PP Soal Dewas Semakin Meneguhkan 'Tangan' Presiden di KPK

27 Januari 2020 16:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Pukat UGM, Oce Madril. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Pukat UGM, Oce Madril. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
ADVERTISEMENT
Isinya memperlihatkan kewenangan Presiden sangat kuat dalam menentukan Dewas KPK.
Bagaimana tidak, dalam PP yang disahkan tanggal 16 Januari 2020 itu, pemilihan Dewas disebut melalui panitia seleksi (pansel). Pansel akan memilih 10 orang yang nantinya menjadi calon pengisi posisi Dewas KPK.
Namun demikian, pada akhirnya, hasil dari seleksi pansel akan ditentukan oleh Presiden Jokowi juga. Presiden menentukan siapa lima dari 10 nama terpilih itu yang nantinya benar-benar mengisi posisi Dewas.
Mengenai hal itu, Direktur Pukat UGM Oce Madril mengatakan PP mengenai Dewas ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dalam UU itu, menurut Oce, tersirat akan kuatnya campur tangan presiden dalam tubuh KPK.
"Ini kan sebenarnya masalahnya ada di UU, ya, bukan di PP-nya, sistem seperti ini diciptakan oleh UU bahwa KPK ke depan akan rentan dikuasai oleh tangan presiden, tidak hanya Dewas, tapi juga pimpinan KPK-nya," kata Oce, Senin (27/1).
ADVERTISEMENT
Oce menjelaskan, dalam pemilihan Dewas tersebut, pansel hanya akan memilih calon saja yang nantinya ditentukan oleh presiden. Dalam prosesnya, memang harus ada laporan ke DPR, namun sifatnya hanya konsultasi, bukan menentukan.
"(Pemilihan Dewas) di DPR pun sifatnya hanya konsultasi, konsultasi itu tidak mengikat jadi secara sederhana bisa dikatakan semua bisa ditentukan oleh presiden. Itulah sistem yang diciptakan oleh UU sebenarnya. Yang diulang lagi dalam PP," kata dia.
"Jadi sebenarnya pada dasarnya untuk Dewas katakanlah kadar kekuasaan presiden 100 persen," ujar dia.
Presiden Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (ketiga kanan) di Istana Negara. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Kewenangan Dewas yang sangat besar menjadi pertanyaan sejumlah pihak. Kewenangan itu tertuang dalam Pasal 37A UU KPK:
(1) Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a.
ADVERTISEMENT
(2) Anggota Dewan Pengawas berjumlah 5 (lima) orang.
(3) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Masih merujuk UU, Dewas memiliki sejumlah tugas. Dewas berhak mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK; memberi izin atau tidak terhadap penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan KPK; menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK; menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik pimpinan dan pegawai KPK.
Dewas juga berwenang menyelenggarakan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik pimpinan dan pegawai KPK; serta mengevaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala 1 kali dalam 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Aturan ini menjadikan kewenangan Dewas begitu besar di KPK. Mereka bisa masuk ke dalam teknis penanganan perkara, baik itu penyadapan, penyitaan, maupun penggeledahan.
Sebagai perbandingan, dalam memilih pimpinan KPK periode saat ini, pansel yang merupakan kepanjangan tangan Presiden menentukan 10 orang, sementara lima pimpinan terpilih akan dipilih DPR melalui mekanisme fit and proper test.
Oce mengatakan, kewenangan Presiden dalam menentukan Dewas adalah 100 persen, sementara dalam menentukan pimpinan KPK adalah 80 persen.
"Untuk pimpinan (KPK) bisa dikatakan 80 persen. Jadi sama saja sebenarnya Presiden sangat menentukan untuk Dewas bisa dikatakan besar, kekuasaan ke pimpinan juga sama," ujarnya.
"Akhirnya bisa dimaknai begitu bahwa Presiden hendak mengendalikan KPK. KPK ditempatkan di bawah kendali Presiden. Padahal harusnya tidak demikian, KPK harus dijaga independensinya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT