Profil Jumhur Hidayat: Eks Timses Jokowi, Kini Masuk KAMI dan Ditangkap Polisi

13 Oktober 2020 14:30 WIB
Aktivis KAMI Jumhur Hidayat. Foto: Budi Setiawanto/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis KAMI Jumhur Hidayat. Foto: Budi Setiawanto/ANTARA
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Delapan orang petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditangkap polisi, termasuk Jumhur Hidayat. Jumhur diamankan polisi pada Selasa (13/10) pagi dan saat ini masih diperiksa di Bareskrim Polri.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani, Jumhur baru saja keluar dari rumah sakit usai operasi empedu. Ia juga mengaku tidak tahu mengapa Jumhur dan tujuh petinggi KAMI lainnya ditangkap.
"Pukul 07.00 WIB pagi, Pak Jumhur baru keluar dari RS. Pak Jumhur ini baru operasi besar, dua minggu dia di RS dioperasi baru beberapa hari lalu dia keluar (RS). Pagi tadi diambil. Kita tidak tahu motif apa Pak Jumhur juga diambil (ditangkap) itu," kata Yani saat dihubungi, Selasa (13/10).
Bagaimana Sosok Jumhur Hidayat?
Sebenarnya, ini bukan pengalaman aktivis 52 tahun itu ditangkap lantaran vokal mengkritisi pemerintah. Pada 5 Agustus 1989 lalu, saat Jumhur masih berstatus sebagai mahasiswa Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), di ditangkap setelah menggelar aksi menentang kedatangan Menteri Dalam Negeri Rudini di depan kampus ITB.
Ilustrasi Institut Teknologi Bandung. Foto: Dok. ITB
Jumhur ditangkap bersama beberapa kawannya, yaitu Mochammad Fadjroel Rachman --yang saat ini menjadi jubir Presiden Jokowi, Arnold Purba, Supriyanto alias Enin, Amarsyah, dan Bambang Sugiyanto Lasijanto.
ADVERTISEMENT
Tak hanya dijebloskan ke penjara, Jumhur juga dipecat dari ITB bersama 8 mahasiswa lainnya yang ikut aksi demo. Hal ini merupakan sejarah baru dari pergerakan mahasiswa melawan penguasa yang sebelumnya belum pernah terjadi.
Saat itu, Jumhur baru diadili di PN Bandung pada 29 November 1989. Pada Kamis, 8 Februari 1990, majelis hakim memvonis Jumhur, Amarsyah, dan Bambang dengan tiga tahun penjara, lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum yang hanya dua tahun tiga bulan. Majelis hakim juga menolak pledoi Jumhur yang berjudul 'Menggugat Rezim Anti-Demokrasi'.
Selama masa hukuman, Jumhur dan teman-temannya juga sempat dipindah ke Nusakambangan. Namun, atas perintah Menteri Kehakiman, ia dikembalikan ke Bandung karena hukuman Nusakambangan dianggap terlalu berlebihan bagi mahasiswa. Jumhur cs akhirnya bebas dari LP Sukamiskin pada 25 Februari 1992.
Aktivis KAMI Jumhur Hidayat. Foto: ANTARA FOTO
Sebenarnya, jiwa kritis putra ketiga pasangan Mohammad Sobari Sumartadinata dan Ati Amiyati itu sudah tumbuh dari kecil. Meski keluarganya berasal dari kalangan berada, namun sejak kecil Jumhur lebih suka bergaul dengan orang-orang di luar kompleks perumahannya dan hidup sederhana.
ADVERTISEMENT
Jumhur juga dikenal sebagai sosok yang pintar namun memiliki jiwa sosial tinggi. Baru masuk di ITB, ia sudah berkali-kali bergabung dalam aksi unjuk rasa untuk membela hak-hak petani atau menentang penggusuran tanah, seperti pada kasus Badega, Kacapiring, Cimacan, dan Kedung Ombo. Akibatnya, ia kerap menjadi target aparat keamanan.
Setelah bolak-balik demo dan sempat dipenjara, Jumhur lalu bergabung di beberapa organisasi, termasuk di Center for Information and Development Studies (CIDES) yang terkenal membidani tokoh-tokoh Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Di bawah kepemimpinannya, CIDES dianggap berhasil sebagai lembaga kajian kebijakan publik yang melahirkan gagasan-gagasan alternatif.
Jumhur terjun ke dunia politik saat bergabung dengan Partai Daulat Rakyat menjadi Sejen dan dalam pemilu 1999 mendapatkan 1 kursi DPR RI. Partai ini kemudian bergabung dengan 7 partai kecil lain menjadi Partai Sarikat Indonesia yang dideklarasikan di Surabaya pada tanggal 17 Desember 2002. Jumhur tetap sebagai Sekretaris Jenderal. Partai ini gagal dalam Pemilu Legislatif 2004 dan Jumhur meninggalkan kegiatan politiknya.
Jumhur Hidayat (ketiga dari kiri, pakaian batik) saat konferensi pers GNKR di Rumah Peruangan. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Nama Jumhur makin dikenal luas setelah diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan TKI selama 7 tahun, sejak 11 Januari 2007 dan diberhentikan pada tanggal 11 Maret 2014.
ADVERTISEMENT
Dalam Pilpres 2014, Jumhur Hidayat bergabung menjadi relawan Jokowi sebagai Koordinator Aliansi Rakyat Merdeka (ARM). Namun pada Pilpres 2019 dia menjadi pendukung Prabowo Subianto.
****
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona