PPATK: 92 Rekening Terkait FPI Otomatis Terbuka Jika Polri Tak Lanjutkan Blokir

25 Maret 2021 18:45 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengendara motor melintasi papan sekretariat DPP Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pengendara motor melintasi papan sekretariat DPP Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kasus pembekuan atau pemblokiran 92 rekening FPI beserta afiliasinya dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara PPATK dengan Komisi III DPR pada Rabu (24/3) kemarin.
ADVERTISEMENT
Diketahui PPATK telah menyerahkan hasil analisis dan pemeriksaan 92 rekening tersebut ke Bareskrim Polri pada akhir Januari. Saat itu, PPATK menyebut berdasarkan hasil koordinasi dengan Polri, terdapat beberapa rekening yang diduga ada pelanggaran hukum.
Adapun saat RDP, terdapat 2 anggota Komisi III DPR yang mempertanyakan pengumuman hingga pemblokiran rekening FPI dan afiliasinya itu. Keduanya yakni Arsul Sani dan Habiburokhman.
Wakil Ketua MPR Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan. Foto: Paulina Herasmarindar/kumparan

Pengumuman Pemblokiran Dipertanyakan

Arsul mempertanyakan begitu semangatnya Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, mengumumkan pemblokiran rekening terkait FPI. Ia tak melihat hal serupa pada kasus ASABRI maupun Jiwasraya.
Arsul berharap jangan sampai semangatnya PPATK lantaran FPI berseberangan dengan pemerintah dalam segi politik.
"Saya tidak tahu persis apakah ini kewajiban hukum atau karena ikut-ikutan saja karena FPI, kelompok katakanlah secara positioning politik berseberangan dengan pemerintah, maka PPATK sebagai bagian rumpun kekuasaan juga merasa perlu ikut-ikutan untuk disclose mengenai FPI. Padahal pada kasus Jiwasraya, ASABRI, PPATK tidak melakukan hal yang sama, ini jadi concern kami," ucap Arsul.
ADVERTISEMENT
Arsul kemudian merujuk UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Berdasarkan UU tersebut, kata Arsul, PPATK hanya dapat mengumumkan mengenai sanksi administratif terhadap penyedia jasa keuangan yang tidak menyampaikan laporan transaksi mencurigakan.
Petugas membongkar atribut-atribut saat melakukan penutupan markas DPP Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
"Kalau terkait pemblokiran yang saya pahami UU TPPU tidak memuat ketentuan yang memandatkan PPATK untuk mengumumkan pemblokiran rekening ke publik. Berita acara pemblokiran yang dilakukan penyedia jasa keuangan hanya disampaikan ke PPATK, penyidik, jaksa, hakim, dan/atau pihak yang diblokir," ucapnya.
Sementara pihak yang berwenang mengumumkan pemblokiran, kata Arsul, merujuk UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, merupakan wewenang PN Jakpus.
"Kami ingin clear bahwa siapa pun, apa pun posisi hukuman seseorang atau kelompok masyarakat posisi politik terhadap pemerintah menurut saya tidak boleh terjadi unequal treatment," kata politikus PPP itu.
Anggota DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman dalam diskusi “Evaluasi Publik dan Isu-isu Nasional Dalam 100 Hari Jokowi-Amin”. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Minta Blokir Rekening Terkait FPI Dibuka

Kritik serupa juga disampaikan Habiburokhman. Politikus Gerindra itu mempertanyakan relevansi pemblokiran rekening terkait FPI dihubungkan dengan objek TPPU yakni rekening yang diduga hasil tindak pidana.
ADVERTISEMENT
"Karena informasi yang saya serap itu ada rekening pribadi-pribadi, orang, keluarga yang sama sekali enggak ada hubungannya dengan organisasi itu. Ada menantu, anak, dan kalau kita baca UU Ormas juga yang dibekukan bukan berarti dana ormas otomatis jadi hasil kejahatan, enggak ada ketentuan itu," katanya.
Ia pun meminta PPATK segera membuka rekening terkait FPI. Sebab berdasarkan pernyataan Polri pada 5 Maret, kata Habiburokhman, belum ditemukan ada unsur pidana dari rekening FPI yang diblokir.
"Saya pikir kalau memang enggak ada (unsur pidana), ini sudah beberapa bulan, ya, dibuka saja. Karena itu rekening pribadi, menyangkut kebutuhan pribadi orang-orang tersebut, kasihan sekali," ucapnya.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae. Foto: Dok. PPATK

Penjelasan PPATK

Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, kemudian memberi penjelasan mengenai pemblokiran tersebut. Ediana menyatakan, pengumuman pemblokiran dilakukan demi memberi penjelasan ke publik mengenai sebenarnya apa yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Sebab sebelumnya terlebih dahulu ada reaksi dari pihak FPI yang kemudian menjadi perbincangan di media sosial, sehingga menimbulkan kekacauan dan kebingungan.
"Memblokir rekening apakah terkait pendanaan terorisme atau tindak pidana kejahatan lain itu sudah biasa. Cuma selama ini tidak pernah ada reaksi dari yang diblokir. Tetapi karena ini di-blow up di medsos, timbul kekacauan, confuse. Kami akhirnya memutuskan untuk mengedukasi publik, kami harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi," kata Ediana.
"Tapi kami intinya tidak sedikit pun menguraikan substansinya, yang kami sebut hanya angka rekening (yang diblokir). Kami tidak disclose jumlah uang, kepada siapa ditransfer," lanjutnya.
Seorang pria melintasi sekretariat DPP Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

Blokir Otomatis Terbuka Jika Tak Dilanjutkan Polri

Ia menegaskan kini kelanjutan pemblokiran sepenuhnya berada di tangan Polri. Sebab PPATK sudah menyerahkan seluruh hasil analisis dan pemeriksaan terkait rekening yang diblokir sejak awal Februari lalu.
ADVERTISEMENT
Ediana kemudian memberikan keterangan tambahan mengenai pemblokiran rekening FPI pada Kamis (25/3) ini. Ia menyebut pemblokiran dilakukan karena ada keputusan bersama pimpinan kementerian/lembaga mengenai pembubaran dan pelarangan kegiatan FPI.
Ediana menjelaskan, pemblokiran rekening terkait FPI otomatis berakhir jika Polri tak melanjutkan pemblokiran.
"Setelah menerima informasi dari PPATK, Kepolisian berhak melakukan pemblokiran lanjutan atau tidak melakukan pemblokiran. Dalam hal Kepolisian tidak melakukan pemblokiran lanjutan tentu saja rekening yang diblokir terbuka dengan sendirinya, karena proses 20 hari di PPATK sudah selesai," jelasnya.
Aturan yang dimaksud Ediana tercantum dalam Pasal 67 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Berikut bunyinya:
Pasal 67
(1) Dalam hal tidak ada orang dan/atau pihak ketiga yang mengajukan keberatan dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak tanggal penghentian sementara Transaksi, PPATK menyerahkan penanganan Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan.
ADVERTISEMENT
(2) Dalam hal yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tidak ditemukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk memutuskan Harta Kekayaan tersebut sebagai aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak.
(3) Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memutus dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.