Pro-Kontra Kebijakan Anies-Sandi yang Menghentikan Unggah Video Rapat

12 Desember 2017 7:04 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (Foto: TRIBUNNEWS/Irwan Rismawan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (Foto: TRIBUNNEWS/Irwan Rismawan)
ADVERTISEMENT
Video rapat berjudul 'Arahan Gubernur & Wakil Gubernur pada Seluruh SKPD/UKPD' yang diunggah 25 Oktober 2017 di Youtube menjadi video rapat bersama gubernur dan wakil gubernur terakhir yang diunggah Pemprov DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Wakil Gubernur, Sandiaga Uno kini tak lagi menampilkan video rapat di internet.
ADVERTISEMENT
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menilai berhentinya pengunggahan video sementara dilakukan untuk mencegah penggunaan video sebagai bahan provokasi antara pendukungnya dengan pendukung cagub-cawagub lawan, semasa Pilkada DKI lalu.
“Yang kita pantau dari kemarin bahwa rapim yang pertama kita unggah itu ternyata digunakan sebagai meme digunakan bukan hanya oleh yang tidak mendukung kami tapi juga yang mendukung kami membangga-banggakan gitu dan memprovokasi. Tujuannya apa?,” kata Sandi di Balai Kota, Senin (11/12).
Atas dasar alasan tersebut, kini video-video rapat pimpinan yang rutin diunggah pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dihentikan. Padahal, semasa kepemimpinan Ahok, warga bisa melihat secara langsung dinamika rapat dan proses pengambilan keputusan.
Sandi pun mengaku kebijakan untuk menghentikan video yang diunggah tersebut akan memicu upaya membading-bandingkan dirinya dengan Ahok. Namun, ia yakin, kebijakannya yang ia lakukan tak akan mengganggu nilai-nilai transparansi.
ADVERTISEMENT
“Pasti kita kan dibanding-bandingkan itu gak bisa terlepas bahwa kita akan tetap selalu dibanding-bandingkan apa sama sebelumnya jangankan dibanding-bandingkan sama pak Basuki, dibanding-bandingkan sama sebelumnya pasti, tapi yang penting prinsip transparansi dan akuntabilitas yaitu enggak berubah,” imbuh Sandi.
Jika melihat pada aturan yang berlaku, yakni Peraturan Gubernur No 159 Tahun 2016 tentang Penayangan Rapat Pimpinan dan Rapat Kedinasan Pengambilan Keputusan Terkait Pelaksanaan Kebijakan pada Media Berbagi Video, dijelaskan rapat pimpinan dan kedinasan harus diunggah, paling lama 3 hari setelah direkam. Kendati demikian, Sandi menampik dirinya telah melanggar aturan tersebut.
”Setahu kita sih enggak ada yang kita langgar ketentuan mengenai YouTube. Kalau ada juga udah pada berteriak pasti. Tapi tolong dilihat lagi. Tapi kalau ada, kasih masukan kepada kita, kita cek pergubnya. Nothing to hide (tidak ada yang disembunyikan),” kata Sandi.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno (Foto: TRIBUNNEWS/Irwan Rismawan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno (Foto: TRIBUNNEWS/Irwan Rismawan)
ADVERTISEMENT
Senada dengan Sandi, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) DKI, Dian Ekowati mengatakan tidak semua materi rapat bisa diunggah secara langsung ke internet. Sehingga perlu adanya peninjauan kembali video rapat tersebut, sebelum dipublikasikan.
“Informasi itu kan ada yang namanya informasi publik dan ada informasi yang dikecualikan jad kalau misalnya kemarin hal-hal yang masih dalam wacana atau rencana untuk meminimalisir persepsi yang salah, kita harus review lagi apakah ini bisa disampaikan pada publik. Jadi untuk meminimalisir efektifitas sebagai untuk info publik,” terang Dian.
Kendati demikian, Dian mempersilakan warga yang ingin mengakses video rapat. Namun, melalui mekanisme pengajuan di Diskominfotik. “Kalau dalam keterbukaan publik info ada mekanisme. Kebutuhan informasi itu mekanisme mengajukan surat permohonan, informasi tentang apa. Dalam keterbukaan, ada informasu yg memang harus diberikan kpd publik dan ada informasi yang memang dikecualikan,” jelas Dian.
Pemprov DKI melakukan Rapat Banggar KUA PPAS (Foto: Diah Harni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemprov DKI melakukan Rapat Banggar KUA PPAS (Foto: Diah Harni/kumparan)
Kebijakan menghentikan video rapat pimpinan di internet sempat dikritisi Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI, Gembong Warsono. Menurut Gembong langkah yang diambil Anies merupakan langkah kemunduran. Sebab warga kini tak lagi mengetahui proses pengambilan keputusan Pemprov DKI.
ADVERTISEMENT
"Masyarakat dalam konteks proses, mereka tidak mengetahui, sehingga sejak dini mereka tidak tahu prosesnya sama kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh Pemprov DKI Jakarta. Jadi saya pikir ini langkah mundur ketika Pemprov menghapus kebijakan itu," kata Gembong saat dihubungi kumparan, pada Senin (11/12) malam.
Oleh karena itu, Gembong berharap Pemprov DKI bisa lebih bersikap transparan. Jika masyarakat tak mengetahui secara jelas pengambilan kebijakan maka Pemprov DKI dianggap melanggar semangat keterbukaan.
"Tetapi sekarang semangatnya justru siapapun penyelenggara pemerintahan ini harus membuka seluas-luasnya, membuka selebar-lebarnya informasi publik yang harus disampaikan ke masyarakat. Jadi semangatnya di situ. Kalau mereka keluar dari situ berarti mereka mengingkari semangat itu,” pungkas Gembong.