Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
PP Perlindungan ABK Sudah Diusulkan, Tapi Ada Tarik Menarik Hubla dan Kemenaker
14 Februari 2022 17:17 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI ) yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) hingga saat ini masih belum maksimal. Hal ini semakin disorot ketika belasan ABK asal Indonesia di kapal ikan berbendera China Long Xing 629 mengalami perbudakan, yang berujung kematian empat ABK dan tiga di antaranya dilarung ke laut.
ADVERTISEMENT
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengungkapkan, pihaknya selama 2021 menangani pengaduan dan kepulangan PMI ABK atau PMI sea based sebanyak 2.070 orang. Rinciannya 607 pelaut awak kapal dan 1.463 pelaut perikanan yang difasilitasi pengaduan dan kepulangannya hingga Desember 2021.
Benny kemudian menyoroti perlindungan PMI ABK yang masih belum maksimal. Ia pun mengungkapkan, masalah perlindungan ABK dalam praktiknya di lapangan kurang adil karena pihak yang mengeluarkan izin untuk sektor perikanan adalah Departemen Hubungan Laut (Hubla), namun jika ada masalah di lapangan, penanganannya dilimpahkan ke BP2MI.
"Insyaallah kita sudah punya rancangan terkait PP yang ini juga mungkin kami mohon dukungan Bapak Ibu agar PP yang sudah lama di meja Presiden ini segera ditandatangani. Karena info yang kami terima kenapa belum ditandatangani karena masih ada tarik menarik antara Hubla dan Kemnaker," kata Benny dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/2).
ADVERTISEMENT
Sebagaimana diketahui, BP2MI mengusulkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penempatan dan Perlindungan ABK Pelaut Niaga dan Perikanan ke Presiden Jokowi. Sebab dalam Pasal 64 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran, disebut bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan perlindungan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan diatur dalam PP.
"Kami ada posisi di Kemnaker agar PP tersebut dapat segera ditandatangani agar masalah penanganan ABK satu pintu melalui [Kementerian] Ketenagakerjaan," lanjutnya.
Namun, masalah selanjutnya muncul karena Hubla meminta masa pemberlakuan PP tersebut dua tahun setelah ditandatangani. Benny mengaku tidak memahami mengapa Hubla meminta masa pemberlakuan PP harus berjarak dua tahun setelah ditandatangani.
"Tapi Hubla menuntut agar sekalipun PP ditandatangani, tapi masa pemberlakuannya adalah 2 tahun kemudian. Saya tidak mengerti juga ada maksud apa dari upaya untuk 2 tahun pemberlakuan setelah ditandatangani," pungkasnya.
ADVERTISEMENT