Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Prof Zubair Dukung PPKM Dicabut, Bisa Diterapkan lagi Sesuai Kondisi
28 Desember 2022 18:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Presiden Jokowi hingga Rabu (28/12) sore, belum memutuskan kebijakan terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM ) di tengah pro dan kontra kelanjutannya di tahun depan.
ADVERTISEMENT
"Pada prinsipnya saya setuju PPKM dicabut. Data-datanya mendukung kebijakan tersebut: rata-rata 500 kasus per hari, dengan angka kematian dan BOR rendah. Artinya tidak ada alasan untuk melakukan pembatasan untuk saat ini. Saya harap situasi ini stabil dan COVID-19 terus terkendali," kata Prof Zubair dikutip dari akun Twitternya, Rabu (28/12).
Prof Zubair membeberkan berbagai statistik kasus COVID-19 di Indonesia, yang menurutnya semakin menurun. Meski begitu ia memberi catatan jumlah tes PCR harian yang rendah.
"Data mendukung kebijakan ini. Misalnya kasus harian pada 26 Desember 2022 hanya 468, meninggal 14 orang. Jadi memang turun drastis. Tapi tolong dicatat juga bahwa tes harian PCR di Indonesia rendah banget, di bawah 10 ribu per hari. Dulu pernah 90 ribu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Waspada kenaikan kasus di China
Meski situasi COVID-19 di Indonesia semakin membaik, tetapi kondisi sebaliknya dilaporkan terjadi di China . Rumah sakit di negara Tirai Bambu itu dilaporkan kewalahan menghadapi kasus COVID-19 yang menggila.
Dia mengingatkan potensi kenaikan kasus di Indonesia bisa saja terjadi, bila terpengaruh kenaikan kasus di China.
"Tiap ada lonjakan besar di satu negara, maka akan muncul varian baru, yang mungkin saat ini belum dikenal ya. Nah, varian baru yang menyebar ke berbagai negara ini yang bisa menembus kekebalan tubuh kita. Indonesia harus waspada," papa Prof Zubair.
Mengapa COVID-19 kembali meledak di China?
Pof Zubair menjelaskan bahwa kenaikan kasus COVID-19 di China bisa terjadi akibat kekebalan atau tingkat antibodi masyarakatnya yang melemah.
ADVERTISEMENT
"Sampai medio 2022 kebijakan [zero transmission] ini bagus. Namun nyatanya tidak untuk saat ini. Padahal, prinsip penyakit menular kan begitu dikarantina lama, ya selesai. Tapi di sisi lain, kekebalan tubuh kita dari vaksinasi tidak bertahan lama," katanya.
Pengaruh kekebalan dari vaksin COVID-19 menurun setelah enam bulan, disebut Zubair sebagai penyebab lonjakan kasus di China. Kebijakan zero transmission yakni melakukan lockdown saat satu kasus saja ditemukan, juga menyebabkan masyarakat China tidak banyak terinfeksi COVID.
"Kekebalan mereka dari vaksinasi saja. Karena ada satu kasus, langsung lockdown. Beda dengan beberapa negara lain yang kekebalannya juga diperkuat dengan infeksi natural," kata Zubairi.
"Artinya bagi yang sudah vaksinasi lengkap dan juga terinfeksi COVID-19, kekebalan tubuhnya tinggi banget. Kalau terinfeksi kembali, ya alhamdulillah, akan lebih kuat, seperti kebanyakan orang Indonesia," sambungnya.
ADVERTISEMENT
PPKM diberlakukan fleksibel
Meski Zubairi menyarankan agar PPKM dicabut, ia tetap meminta agar pemerintah dapat kembali memberlakukan PPKM bila terjadi lonjakan kasus nantinya.
"Ini yang perlu diingat. Pandemi COVID-19 itu amat dinamis. Jadi masih ada kemungkinan terjadi kenaikan kasus. Kalau angka kasus rendah, ya PPKM dilepas, kalau naik signifikan, ya harus segera diberlakukan PPKM, jangan telat," katanya.
Live Update