Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Profil Pegida: Dalang Aksi Perobekan Al-Quran di Depan KBRI di Belanda
25 September 2023 10:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Aksi penistaan Al-Quran dilakukan di sejumlah kedutaan besar negara Islam dan berpenduduk mayoritas Islam di Belanda pada 23 September 2023. Salah satu sasarannya adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag.
ADVERTISEMENT
Otak dari aksi penistaan ini adalah pemimpin kelompok Pegida alias Patriotik Eropa Melawan Islamisasi Barat Cabang Belanda, Edwin Wagensveld.
Mengutip media Turki, Daily Sabah, Wagensveld merobek salinan Al-Quran di depan Kedubes Turki, Pakistan, dan Indonesia. Selain merobek, dia juga menghina Islam dan kaum muslimin.
Dari video yang beredar, dalam aksi itu Wagensveld hanya didampingi dua rekannya. Namun, penjagaan polisi cukup ketat.
Siapa Pegida?
Dikutip dari media Jerman, Deutsche Welle/DW, Pegida muncul di Dresden, Jerman, pada 20 Oktober 2014. Aksi pertama mereka adalah unjuk rasa lokal demi memprotes apa yang mereka sebut penghancuran identitas Jerman lewat imigran.
Ketika berdiri pada 2014, Pegida menyampaikan sejumlah tuntutan kepada terkait pengetatan sistem imigrasi, hingga tidak ada toleransi bagi imigran pelaku tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Pegida bertujuan untuk melindungi nilai-nilai Barat, Yahudi, dan Kristen. Mereka juga menolak keras dibentuknya masyarakat paralel seperti adanya pengadilan syariah sampai penceramah yang dianggap menyebar kebencian terhadap agama.
Saat pertama kali muncul, Pegida membawa slogan khas kelompok kanan di masa Jerman Timur yaitu 'kami adalah rakyat.'
Setelah dua tahun setelah berdiri, Pegida kerap menggelar demo di berbagai kota di Jerman seperti Berlin, Würzburg, Bonn, dan Düsseldorf.
Puncak aksi kelompok ini di Jerman terjadi pada Februari 2015. Ketika itu 20 ribu orang turun jalan di Dresden.
Pada 2015 pula, Pegida mendapat momentum untuk menjadi lebih besar. Pada tahun itu terjadi krisis pengungsi yang dimulai pada musim gugur.
Krisis pengungsi merupakan periode lonjakan pengungsi yang mencari suaka di Eropa. Ada sekitar 1,3 juta orang mencoba masuk Eropa demi mendapat status pencari suaka.
ADVERTISEMENT
Para pengungsi mayoritas berasal dari negara-negara mayoritas muslim yang dilanda perang atau krisis keamanan seperti Suriah, Afghanistan hingga Irak.
Setelah krisis pengungsi reda, beberapa pemimpin Pegida sempat mempertimbangkan menjadi partai politik. Namun, kelompok itu hingga kini masih terdaftar sebagai organisasi masyarakat.