PPP: Pelonggaran Transportasi Berpotensi Picu Corona Gelombang II

8 Mei 2020 10:43 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas gabungan mengatur lalu lintas kendaraan dari luar kota saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Pasteur, Bandung, Jawa Barat, Foto: Antara/Agung Rajasa
zoom-in-whitePerbesar
Petugas gabungan mengatur lalu lintas kendaraan dari luar kota saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Pasteur, Bandung, Jawa Barat, Foto: Antara/Agung Rajasa
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah resmi membolehkan kembali penggunaan transportasi darat laut maupun udara dengan syarat. Kebijakan ini dinilai cermin ketidaktegasan pemerintah dalam menangani corona.
ADVERTISEMENT
Wasekjen DPP PPP, Achmad Baidowi (Awiek), menilai pengalaman yang terjadi di lapangan tingkat kesadaran masyarakat untuk aktif melapor terkait COVID-19 akan menyulitkan deteksi penyebaran.
"Maka, dengan adanya kelonggaran akses transportasi ini, harus diwaspadai gelombang II penyebaran virus COVID-19. Jika ini terjadi, maka pemerintah yang paling disalahkan, bukan masyarakatnya," kata Awiek kepada wartawan, Jumat (8/5).
Politisi PPP, Achmad Baidowi, pada saat mengisi acara diskusi dengan tema 'Potensi Golput di Pemilu 2019' di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (18/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Awiek menganggap dalih Menhub bahwa tidak ada perubahan soal aturan mudik hanya penjabaran aturan, hanyalah retorika belaka. Sebab, menurut Awiek, substansinya sama bahwa perjalanan orang diperbolehkan.
Bagi Awiek, pelaksanaan yang berubah-ubah tersebut membuat masyarakat bingung dan terkesan bukti ketidaktegasan dalam menerapkan sejumlah aturan.
"Diperbolehkannya perjalanan ataupun transportasi baik udara, laut, dan udara mengangkut orang, jelas membuat pelaksanaan PSBB di sejumlah daerah menjadi tidak maksimal," ujar Sekretaris Fraksi PPP itu.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Wakil Ketua Baleg DPR itu menyebut, dengan kembalinya mobilitas warga dari satu kota ke kota lain, membuat imbauan physical distancing (jaga jarak) maupun social distancing yang dilakukan selama ini menjadi tak terlalu bermakna.
Awiek mengingatkan pemerintah bahwa kasus positif COVID-19 pertama di Indonesia akibat masuknya virus yang dibawa oleh WNA yang tidak terdeteksi di Bandara.
"Kalaupun ada pemeriksaan kesehatan bagi penumpang sebelum berangkat, bukankah masa inkubasi COVID-19 itu selama 14 hari. Mengingat kejadian pertama kali masuknya virus tersebut ke Indonesia dari seorang WNA yang sama sekali tidak terdeteksi di bandara. Ini harus menjadi pembelajaran. Terlebih perjalanan darat yang kontrol pemeriksaannya sedikit longgar," tandas Awiek.
Dalam Surat Edaran (SE) Gugus Tugas No 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19, diatur kriteria pengecualian untuk mereka yang boleh bepergian, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Orang yang bekerja pada lembaga pemerintahan atau swasta yang pekerjaannya terkait penanganan COVID-19, pertahanan dan keamanan, layanan kesehatan, kebutuhan dasar, pendukung layanan dasar, pelayanan fungsi ekonomi.
2. Pasien yang membutuhkan layanan kesehatan darurat atau jika keluarga intinya meninggal atau sakit keras.
3. Repatriasi pekerja migran Indonesia (PMI), WNI, dan pelajar atau mahasiswa di luar negeri yang hendak kembali ke Indonesia.
Tiga kriteria itu tetap harus memenuhi persyaratan mulai dari surat tugas dari atasan, surat keterangan sehat, hingga surat keterangan negatif corona.
--------------------------
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.