercipta oleh value creation, misalnya dengan pembangunan kota yang terintegrasi dengan pembangunan infrastruktur transportasi umum akan meningkatkan nilai tanah pada area tersebut yang mana akan meningkatkan pajak properti.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, peningkatan pendapatan dari pajak properti dapat dilakukan melalui pemutakhiran nilai properti dan meningkatkan konektivitas sistem transit untuk memungkinkan urbanisasi sehingga meningkatkan volume penerimaan pajak.
Sementara mekanisme kedua, di satu sisi pemerintah menerapkan mekanisme berbasis pajak dan retribusi, sektor swasta dapat mengambil manfaat dari penerapan mekanisme yang berbasis pada pembangunan. Pada LVC berbasis pembangunan, investor swasta secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam proses pembangunan pada lahan yang akan dikembangkan.
Dalam mekanisme berbasis pembangunan, pemerintah terkendala pada pembiayaan seperti halnya bagaimana pemerintah dapat menanggung biaya modal awal pada aset infrastruktur. Oleh karena itu terdapat opsi pembiayaan pada konteks value capture yaitu pinjaman pemerintah atau pembiayaan dari sektor swasta yang pada akhirnya harus dikembalikan.
ADVERTISEMENT
Pada mekanisme tersebut, pemerintah bersama pemilik tanah, swasta dan pihak terkait akan berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan nilai lahan demi terciptanya produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, serta potensi imbal balik yang baik bagi swasta/pemilik lahan.
Dengan mekanisme itu, pembangunan TOD MRT fase 1 & 2 berpotensi menimbulkan menerimaan LVC hingga Rp 62,7 triliun dalam kurun waktu tahun 2023 hingga 2069.