Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Proses Rehabilitasi Ruang Kelas SD yang Rusak di 2017 Terbilang Lambat
18 Desember 2017 19:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB

ADVERTISEMENT
Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) menemukan temuan adanya perlambatan proses rehabilitasi ruang kelas SD yang rusak melalui pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB). Manager Program YAPPIKA, Hendrik Rosdinar mengatakan presentase jumlah ruang kelas SD di Indonesia yang rusak di tahun 2017 hanya turun sekitar 1,18% dari tahun 2016.
ADVERTISEMENT
"Meski setiap tahunnya Pemerintah Pusat maupun Daerah telah mengalokasikan anggaran untuk rehabilitasi ruang kelas rusak dan memenuhi kebutuhan kurang ruang kelas melalui pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB), perkembangan penyelesaian persoalan tersebut berjalan sangat lambat. Pada tahun 2017, persentase jumlah ruang kelas SD yang rusak sedang dan berat masih 17,41%, hanya turun 1,18% dari tahun 2016," ungkap Hendrik, dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/12).
Lebih lanjut, Hendrik mengatakan perlambatan tersebut dapat menghambat upaya pemenuhan hak anak atas ruang kelas yang aman dan layak sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dan Standar Nasional Pendidikan.

Hendrik membeberkan permasalahan lambatanya rehabilitasi ruang kelas SD yang rusak disebabkan karena 6 hal. Pertama, tidak adanya pengaturan khusus terkait rehabilitasi ruang kelas dan pembangunan RKB di tingkat daerah.
ADVERTISEMENT
"Kedua, adanya calo karena perencanaan yang sebagian besar masih berbasis proposal. Lalu ketiga, belum optimalnya pemanfaatan LAPOR-SP4N, sebagai ruang pengusulan atau pengaduan yang transparan; tidak transparannya hasil survei lapangan dan daftar prioritas sekolah penerima bantuan yang dihasilkan," imbuh Hendrik.
Alasan keempat, lanjut Hendrik, karena adanya indikasi pengaruh faktor kedekatan dan inkonsistensi penggunaan kriteria dalam penentuan daftar prioritas sekolah penerima bantuan. Kelima, sulitnya melakukan pengawasan dan kurang baiknya hasil pekerjaan jika pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh kontraktor. Keenam, adanya ketidaksesuaian data ruang kelas yang rusak dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Hendrik mengatakan pihaknya bersama dengan mitra kerja secara khusus telah melakukan survei terhadap akurasi data dalam sistem Dapodik di Kabupaten Bogor, Serang, dan Kupang pada tahun 2017. Berdasarkan hasil survenya, jumlah ruang kelas dengan kondisi baik mencapai 34%, rusak ringan sebanyak 39%, rusak sedang sebanyak 16%, dan rusak berat mencapai 15%.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Hendrik khawatir tak konsistennya data ruang kelas yang rusak di Dapodik dapat menyebabkan pemberian anggaran rehabilitasi yang salah sasaran. Terlebih data di Dapodik menjadi satu-satunya basis data utama program prioritas sekolah penerima bantuan.
"Karena Dapodik masih menjadi basis data utama untuk menyusun daftar prioritas sekolah penerima bantuan, maka akan ada potensi sekolah yang sebenarnya membutuhkan bantuan tetapi kemudian terlewat (exclusion error) karena mereka salah atau gagal memutakhirkan data dalam sistem Dapodik," terang Hendrik.

Saran dan Rekomendasi dari YAPPIKA untuk Pemerintah
Untuk itu, YAPPIKA memberikan rekomendasi kepada Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud), untuk melakukan pembenahan. Rekomendasi tersebut adalah:
1. Mendorong Pemerintah Kabupaten Bogor, Serang, Kupang, dan Pemerintah Daerah lainnya untuk membuat pengaturan khusus terkait rehabilitasi ruang kelas dan pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) dengan mengadopsi praktik-praktik baik yang telah dimulai oleh Kemendikbud seperti perencanaan yang berbasis data dan penggunaan mekanisme swakelola.
ADVERTISEMENT
2. Meningkatkan kapasitas server Dapodik dan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) serta PLN untuk memprioritaskan penyediaan jaringan internet dan listrik di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
3. Membuka akses terhadap hasil survei lapangan dalam aplikasi Takola dan daftar prioritas sekolah penerima bantuan untuk menguji adanya indikasi pengaruh faktor kedekatan dan inkonsistensi penggunaan kriteria dalam penentuan daftar prioritas sekolah penerima bantuan di Kabupaten Bogor, Serang, Kupang, dan daerah lainnya.
Selain itu, YAPPIKA juga memberikan rekomendasi kepada Ombudsman, untuk melakukan berbagai pengawasan, yakni:
1. Mendorong Kemendikbud dan Pemerintah Kabupaten Bogor, Serang, serta Kupang untuk terhubung dengan LAPOR-SP4N hingga ke unit teknis dan membuat mekanisme pengelolaan pengaduan terkait persoalan ruang kelas rusak atau kurang ruang kelas.
ADVERTISEMENT
2. Menyelidiki adanya indikasi maladministrasi dalam penentuan daftar prioritas sekolah penerima bantuan dan pelaksanaan rehabilitasi ruang kelas/pembangunan RKB di Kabupaten Bogor, Serang, dan Kupang.