Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0

ADVERTISEMENT
Kejagung RI menetapkan tiga hakim yang mengurus kasus korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) periode Januari 2021-Maret 2022. Mereka adalah hakim ketua Djuyamto serta dua hakim anggota, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom.
ADVERTISEMENT
Mereka diumumkan sebagai tersangka pada Senin dini hari (14/4). Mereka bertiga diduga mendapatkan uang suap Rp 22,5 miliar dari mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta—yang juga dijerat sebagai tersangka dalam kasus ini—untuk memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa grup korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Atas putusan lepas itu, ketiga grup korporasi dibebaskan dari denda Rp 17 triliun.
Adapun Arif mendapatkan suap sebesar Rp 60 miliar dari seorang panitera PN Jakarta Utara yang saat penanganan kasus merupakan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan. Suap itu diberikan kepada Wahyu dari dua orang pengacara grup korporasi itu, Marcella Santoso dan Ariyanto.
Berikut adalah profil ketiga hakim yang menjatuhkan vonis lepas pada 19 Maret 2025:
ADVERTISEMENT
Djuyamto
Saat ditetapkan tersangka, Djuyamto merupakan hakim di PN Jakarta Selatan. Djuyamto merupakan lulusan S1 dan magister hukum di Universitas Sebelas Maret Solo.
Pria kelahiran Kartasura, 18 Desember 1967, itu memulai kariernya di Pengadilan Negeri Tanjungpandan pada tahun 2002. Ia kerap berpindah-pindah tugas ke berbagai PN hingga Mahkamah Agung, sampai akhirnya ke PN Jakarta Selatan.
Kasus Air Keras Novel Baswedan hingga Hasto
Sebagai hakim, Djuyamto terlibat dalam berbagai kasus penting. Ia pernah menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa penyiraman air keras terhadap mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, dengan hukuman 1,5-2 tahun penjara pada tahun 2019 lalu.
Selain itu, ia juga menjadi bagian dari majelis hakim dalam kasus perintangan penyidikan terkait pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, yang melibatkan Brigjen Hendra Kurniawan dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Terbaru, Djuyamto merupakan hakim Praperadilan kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan kasus Harun Masiku dengan tersangka Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Praperadilan Hasto ditolak olehnya.
Menurut laporan LHKPN KPK, Djuyamto memiliki harta kekayaan sebesar Rp 2,9 miliar. Laporan ini terakhir kali diberikannya pada Desember 2024.
Agam Syarief Baharudin
Pria ini lahir di Bogor pada 24 Maret 1969. Dilansir dari laman IKAHI, ia kini menjabat sebagai hakim tingkat pertama di PN Jakarta Timur.
Ia merupakan lulusan Magister Hukum di Universitas Sebelas Maret Solo.
Sepanjang kariernya, Agam sering berpindah-pindah tugas. Ia pernah menjabat ketua PN Demak dan menjabat di berbagai PN lainnya di wilayah Jawa Timur.
Kasus Rizieq
Salah satu kasus tenar yang pernah ditanganinya adalah perkara kerumunan massa di Megamendung dengan terdakwa Habib Rizieq, di mana beliau berperan sebagai anggota majelis hakim.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan LHKPN KPK, Agam memiliki harta kekayaan sebesar Rp 2,3 miliar. Laporan ini terakhir diberikannya pada Desember 2024.
Ali Muhtarom
Pria ini lahir di Jepara pada 25 Agustus 1972. Saat ditetapkan tersangka, ia merupakan hakim Ad Hoc Tipikor di PN Jakarta Pusat.
Ia merupakan lulusan S1 hukum di Universitas Darul Ulum pada tahun 1995. Lalu, ia mendapatkan gelar Magister Hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 Semarang pada tahun 2015.
Tak banyak yang ditemukan terkait sepak terjang Ali di ranah Tipikor. Namun, diketahui ia lah hakim yang menangani perkara dugaan korupsi yang menjerat Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Terbaru, Ali sudah digantikan oleh hakim lain dalam perkara Tom Lembong oleh Mahkamah Agung (MA) usai penetapan tersangkanya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan LHKPN KPK, harta kekayaan Ali sebesar Rp 1,3 miliar. Laporan ini terakhir diberikannya pada Desember 2024.
Pembagian Uang 3 Hakim
Terdapat 2 kali pembagian uang terkait suap vonis bebas kasus CPO itu. Rp 4,5 miliar dan Rp 18 miliar.
Untuk yang Rp 4,5 miliar, telah dibagi-bagi ke 3 hakim.
Begitu juga yang Rp 18 miliar, dibagi-bagi ke 3 hakim dengan rincian:
Namun, rincian tersebut bila ditotal maka jumlahnya Rp 15,5 miliar. Masih ada Rp 2,5 miliar belum diketahui ke mana.