Prancis Dituding Bakal Serang Niger Usai Kudeta

31 Juli 2023 19:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kedutaan Prancis di Niamey Niger diserbu massa. Foto: Stringer/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Kedutaan Prancis di Niamey Niger diserbu massa. Foto: Stringer/REUTERS
ADVERTISEMENT
Junta militer yang kini menguasai Niger menuduh Prancis merencanakan sebuah serangan untuk mengembalikan pemerintahan yang telah digulingkan.
ADVERTISEMENT
Serangan yang belum dikonfirmasi oleh pihak Prancis itu juga disebut bertujuan untuk membebaskan Presiden Mochamed Bazoum, yang ditahan sejak kudeta militer pecah pada pekan lalu.
Dikutip dari Reuters, laporan mengenai rencana Prancis muncul pada Senin (31/7), sehari setelah Economic Community of West African States (ECOWAS) menjatuhkan sanksi kepada junta atas kudeta yang dilakukan.
Dalam pernyataannya, ECOWAS memperingatkan bahwa pihaknya dapat mengizinkan penggunaan kekuatan demi memulangkan Bazoum, yang dikurung di Istana Kepresidenan sejak Rabu (26/7).
Menanggapi ancaman serangan ini, salah satu pemimpin kudeta pada pekan lalu, Kolonel Amadou Abdramane, justru mengizinkan Prancis untuk menyerang Istana Kepresidenan dan membebaskan Bazoum.
Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi, Abdramane mengatakan ancaman penyerangan Prancis serta perizinan untuk menyerang Istana Kepresidenan tersebut telah ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Niger yang sekarang berperan sebagai pelaksana tugas Perdana Menteri, Hassoumi Massoudou.
ADVERTISEMENT
Namun, Abdramane tidak menjelaskan jenis serangan apa yang akan dilakukan dan tidak menyertakan bukti pendukung pernyataannya.
Pada saat kudeta terjadi, Abdramane sempat memperingatkan bahwa seluruh upaya asing untuk mengekstradisi Bazoum dari Niger hanya akan menimbulkan pertumpahan darah dan kekacauan.
Adapun Prancis — salah satu negara yang menjajah Niger, telah mengutuk kudeta tersebut dan mendesak agar Bazoum beserta pemerintahan demokratisnya dipulihkan kembali. Namun, mereka belum mengumumkan tekad untuk mengintervensi secara militer.
Ketika menanggapi perizinan untuk melakukan penyerangan, Kementerian Luar Negeri Prancis tidak memberikan konfirmasi maupun bantahan. Mereka hanya mengatakan bahwa satu-satunya penguasa yang sah dan diakui di Niger adalah Bazoum.
"Prioritas kami adalah keamanan warga negara dan fasilitas kami, yang tidak dapat dijadikan sasaran kekerasan, sesuai dengan hukum internasional," tambahnya.
ADVERTISEMENT