Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Perkara santet dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi salah satu yang dibahas publik. Ancaman pidana mengenai santet yang tertuang dalam Pasal 252 ini dinilai sulit dibuktikan.
ADVERTISEMENT
Prof Dr Muladi, ahli hukum yang tergabung dalam tim perumus RKUHP, tak menolak anggapan soal santet tak bisa dibuktikan. Oleh karenanya, pasal ini hanya menjerat pihak yang mengaku memiliki kekuatan gaib dan bisa mencelakakan orang.
"Jadi yang dipidana nanti bukan ilmu santetnya. Soalnya itu berkaitan dengan ilmu metafisika yang sulit dibuktikan. Yang dipidana adalah orang yang menyatakan diri punya kekuatan gaib dan sanggup mencelakakan orang," kata Muladi, usai diskusi RKUHP di Undip, Semarang, Rabu (2/10).
Mantan Menteri Kehakiman ini menjelaskan, orang yang mengaku dukun santet dinilai merugikan karena ada indikasi melakukan penipuan serta mencederai nilai-nilai agama.
"Banyak dukun santet terlibat penipuan dan itu mencederai nilai agama. Kita harus cegah semuanya," katanya.
ADVERTISEMENT
Dalam penyelidikannya, kata Muladi, bisa dilakukan oleh kepolisian seperti halnya penanganan kasus narkoba. "Sama seperti narkoba, itu bisa dipancing oleh kepolisian," ujar mantan rektor Undip ini.
Muladi mengatakan, pasal ini tidak masalah bagi dukun yang mengaku punya kekuatan gaib untuk mengobati.
"Dukun pengobatan tidak apa-apa. Kalau yang ngaku bisa mencelakakan orang lain, dicegah," ujarnya.
Dalam pasal itu disebutkan setiap orang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib, memberitahukan, memberi harapan, menawarkan, atau memberi bantuan jasa ke orang lain hingga menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik dapat dipidana tiga tahun penjara atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Terlepas dari banyaknya pasal yang dipermasalahkan, Muladi menegaskan KUHP yang berlaku saat ini sudah harus berubah. Pasalnya, KUHP yang saat ini digunakan sudah terlalu lama.
ADVERTISEMENT
"Sejak Januari 1918 berlaku di Indonesia, masa mau pakai itu terus. Di Belanda sudah sekian puluh kali berubah, kita berubah dengan filosofi baru sesuai Pancasila UUD 1945, dan azas HAM," tegasnya.