Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Film Dirty Vote begitu menarik perhatian di masa tenang kampanye Pemilu 2024 ini. Mengungkap berbagai instrumen kekuasaan yang diduga digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi.
ADVERTISEMENT
Ada tiga ahli hukum yang terlibat dalam garapan film tersebut. Mulai dari Feri Amsari, Bivitri Susanti, hingga Zainal Arifin Mochtar.
Adapun film dokumenter itu, disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono — aktivis yang berkecimpung di dunia jurnalistik sejak 1990. Siapa Dandhy?
Dikutip dari berbagai sumber, Dandhy merupakan kelahiran Lumajang, 29 Juni 1976. Karier jurnalistik Dandhy dimulai pada 1990. Dia merupakan lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Pendidikan non formal Dandhy peroleh dari Ohio University Internship Program on Broadcast Journalist Covering Conflict, Amerika Serikat (2007) dan British Council Broadcasting Program, London (2008).
Ia juga ikut berbagai workshop dan seminar tentang jurnalistik di berbagai negara. Ia sempat beralih ke media radio, baik dalam maupun luar negeri. Bahkan ia sempat menjadi stringer di radio ABC Australia.
ADVERTISEMENT
Di profil akun X-nya (Twitter) Dandhy menuliskan jika ia adalah Co-Founder Watchdoc dan Co-Founder Koperasi Ekspedisi Indonesia Baru.
Dandhy membentuk Watchdoc bersama dengan Andhy Panca Kurniawan pada 2009. Salah satu karyanya sebelum Dirty Vote yang terkenal yakni film dokumenter Sexy Killers yang mengungkap soal bisnis batubara di Indonesia.
Selain itu, ada pula dokumenter The End Game. Film yang berisi bagaimana polemik KPK era Firli Bahuri memecat 75 pegawainya. Melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang kontroversi.