PPP soal Perpanjangan Izin FPI: Mendagri Jangan Apriori

29 November 2019 12:48 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Politisi PPP, Achmad Baidowi, pada saat mengisi acara diskusi dengan tema 'Potensi Golput di Pemilu 2019' di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (18/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Politisi PPP, Achmad Baidowi, pada saat mengisi acara diskusi dengan tema 'Potensi Golput di Pemilu 2019' di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (18/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Perpanjangan izin FPI masih menggantung. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian masih mengkaji AD/ART FPI yang menyertakan kata 'khilafah islamiah' di dalamnya. Sementara Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan FPI telah berkomitmen setia pada Pancasila dan rekomendasi telah diberikan.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, Wasekjen PPP Achmad Baidowi menyoroti pernyataan Tito. Ia mengimbau Tito untuk meminta penjelasan terlebih dahulu kepada FPI soal kata 'khilafah islamiah' yang ada dalam AD/ART sebelum memberikan perpanjangan izin.
"Jadi sebaiknya jangan apriori (beranggapan). Mendagri jangan apriori terlebih dahulu, apalagi Menag sudah memberi legacy bahwa FPI itu sangat pancasilais. Dan antar kedua lembaga ini baik Kemendagri maupun Kemenag harus bersinergi, harus berkoordinasi satu sama lain supaya tidak terjadi perdebatan di publik," kata Baidowi di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Jumat (29/11).
Anggota FPI saat mendemo Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta pada 10 November 2014. Foto: AFP/ADEK BERRY
Menurutnya, bisa jadi kata yang dipersoalkan Tito memiliki arti yang berbeda. Ia berpendapat jika khilafah yang dipertanyakan Tito untuk diimplementasikan hanya sebatas dalam kehidupan di masyarakat, maka sah saja.
ADVERTISEMENT
"Supaya enggak multitafsir, kata itu harus dijelaskan apa yang dimaksud dengan khilafah dalam visi misi FPI itu. Kalau khilafah dalam bentuk negara enggak boleh, tapi kalau khilafah impelentasi sebagai dia umat Islam menjalankan perintah agama, boleh," jelasnya.
Dia memberikan contoh, misalnya aturan yang bersifat islamiah seperti bank syariah dan produk halal tak masalah masuk di keseharian masyarakat.
"Kayak perbankan syariah kan penggunanya umat muslim. Kalau non muslim kan enggak mungkin atau enggak perlu menggunakan sistem perbankan tersebut. Atau jaminan produk halal dan itu hanya berlaku bagi jaminan umat Islam di Indonesia maupun umat Islam yang berkunjung ke Indonesia. Soal umat non muslim enggak menggunakan UU itu, ya why not, enggak ada masalah," lanjutnya.
Mendagri Tito Karnavian (tengah) saat rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Jakarta, Selasa (26/11/2019). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Dia juga meminta agar Kemendagri dan Kemenag tak berdebat di muka publik. Dia berharap agar persoalan semacam ini dapat diselesaikan di lapis pemerintahan dan menyuarakan satu keputusan di depan publik.
ADVERTISEMENT
"Kabinet ini harus berdebatnya di dalam, jangan berbeda pendapat di luar. Ini kan sudah mulai nih, Mendagri begini, Menag begini meskipun itu sifatnya kecil saja," pungkasnya.
Seperti diketahui, Menteri Agama Fachrul Razi telah merekomendasikan perpanjangan izin FPI ke Kemendagri karena FPI telah menyatakan setia pada Pancasila. Namun, Mendagri Tito Karnavian masih mempertanyakan kata 'khilafah islamiah' dalam AD/ART FPI.
"Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi  organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kafah (sempurna/menyeluruh) di bawah naungan khilafah islamiah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah, dan pengawalan jihad," ucap Tito usai rapat di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/11).