Proses Menyakitkan Kematian Akibat Kelaparan

17 Maret 2017 15:00 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Kelaparan melanda Somalia. (Foto: Dok. relawan ACT)
zoom-in-whitePerbesar
Kelaparan melanda Somalia. (Foto: Dok. relawan ACT)
Ada lebih dari 20 juta orang yang menderita kelaparan di negara-negara Afrika dan Timur Tengah saat ini. Mereka terancam meregang nyawa karena tidak ada asupan nutrisi dan air ke tubuh mereka.
ADVERTISEMENT
Mimpi buruk Somalia pada 2011 dikhawatirkan terulang kembali di tahun ini. Saat itu ada 260 ribu orang yang tewas akibat kelaparan
Tidak dipungkiri, kematian akibat kelaparan dan kehausan adalah sebuah kematian yang perlahan dan menyakitkan. Lantas bagaimana proses di dalam tubuh saat seseorang kelaparan atau kehausan, sehingga berujung pada kematian?
Anak yang menderita kelaparan di Somalia. (Foto: Dok. relawan ACT)
zoom-in-whitePerbesar
Anak yang menderita kelaparan di Somalia. (Foto: Dok. relawan ACT)
Menurut lembaga amal Foundational Research Institute dalam sebuah tulisannya, ketika seseorang kekurangan makanan, terjadi mekanisme dalam tubuh untuk bertahan hidup. Mekanisme inilah yang membuat seseorang bisa bertahan tanpa makanan selama 70 hari.
Setelah seseorang tidak makan selama beberapa hari dan kehilangan sekitar 18 persen bobot tubuhnya, zat kimia bernama ketone terbentuk dalam darah. Zat ini memicu euforia ringan yang berfungsi sebagai penahan sakit.
ADVERTISEMENT
Kekurangan makanan kemudian membuat otak melepaskan hormon endorfin yang juga berfungsi sebagai penekan rasa sakit. Selanjutnya jika kelaparan berlanjut, sistem imun akan rusak akibat tidak adanya asupan vitamin dan mineral ke dalam tubuh.
Kebanyakan korban kelaparan tewas akibat penyakit-penyakit yang berkaitan dengan lemahnya sistem imun tubuh. Di antaranya adalah diare yang disebabkan mudahnya bakteri kolera masuk tubuh.
Potret anak-anak Somalia menderita malnutrisi (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Potret anak-anak Somalia menderita malnutrisi (Foto: Reuters)
Namun jika seseorang masih bertahan hidup setelah berhari-hari tidak makan, maka tahap terakhir yang akan dia derita adalah dua penyakit: kwasiorkor dan marasmus.
Marasmus adalah penyakit yang terjadi akibat penurunan energi yang drastis, terutama karena anjloknya kadar protein dan kalori dalam tubuh. Di titik ini, berat badan seseorang menyusut ke tahap yang berbahaya. Berikutnya, penderita akan mengalami berbagai infeksi mematikan.
ADVERTISEMENT
Kwasiorkor juga serupa, namun biasa menghinggapi anak-anak korban kelaparan yang kekurangan protein dan mengalami malnutrisi parah. Penyakit ini berujung pada edema, atau penumpukan cairan pada tubuh, biasanya pada bagian perut, dan pembesaran hati. Di Indonesia penyakit ini disebut juga busung lapar.
Seseorang biasanya meninggal setelah tidak makan selama tiga minggu berturut-turut, atau maksimal 70 hari.