Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Profil Lai Ching-te, Dokter Lulusan Harvard yang Jadi Presiden Taiwan
14 Januari 2024 20:35 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Lai Ching-te resmi terpilih sebagai presiden dalam pemilu Taiwan yang digelar pada Sabtu (13/1). Sosok yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden tersebut berhasil unggul dengan perolehan suara sekitar 40,2 persen.
ADVERTISEMENT
Politisi dari Partai Progresif Demokratik (DPP) memenangkan pemilu dengan jumlah pemilik hak suara mencapai 69,24 persen dari sekitar 19 juta pemilih terdaftar. Kemenangan Lai sudah terprediksi, lantaran kerap unggul di setiap survei menjelang pemilu.
Dikutip dari Anadolu Agency, dengan hasil perolehan suara tersebut maka Lai berhasil mengalahkan pesaingnya dari Partai Kuomintang yang lebih dekat dengan China, Hou Yu-ih. Mengekor di belakang Lai, Hou berada di posisi kedua tertinggi dengan perolehan suara sebesar 33,4 persen.
Lai akan secara resmi menduduki jabatan sebagai orang nomor satu di pemerintahan Taiwan pada Mei mendatang — saat masa jabatan dua periode presiden saat ini, Tsai Ing-wen, berakhir.
Pria berusia 64 tahun itu akan menggandeng eks utusan diplomatik Taiwan untuk Amerika Serikat, Hsiao Bi-Khim (52), menjadi wakil presidennya.
ADVERTISEMENT
Pejuang Kemerdekaan Taiwan
Namun, belum tiba waktunya bagi Lai untuk memimpin, China telah memperingatkan kemenangannya sebagai 'ancaman'. Bagi Beijing, Lai yang merupakan sosok pro-demokrasi dan pendukung kemerdekaan Taiwan adalah sebuah pertanda bahaya.
Dalam pidato kemenangannya, Lai bahkan telah menegaskan posisi tak gentar dalam menghadapi intimidasi China. "Saya berjanji akan menjaga Taiwan dari ancaman berkelanjutan dari China," ujar Lai, seperti dikutip dari AFP.
Dari kacamata Beijing, Lai dikenal sebagai sosok separatis hingga pengacau. Anggapan ini muncul akibat komentar Lai yang dia buat pertama kali saat menjabat sebagai perdana menteri — bahwa dia akan bekerja keras untuk memerdekakan Taiwan.
China yang menganggap Taiwan adalah bagian dari kedaulatannya dan akan ia rebut kembali suatu saat nanti pun melihat pemikiran tersebut sudah kelewat batas.
ADVERTISEMENT
Lai, pada gilirannya, seolah tak takut dengan ancaman China. Pada tahun berikutnya, di hadapan parlemen Lai mengungkapkan dirinya adalah seorang pejuang kemerdekaan Taiwan.
Imbas dari pengakuan Lai — media ternama di China, Global Times, menyerukan agar China mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional untuk Lai dan mengadilinya di bawah Undang-Undang Anti-Pemisahan Diri China tahun 2005.
Sangat Dibenci China
Menurut laporan Reuters, yang membuat China sangat khawatir yaitu gagasan bahwa Lai dapat berupaya mengubah status quo dengan cara mendeklarasikan pendirian Republik Taiwan. Namun, sejauh ini Lai membantah akan melakukan hal itu.
Meski demikian, seorang profesor jurusan hubungan internasional di Universitas Fudan di Shanghai, Wu Xinbo, beranggapan China sudah membenci Lai dan seluruh gagasan pro-kemerdekaan Taiwan yang ia miliki.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Itu karena jika dia terpilih sebagai pemimpin Taiwan, dia mungkin akan memajukan tujuannya untuk kemerdekaan Taiwan, yang akan memicu krisis di Selat Taiwan," jelas dia.
Selama kampanye, Lai menjelaskan ia akan tetap berpegang pada arah yang ditempuh Tsai. Contohnya seperti mengupayakan dialog dengan China, mempertahankan perdamaian dan status quo, sementara pada saat bersamaan menegaskan bahwa hanya rakyat Taiwan yang bisa menentukan masa depan mereka sendiri.
"Kami tidak ingin bermusuhan dengan Cina. Kita bisa menjadi teman," kata Lai saat diwawancarai pada Juli lalu.
Anak Penambang, Lulusan Harvard
Lai — yang dikenal pula dengan nama William Lai, lahir di kota pesisir Wanli (sekarang Taipei City) pada 6 Oktober 1959, satu tahun setelah Partai Komunis China (CPC) mendirikan kekuasaannya.
ADVERTISEMENT
Ia masih berusia 2 tahun ketika ayahnya, seorang penambang batu bara, meninggal akibat keracunan karbon monoksida di sebuah area pertambangan di Wanli. Sang ibu pun membesarkan Lai beserta lima saudaranya seorang diri.
Tumbuh besar dari keluarga yang biasa-biasa saja, Lai mampu lanjut ke perguruan tinggi hingga menjadi dokter.
Ia memulai studinya tentang rehabilitasi dan kesehatan masyarakat di National Cheng Kung University dan National Taiwan University di Ibu Kota Taipei.
Pada 2003, Lai berhasil meraih gelar master dari Harvard School of Public Health di Amerika Serikat — dan semakin menekuni bidang kedokteran. Lai bahkan sempat menjadi presiden Asosiasi Pendukung Dokter Nasional di Taiwan.
Berpindah dari kedokteran, Lai mulai tertarik dengan politik. Ia telah memenangkan pemilihan Dewan Legislatif bertahun-tahun mulai dari 1996,1998, 2001, 2004, dan 2008. Pada 2020, di masa jabatan periode keduanya Tsai kemudian menunjuk Lai sebagai wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, di masa jabatan periode pertama Tsai, Lai dipilih sebagai perdana menteri pada 2017.