Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Profil Eks Dirjen KA Prasetyo, Tersangka Kejagung yang Rugikan Negara Rp 1,1 T
3 November 2024 23:36 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian di Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejagung terkait dengan kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Medan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari resmi Ditjen Perkeretaapian di X yang diunggah pada 18 Mei 2016, Prasetyo diketahui lahir di Surabaya pada 21 November 1959.
Prasetyo meraih gelar sarjana di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) pada tahun 1985 kemudian meraih gelar magister pada tahun 2006 di Universitas Gajah Mada (UGM) program studi Magister Manajemen.
Prasetyo pernah menempati sejumlah posisi yang berkaitan dengan kereta api di Kementerian Perhubungan. Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
Prasetyo diberhentikan dari jabatannya sebagai Dirjen Perkeretaapian pada tahun 2017 oleh Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi. Prasetyo dialihkan mengisi posisi Staf Ahli Bidang Teknologi, Lingkungan, dan Energi Kementerian Perhubungan.
Laporan Kekayaan
Dalam laporan harta kekayaannya kepada KPK pada 5 April 2019 untuk tahun periodik 2018 sebagai Staf Ahli Bidang Teknologi, Lingkungan, dan Energi Perhubungan, Prasetyo melapor punya harta Rp 2.586.667.618
Berikut rinciannya:
Total: Rp 2.586.667.618
Sekilas Kasus Korupsi Jalur KA Besitang-Langsa
Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan proyek terkait kasus korupsi yang melibatkan Prasetyo dikerjakan pada 2017-2023 sebagai salah satu jalur Trans Sumatera Railway. Anggaran proyek ini mencapai Rp 1,3 triliun yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
ADVERTISEMENT
Dalam proyek tersebut, Prasetyo diduga memerintahkan NSS selaku kuasa pengguna anggaran memecah pekerjaan konstruksi menjadi 11 paket. Dia meminta kepada NSS untuk memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender.
Selain itu, dalam pengerjaan proyek ini pun dilakukan sejumlah keputusan yang tidak sesuai seperti tidak melakukan studi kelayakan hingga memindahkan lokasi pembangunan jalur keluar dokumen desain. Sehingga jalur ini amblas dan tidak dapat dipakai. Akibatnya, negara diduga merugi hingga Rp 1,1 triliun.
Kejagung menyebut Prasetyo diduga menerima fee lebih banyak yakni mencapai Rp 2,6 miliar. Prasetyo kemudian dijerat dengan Pasal 2 atau 3 juncto pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.