PPATK: Dana Diterima ACT Tak Langsung Disalurkan, Tapi Dikelola Bisnis Dulu

6 Juli 2022 16:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
Pelantikan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Pelantikan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
PPATK membeberkan pengelolaan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Ternyata, dana donasi yang diterima ACT tidak langsung disalurkan kepada pihak yang berhak, tetapi diputar dalam bisnis yang diduga terafiliasi dengan pendiri ACT.
ADVERTISEMENT
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengungkap, dana yang masuk dan keluar ke ACT sekitar Rp 1 triliun dalam satu tahun. PPATK pun kemudian mendalami perputaran uang tersebut.
"PPATK juga mendalami terkait dengan bagaimana struktur entitas tadi kepemilikan yayasan. Kemudian bagaimana mengelola pendanaan segala macam memang PPATK melihat bahwa entitas yang kita lagi bicarakan itu terkait dengan kegiatan usaha yang langsung dimiliki pendirinya," kata Ivan dalam konferensi pers, Rabu (6/7).
"Ada beberapa PT (perusahaan) di situ yang dimiliki pendirinya. Dan pendirinya termasuk yang berafiliasi di situ. Satu pengurus gitu ya. Kemudian ada yayasan lain tidak hanya terkait zakat, tapi terkait kurban dan wakaf," sambung dia.
Ivan mengatakan, terkait transaksi yang ditelusuri pihaknya, diduga ada juga dana yang masuk ke ACT digunakan pengurus untuk dikelola bisnis. Bahkan bisnis tersebut mendapatkan keuntungan.
ADVERTISEMENT
"Terkait entitas yang dimiliki pengurus tadi ya, kita duga ini merupakan transaksi yang dikelola bussiness to bussiness, jadi tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan, tapi dikelola dulu dalam bisnis tertentu, di situ ada revenue, keuntungan. Dan PPATK terus lakukan penelitian," ucap dia.
Ivan pun mencontohkan satu bisnis yang diduga menggunakan uang yang diterima pihak ACT. Ada satu perusahaan yang dalam dua tahun melakukan transaksi dengan yayasan ACT lebih dari Rp 30 miliar. Ternyata pemilik perusahaan itu adalah orang yang juga terafiliasi dengan ACT atau pendirinya. Namun PPATK tak membeberkan perusahaan yang dimaksud.
Konferensi pers Aksi Cepat Tanggap (ACT) terkait penindasan terhadap Etnis Uighur di Cina. Foto: Luthfan Darmawan/kumparan
Di sisi lain, Ivan mengungkapkan PPATK melakukan analisis terhadap keuangan ACT berdasarkan kewenangan yang dimiliki. Yakni UU Nomor 8 Tahun 2010 dan Perpres 50 Tahun 2011 tentang penelusuran atas transaksi keuangan yang dilaporkan kepada PPATK.
ADVERTISEMENT
Dia pun berharap dana yang dikumpulkan sebuah lembaga bisa dikelola dengan akuntabel.
"Itu harus dikelola dan dilakukan dengan akuntabel sebenarnya. Aturan sudah jelas. Kita punya perpres 18 tahun 2017 yang pada intinya meminta setiap ormas melakukan kegiatan perhimpunan dan penyaluran sumbangan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan menerapkan know your donor," ucapnya.
"Jadi paham dan tahu siapa yang berikan sumbangan. kemudian mengenali penerima. Jadi kalau mau menyumbang itu siapa yang mau disumbang harus tahu. Dan melakukan pencatatan yang akuntabel mengenai penerimaan bantuan kemanusiaan tersebut," pungkas dia.
Sementara, pihak ACT belum memberikan tanggapan soal temuan PPATK tersebut.