Pro dan Kontra di Sejumlah Negara soal Salat Jumat Online

8 Januari 2021 9:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umat Islam bersiap melakukan ibadah salat Jumat dengan menerapkan jaga jarak fisik di Masjid Cut Meutia, Jakarta, Jumat (11/9/2020). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Umat Islam bersiap melakukan ibadah salat Jumat dengan menerapkan jaga jarak fisik di Masjid Cut Meutia, Jakarta, Jumat (11/9/2020). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Sejumlah komunitas Muslim di berbagai negara menyiasati pandemi corona dengan menjalankan ibadah online. Salah satunya, adalah menggelar salat Jumat online.
ADVERTISEMENT
Dalam praktik itu, imam dan khatib tidak berada di tempat yang sama dengan makmum atau jemaah.
Salah satu contohnya ada di komunitas Muslim di Finlandia. Penutupan masjid-masjid di Helsinki and Jarvenpaa karena pandemi membuat salah seorang imam bernama Ramil Belyaev mengambil inisiatif.
Dia menggelar siaran langsung salat Jumat via Facebook sejak 3 April 2020 lalu. Dilansir Daily Sabah, salat Jumat online yang digelar Ramli diikuti 60 jemaah. Layaknya Jumatan di masjid, ia juga membacakan khotbah sebelum melaksanakan salat.
Tak hanya di Finlandia, komunitas muslim di Princeton University, Amerika Serikat juga menggelar salat Jumat online via aplikasi Zoom. Sementara di Amerika Serikat, salat Jumat online dilaksanakan oleh Islamic Cultural Center of Northern California (ICCNC) yang berbasis di California.
com-Ilustrasi Salat Foto: pixabay
Namun, tidak semua umat Muslim sepakat dengan pelaksanaan salat Jumat online. Majelis Ahli Hukum Islam Amerika atau Assembly of Muslims Jurist of America (AMJA) berpendapat, salat Jumat online dengan siaran langsung tidak diperbolehkan.
ADVERTISEMENT
"Individu atau kelompok menggelar salat di rumah dengan mengikuti imam melalui siaran langsung justru bertentangan dengan tujuan pembuat hukum (Allah), yang mana seharusnya jemaah berkumpul di satu tempat selama Jumatan dan ibadah jemaah," tulis pernyataan AMJA, 20 Maret 2020.
Menurut AMJA, semua mazhab yang sah tidak membolehkan adanya jarak bermil-mil antara imam dan makmum, yang dipisahkan oleh bangunan atau jalan.
Beberapa dari mereka mengatakan bahwa jarak maksimum yang diperbolehkan antara satu baris dan baris berikutnya adalah tiga ratus hasta (sekitar lima ratus kaki).
"Mazhab yang sah setuju bahwa jarak yang sangat jauh tidak dapat diabaikan, dan ini akan membatalkan salat Jumat. Ini telah menjadi praktik umat Islam, merupakan fatwa yang diberikan oleh empat mazhab yang diikuti dan merupakan pendapat yang lebih dekat dengan konsensus praktis umat Islam," terang AMJA.
ADVERTISEMENT
AMJA juga menyoroti faktor kendala teknologi memungkinkan siaran langsung salat Jumat online terputus. Hal itu bisa menyebabkan makmum melihat imam membungkuk atau sujud lebih lambat dari yang sebenarnya.
Warga membaca Al-Quran di Asosiasi Muslim Puget Sound, Redmond, Washington, AS. Foto: REUTERS / Brian Snyder
Masalah lain, menurut AMJA adalah orang bisa jadi akan terus-terusan melaksanakan Jumatan di rumah, bahkan setelah pandemi berlalu. Hal itu dinilai bakal menghilangkan penghormatan atas salat berjemaah dan tujuan agar umat muslim berkumpul di satu tempat jadi tidak tercapai.
Namun, AMJA tidak mempermasalahkan jika khotbah Jumat disiarkan agar didengarkan umat muslim di wilayah lain untuk mendapatkan manfaatnya.
Di Indonesia sendiri, seputar salat Jumat online pernah dibahas di situs NU Online, 17 April 2020 silam. Tepatnya dalam artikel berjudul "Hukum Shalat Jumat Online atau Live Streaming via Media Sosial". NU Online menyebut bahwa salat jumat berjemaah secara online seperti di London atau Finlandia dapat menjadi alternatif di tengah pandemi. Asalkan prinsip salat berjemaah terpenuhi.
ADVERTISEMENT
"Ulama menggambarkan setidaknya tiga posisi imam dan makmum dalam salat berjemaah. Pertama, keduanya berada di dalam bangunan yang sama, yaitu masjid. Kedua, keduanya berada di tanah terbuka. Ketiga, imam berada di masjid. Sedangkan makmum berada di luar masjid," demikian dilansir NU Online.
Pada poin ketiga soal salat berjemaah tersebut, terdapat perbedaan pendapat. Pada Mazhab Syafi’i, jarak imam dan makmum tidak boleh melebih 300 hasta. Mazhab Syafi'i juga menyatakan tidak sah salat Jumat di mana sesuatu menghalangi imam di masjid dan makmum di rumah.
Warga melaksanakan salat dengan jaga jarak (social distancing) upaya pencegahan virus corona di Asosiasi Muslim Puget Sound, Redmond, Washington, AS. Foto: REUTERS / Brian Snyder
Sebaliknya, Imam Atha tidak mempermasalahkan jarak antara imam dan makmum. Menurut dia, salat berjemaah (dan Jumat) tetap sah meski imam dan makmum berjarak satu mil bahkan lebih. Asalkan, makmum mengetahui gerakan imam.
ADVERTISEMENT
"Jika mengikuti pandangan ulama Syafi'iyyah serta Ahmad bin Hanbal dengan catatan tanpa penghalang; dan pandangan Imam Abu Hanifah yang menyatakan sah pelaksanaan salat Jumat di mana imam di masjid dan makmum di rumah, maka poin yang perlu diperhatikan dalam salat Jumat dengan live streaming atau siaran langsung via media sosial adalah soal pengetahuan makmum atas gerakan imam. Ini sangat krusial dalam pelaksanaan salat Jumat yang mengharuskan berjemaah karena adanya ketentuan di mana makmum tidak boleh tertinggal dari imam beberapa rukun fi’li atau gerakan imam," tulis NU Online.
Karena itu, penyelenggara dan peserta salat Jumat online perlu memastikan sinyal, baterai, kuota, volume yang cukup, tripod, dan perangkat lainnya. Tujuannya, agar salat Jumat tidak tertinggal. Selain itu posisi makmum dan imam harus diperhatikan.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai posisi makmum lebih di depan daripada imamnya sebagaimana ketentuan umum perihal salat berjemaah. Salat Jumat secara online tetap tidak mengurangi tuntutan lain dalam ibadah Jumat, yaitu menjaga kesunnahan hari Jumat dan mendengarkan dengan perhatian dua khotbah Jumat," tulis NU Online.