Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Profil 3 Hakim yang Bebaskan Haris Azhar: Ada yang Pernah Sidangkan Habib Rizieq
9 Januari 2024 11:22 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis bebas Haris Azhar dan Fatiah Maulidiyanty. Keduanya dinilai tidak terbukti menghina atau mencemarkan nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
ADVERTISEMENT
Putusan mereka mendapatkan apresiasi publik. Khususnya kepada majelis hakim yang memutus perkara ini.
Ada tiga hakim yang menjadi majelis. Diketuai oleh Hakim Cokorda Gede Arthana dengan anggota Hakim Agam Syarief Baharudin dan Hakim Muhammad Djohan Arifin.
Bahkan dalam putusannya, hakim kemudian menukil peribahasa latin 'Cogitationis Poenam Nemo Patitur'. Yang artinya, tidak seorang yang boleh dihukum karena hal apa yang dipikirkannya.
Komnas HAM mengapresiasi putusan majelis hakim itu. Bahkan meminta Mahkamah Agung untuk juga memberikan apresiasi. Mereka dinilai berintegritas dan mempunyai ketajaman dalam pembuatan putusan.
“Komnas HAM meminta Mahkamah Agung untuk memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim persidangan,” kata Atnike Nova Sigiro, Ketua Komnas HAM, dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/1).
Berikut profil ketiganya:
ADVERTISEMENT
Cokorda Gede Arthana
Arthana merupakan salah satu hakim di PN Jakarta Timur sejak November 2022. Sebelumnya, dia pernah bertugas di PN Jayapura hingga PN Surabaya.
Selama bertugas di PN Surabaya, Arthana pernah memvonis bersalah Direktur PT. Bank Perkreditan Rakyat Sumber Usahawan, Masudi, terkait tindak pidana penggelapan uang nasabah dengan pidana penjara selama satu tahun pada 13 Desember 2022.
Dia juga memvonis bersalah dua terdakwa kasus korupsi pengadaan tanah SMAN 3 Batu tahun 2014, Nanang Ismawan Sutrisno dan Edi Setiawan, dengan pidana penjara 5 dan 6 tahun pada Juli 2022.
Arthana pernah memvonis bebas murni seorang pengedar sabu bernama Marjalan alias Jalal Bin Mat Tawi pada 13 Januari 2022. Padahal jaksa menuntut Marjalan dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp 1,8 miliar subsider satu tahun penjara. Sayangnya saat itu, pembacaan putusan yang disampaikan Arthana terdengar tak jelas.
ADVERTISEMENT
Sebelum bertugas di PN Surabaya, Arthana pernah menjabat sebagai Ketua PN Singaraja, Bali.
Pada Oktober 2010, Arthana sempat dilarikan ke RSUD Singaraja karena mendadak mengalami serangan jantung. Padahal saat itu, ia akan menyidangkan kasus penjualan tanah negara di kawasan Desa Banjar, Buleleng. Akhirnya sidang pun ditunda.
Agam Syarief Baharudin
Agam bergabung ke PN Jakarta Timur setelah sebelumnya menjabat Ketua Pengadilan Demak. Dilihat dari berbagai sumber, Agam sempat bertugas di beberapa pengadilan di Jawa Tengah.
Dia juga pernah bertugas di Pengadilan Negeri Cimahi. Ditelusuri lewat direktorat putusan Mahkamah Agung, Agam beberapa kali menangani perdata dan pidana.
Salah satu perkara yang pernah ditangani Agam Syarief di PN Jaktim ialah perkara kerumunan Megamendung dengan terdakwa Habib Rizieq. Ia menjadi anggota majelis hakim.
ADVERTISEMENT
Muhammad Djohan Arifin
Sebelum mengabdi di PN Jakarta Timur, Djohan sempat bertugas di sejumlah PN. Mulai dari Sambas, Tarakan, Semarang, hingga Magelang.
Sama seperti Agam Syarief, Djohan juga turut menjadi anggota majelis hakim perkara kerumunan Megamendung dengan terdakwa Habib Rizieq.
Dalam perkara tersebut, Habib Rizieq dihukum denda Rp 20 juta oleh Hakim. Vonis hakim ini berbeda dengan tuntutan jaksa. Jaksa sebelumnya menuntut Habib Rizieq dengan pidana selama 10 bulan penjara.
Dalam putusannya, Hakim menilai perbuatan Habib Rizieq dalam kasus Megamendung merupakan delik culpa atau kesalahan yang tidak disengaja.
Masih dalam putusan itu, hakim juga mengungkapkan soal diskriminasi yang dialami Habib Rizieq dalam hal penanganan kasus pelanggaran protokol kesehatan atau prokes.
Pada paparannya, hakim menyinggung bahwa dalam persidangan ada saksi yang menyatakan banyaknya terjadi kerumunan massa yang mengabaikan aturan prokes namun tidak memiliki implikasi hukum. Hakim pun mengaku turut menyoroti soal masalah ini.
ADVERTISEMENT