Profil 3 Hakim MK yang Dissenting Opinion saat Sidang Sengketa Pilpres 2024

23 April 2024 7:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Pemilu (PHPU) Pilpres 2024. Permohonan yang ditolak yakni yang diajukan oleh Paslon 01 Anies-Muhaimin.
ADVERTISEMENT
Putusan tersebut diambil oleh delapan hakim MK yakni: Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Adapun putusan yang dibacakan Senin (22/4) tidak bulat. Tiga hakim menyatakan dissenting opinion, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
Beberapa isu menjadi catatan. Misal hakim MK Saldi Isra menyebut politisasi bantuan sosial (bansos) yang merupakan salah satu dalil dari pemohon Anies-Cak Imin terbukti terjadi di Pilpres 2024.
Seperti apa profil ketiga hakim yang dissenting opinion?
Saldi Isra dilantik sebagai hakim konstitusi pada 11 April 2017. Ia menggantikan Patrialis Akbar.
Pria kelahiran Solok, 20 Agustus 1968, itu merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas. Menjadi hakim konstitusi merupakan mimpinya.
ADVERTISEMENT
Namun perjalanan tak mudah, ia bahkan sempat ragu untuk ikut seleksi hakim konstitusi pada 2017 karena usianya yang masih muda saat itu, 48 tahun. Selain itu juga karena merasa berat hati untuk menanggalkan status sebagai dosen.
Namun, hatinya kemudian mantap maju sebagai hakim konstitusi setelah mendengar perkataan mantan Ketua MK, Mahfud MD. Saat itu Mahfud menyarankan untuk mendaftar sebagai jalan untuk generasi baru MK. Saldi akhirnya ikut seleksi yang dibuka Presiden Jokowi.
Hakim Saldi Isra tunjukkan peta perjalanan Presiden Joko Widodo, Jumat (5/4/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Bukan cuma soal putusan kali ini, dalam Putusan 90, Saldi Isra juga termasuk hakim yang menyatakan perbedaan pendapat. Ia menilai permohonan soal perubahan syarat capres cawapres yakni boleh tidak berusia 40 tahun asal pernah atau sedang menjadi kepala daerah seharusnya ditolak.
ADVERTISEMENT
Bahkan dalam pendapatnya, ia mengungkapkan soal kejanggalan putusan tersebut.
Salah satu yang dibacakan Arief Hidayat dalam dissenting opinion-nya adalah soal adanya cawe-cawe Presiden Jokowi di Pilpres 2024.
"Etika kehidupan berbangsa ini perlu disinggung kembali dan ternyata hingga kini masih relevan untuk dipertimbangkan dan diterapkan, setidaknya sebagai kaca benggala agar pemerintah dan para elite politik mampu bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat," jelas Arief.
Seperti apa profil Arief?
Arief Hidayat menjabat hakim konstitusi sejak 1 April 2013, menggantikan Mahfud MD yang mengakhiri masa jabatannya.
ADVERTISEMENT
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu mengaku tidak pernah terpikirkan akan menjadi hakim konstitusi. Sebab sejak dulu ia ingin menjadi pengajar.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Arief baru berani ikut seleksi hakim MK setelah sudah tidak menjabat sebagai dekan. Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk 'Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945'.
Dalam seleksi tersebut ia mendapat 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR RI. Arief mengalahkan dua pesaingnya, yakni Sugianto (5 suara) dan Djafar Al Bram (1 suara).
Arief pernah menjabat Ketua MK selama dua periode, yakni periode pertama 14 Januari 2015-14 Juli 2017 dan periode kedua 14 Juli 2017 – 1 April 2018. Tahun ini juga merupakan periode kedua Arief Hidayat sebagai hakim konstitusi.
ADVERTISEMENT
Sama dengan Saldi, dalam Putusan 90 tentang batasan usia capres-cawapres, Arief Hidayat juga termasuk hakim yang menyatakan dissenting opinion. Ia turut menilai permohonan seharusnya ditolak.
Dalam disseting-nya, Enny menyoroti soal penjabat (Pj) kepala daerah yang tak netral di Pilpres 2024.
“Adanya indikasi kuat pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pj Gubernur Kalimantan Barat namun tidak terdapat kejelasan proses penegakan hukum atas pelanggaran tersebut menyebabkan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas telah tercederai karena adanya keberpihakan kepada salah satu pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden 2024,” kata Enny.
Bagaimana sepak terjangnya?
Enny Nurbaningsih menjadi hakim konstitusi sejak 13 Agustus 2018. Ia merupakan hakim yang diusulkan oleh Presiden. Enny merupakan hakim perempuan yang menggantikan Maria Farida Indrati.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Wanita kelahiran 27 Juni 1962 ini merantau dari Pangkal Pinang ke Yogyakarta guna menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Ia pun merampungkan pendidikannya dan resmi menyandang gelar sebagai sarjana hukum pada 1981 silam. Ia lantas menjadi dosen hingga menyandang gelar Guru Besar Ilmu Hukum UGM.
ADVERTISEMENT
Enny juga terlibat aktif dalam organisasi yang terkait dengan ilmu hukum tata negara. Ia bahkan pernah membentuk Parliament Watch bersama Ketua MK periode 2008-2013 Mahfud MD pada 1998. Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator.
Dalam Putusan 90 tentang batas usia capres-cawapres, Enny menyatakan bahwa syarat kepala daerah yang bisa maju sebagai capres atau cawapres seharusnya setingkat gubernur. Namun, pendapatnya itu masuk dalam alasan berbeda. Berbeda dengan Arief dan Saldi, Enny tergolong hakim yang mengabulkan Putusan 90.