Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Presiden Prancis , Emmanuel Macron, menerima kunjungan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), di Paris pada Kamis (28/7/2022).
ADVERTISEMENT
Keduanya akan membahas tentang pasokan energi. Macron menilik kekhawatiran atas kekurangan listrik akibat invasi Rusia di Ukraina. Mereka juga akan mendiskusikan upaya mengekang program nuklir musuh regional utama Riyadh, yakni Iran.
Pembicaraan tersebut menuai kritik internasional. Arab Saudi menggambarkan MBS sebagai juara reformasi sosial dan ekonomi. Tetapi, para kritikus menganggapnya sebagai tiran dan pembunuh.
Pertemuan itu lantas dinilai sebagai indikasi bahwa penguasa de facto kerajaan tersebut kembali diterima di komunitas internasional. Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, baru-baru ini turut menemui MBS.
Kelompok HAM menilai keputusan para pemimpin itu tak pantas. Mereka mengingatkan perihal pembunuhan Jamal Khashoggi. Jurnalis itu dibunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018.
ADVERTISEMENT
AS menuduh MBS terlibat dalam insiden tersebut. Penyelidikan PBB turut menyinggung kemungkinan keterlibatan pejabat Arab Saudi, termasuk MBS.
"Saya merasa sangat terganggu dengan kunjungan itu, karena artinya bagi dunia kita dan artinya bagi Jamal dan orang-orang seperti dia," ujar Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, dikutip dari AFP, Kamis (28/7/2022).
Lawatan tersebut merupakan perjalanan pertama MBS ke Uni Eropa sejak kematian Khashoggi. Tragedi itu tak hanya menimbulkan amarah lantaran merenggut nyawa seorang kritikus terkemuka terhadap rezim Arab Saudi.
Cara pembunuhannya juga menjadi pusat perhatian. Sebab, Khashoggi dilaporkan dicekik hingga dipotong-potong oleh pelaku.
"Kunjungan MBS ke Prancis dan Joe Biden ke Arab Saudi tidak mengubah fakta bahwa MBS tidak lain adalah seorang pembunuh," lanjut Callamard.
ADVERTISEMENT
"Ini semakin mengejutkan mengingat banyak dari mereka pada saat itu menyatakan rasa jijik dan komitmen untuk tidak membawa MBS kembali ke komunitas internasional," tambahnya.
Terlepas dari kekhawatiran atas catatan HAM, Arab Saudi tetap menjadi mitra penting bagi Barat. Pihaknya membutuhkan negara itu karena sumber daya energi, pembelian persenjataan, dan penentangan terhadap rezim Iran.
Invasi Rusia ke Ukraina kemudian menguatkan posisi Arab Saudi. Cadangan minyak dan gas kerajaan itu semakin penting bagi Barat.
"Perang di Ukraina telah membuat negara-negara penghasil energi kembali menjadi sorotan, dan mereka memanfaatkannya," terang peneliti di Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS), Camille Lons.
"Ini memberi mereka pengaruh politik yang akan mereka gunakan untuk menegaskan kembali pentingnya mereka di panggung internasional," lanjut dia.
ADVERTISEMENT