Profil 4 Hakim MK yang Tolak Perpanjang Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun

26 Mei 2023 15:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul membuka sidang perdana uji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di Ruang Sidang MK, Senin (3/4/2023). Foto: Dok. Mahkamah Konstitusi
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul membuka sidang perdana uji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di Ruang Sidang MK, Senin (3/4/2023). Foto: Dok. Mahkamah Konstitusi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beda pendapat mewarnai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan pimpinan KPK. Dari total sembilan hakim konstitusi, lima di antaranya menyatakan mengabulkan gugatan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Sementara empat hakim lainnya menolak.
ADVERTISEMENT
Empat Hakim Konstitusi yang menolak tersebut, yakni: Saldi Isra, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, dan Enny Nurbaningsih.
Pernyataan Enny disampaikan saat membacakan dissenting opinion atas putusan MK yang mengabulkan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Siapa keempat hakim tersebut? Berikut profilnya:

Saldi Isra

Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra memimpin sidang Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (3/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Saldi Isra saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MK. Dikutip dari laman resmi MK, Saldi resmi dilantik Presiden Jokowi sebagai hakim konstitusi pada 11 April 2017. Saat itu Saldi menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2017 – 2022.
Sebelum berkiprah di 'jalur' hukum, pria kelahiran 20 Agustus 1968 ini sempat mengambil jurusan Fisika saat SMA. Saat itu cita-citanya ingin menempuh pendidikan di ITB atau masuk AKABRI.
ADVERTISEMENT
Namun pendidikan yang ia tempuh saat kuliah justru adalah Ilmu Hukum di Universitas Andalas. Ia menamatkan pendidikan S1 pada 1995, dengan Predikat Summa Cum Laude dengan IPK 3,86.
Usai menamatkan pendidikan S1, Saldi yang merupakan lulusan terbaik langsung dipinang untuk menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum akhirnya berpindah ke Universitas Andalas, Padang.
Ia kemudian mengajar di Universitas Andalas. Sembari menyelesaikan pendidikan dan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia (2001). Kemudian pada 2009, ia menamatkan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan predikat lulus Cum Laude.
Setahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas. Selain itu, Saldi juga dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan. Saldi merupakan hakim MK pilihan Jokowi mewakili eksekutif.
ADVERTISEMENT
Suhartoyo
Hakim Suhartoyo memimpin sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Hakim Konstitusi Suhartoyo menjabat sebagai hakim MK sejak 17 Januari 2015. Hakim PT Denpasar ini menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya saat itu.
Pria kelahiran Sleman, 15 November 1959, ini merupakan lulusan dari SI Universitas Islam Indonesia pada 1983; kemudian S2 Universitas Tarumanegara pada 2003; dan S3 Universitas Jayabaya pada 2014.
Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006).
Kemudian, ia juga pernah terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011), sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
ADVERTISEMENT
Dia menjadi Hakim Konstitusi dari unsur Mahkamah Agung.

Wahiduddin Adams

Hakim Wahiduddin Adams memimpin sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Wahiduddin Adams menjabat hakim konstitusi sejak 21 Maret 2019. Dia merupakan hakim dari unsur DPR.
Pria kelahiran 17 Januari 1954 ini menempuh pendidikan S1 Peradilan Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta pada 1979; De Postdoctorale Cursus Wetgevingsleer di Leiden, Belanda 1987; kemudian S2 Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1991; S3 Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2002; dan S1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Jakarta pada 2005.
Sebelum menjadi hakim, Wahiduddin Adams memulai karier sebagai pegawai di Badan Pembinaan Hukum Nasional 1981-1989. Ia kemudian menjadi perancang peraturan perundang-undangan pada Direktorat Jenderal dan Perundang-Undangan 1990-1995 dan kepala biro di Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman 1995-2001.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dia juga pernah bertugas sebagai koordinator administrasi di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari.
Wahiduddin juga tercatat dua kali menjabat posisi direktur pada lingkungan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan (2004) dan Direktur Fasilitasi Perencanaan Peraturan Daerah (2004-10).
Pada tahun 2010, di bawah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, ia menjadi Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, jabatan yang ia emban sampai terpilihnya ia sebagai hakim MK.

Enny Nurbaningsih

Majelis Hakim MK Enny Nurbaningsih memberikan paparan dalam sidang pendahuluan uji formil Undang-Undang KPK di Gedung MK, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Enny merupakan satu-satunya hakim konstitusi perempuan. Perempuan kelahiran 27 Juni 1962 ini menjabat sejak 13 Agustus 2018.
Enny adalah lulusan S1 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 1981; S2 Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung pada 1995; dan S3 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada 2005.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjadi hakim konstitusi, Enny merupakan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan akademisi yang mengajar di Universitas Gadjah Mada.
Ia juga aktif dalam organisasi yang terkait dengan ilmu hukum yang digelutinya, yaitu ilmu hukum tata negara. Salah satunya Parliament Watch yang ia bentuk bersama-sama dengan Ketua MK periode 2008 – 2013 Mahfud MD pada 1998 silam.
Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator. “Pada masa reformasi itu, melalui diskusi-diskusi, kala itu kami merasa dibutuhkan organisasi yang berfungsi sebagai watchdog parlemen,” kata Guru Besar Ilmu Hukum UGM itu.
Ia merupakan hakim MK dari unsur Presiden. Ia pernah mendapatkan Satyalancana Karya Satya 10 tahun dari Presiden Republik Indonesia pada 2007.
ADVERTISEMENT