Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Profil Riza Chalid, Pengusaha Minyak yang Rumahnya Digeledah Kejagung
25 Februari 2025 17:03 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kediaman Mohammad Riza Chalid di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa (25/2).
ADVERTISEMENT
Penggeledahan ini terkait perkara dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023. Dalam kasus ini, anak Riza, Muhammad Kerry Andrianto Riza, dijerat sebagai salah satu tersangka.
Lantas siapa sosok Riza?
Dikutip dari berbagai sumber, Riza merupakan pria kelahiran 1960. Ia kerap dijuluki sebagai saudagar minyak karena banyak bergelut di bisnis impor minyak melalui anak perusahaan PT Pertamina, yakni Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
Pada 1985, Riza menikah dengan Roestriana Adrianti alias Uchu Riza. Selama bersama, Riza dan Uchu banyak menghabiskan waktunya di Singapura.
Selang beberapa tahun kemudian, pada 2004, Riza dan Uchu mendirikan sekolah di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Selain itu, mereka juga merupakan pendiri tempat bermain anak pada November 2007.
ADVERTISEMENT
Dari pernikahan tersebut, Riza dan Uchu dikaruniai dua orang anak, yakni Muhammad Kerry Adrianto dan Kenesa Ilona Rina.
Di dunia perminyakan, Riza tercatat memiliki sejumlah perusahaan. Di antaranya Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum. Semua perusahaan itu berbasis di Singapura.
Buka Peluang Periksa Riza
Kejagung membuka peluang memeriksa Riza sebagai saksi dalam kasus ini.
"Apakah ada keterlibatan dari Muhammad riza chalid yang anaknya tadi malam sudah ditetapkan sebagai tersangka? teman-teman jurnalis sabar, ini kan sedang berproses, semuanya akan diminta keterangan sebagai saksi apabila terkait dengan perkara ini," kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, Selasa (25/2).
"Penyidik juga sedang mengumpulkan alat bukti, apakah memang ada orang lain yang ikut terlibat, tidak terkecuali Muhammad Riza Chalid. Jadi kepada teman-teman jurnalis harus sabar, nanti saatnya akan kami berita tahu," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Kasus Korupsi Minyak
Ada tujuh orang tersangka yang dijerat Kejagung dalam perkara ini. Empat di antaranya merupakan petinggi di subholding Pertamina, berinisial RS, SDS dan YF dan AP.
Sementara tiga lainnya dari pihak swasta. Mereka adalah MKAR (Muhammad Kerry Andrianto Riza) selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Perkara ini terjadi pada 2018-2023. Pemerintah mencanangkan agar pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari dalam negeri. Pertamina, diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Hal itu telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata, diduga ada pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.
"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ungkap Dirdik Kejagung Abdul Qohar, Senin (24/2).
Pada saat yang sama, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak.
Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).
Tak hanya itu, produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai spesifikasi. Namun faktanya, minyak yang diproduksi masih dapat diolah sesuai dengan spesifikasi.
"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.
ADVERTISEMENT
Dua anak perusahaan Pertamina kemudian melakukan impor minyak mentah dan produk kilang. Di mana, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri.
Dalam kegiatan ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong pengaturan harga dan menyebabkan kerugian negara.
"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," ucap Qohar.
Salah satu contoh pembelian tersebut, yakni seakan-akan membeli minyak RON 92 tetapi sebenarnya yang dibeli adalah RON 90 yang kemudian diolah kembali.
Selain itu, ada juga dugaan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor. Sehingga, negara perlu membayar biaya fee tersebut sebesar 13-15 persen.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.
"Mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun," kata Qohar.
Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari pihak Riza Chalid terkait penggeledahan yang dilakukan Kejagung.