Protes Percepatan Transisi Demokrasi di Chad Berujung Ricuh, 50 Orang Tewas

21 Oktober 2022 2:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demonstrasi massa di Moundou, Chad, Kamis (20/10/2022). Foto: Hyacinthe Ndolenodji/via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Demonstrasi massa di Moundou, Chad, Kamis (20/10/2022). Foto: Hyacinthe Ndolenodji/via REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekitar 50 orang tewas dan hampir 300 terluka dalam insiden kerusuhan usai ratusan massa turun ke jalan untuk menuntut percepatan transisi demokrasi di Chad pada Kamis (20/10).
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Chad, Saleh Kebzabo, memberikan jumlah korban tewas pada konferensi pers. Dia mengatakan, pemerintah masih mengumpulkan korban dari apa yang dia gambarkan sebagai pemberontakan bersenjata.
Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa warga sipil tak bersenjata dibantai saat pasukan keamanan secara brutal menindak demonstrasi di ibu kota, N'Djamena, dan beberapa kota lainnya.
Negara Afrika Tengah yang dipimpin secara militer ini mengalami krisis politik sejak mantan Presiden Chad, Idris Déby, meninggal dunia secara mendadak pada April 2021.
Demonstrasi massa di Moundou, Chad, Kamis (20/10/2022). Foto: Hyacinthe Ndolenodji/via REUTERS
Putranya, Mahamat Idriss Deby, merebut kekuasaan setelahnya dan awalnya menjanjikan transisi 18 bulan untuk pemilu, tetapi pada 1 Oktober, ia mengumumkan pengunduran jadwal hingga dua tahun.
Oposisi dan kelompok masyarakat sipil menyerukan protes untuk menandai berakhirnya periode transisi 18 bulan yang awalnya disepakati. Pemerintah melarang mereka dengan alasan keamanan.
ADVERTISEMENT
Namun, para demonstran muncul pagi-pagi, membarikade jalan dan membakar markas partai perdana menteri yang baru.
"Apa yang terjadi hari ini adalah pemberontakan rakyat bersenjata untuk merebut kekuasaan dengan paksa dan mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan ini akan menghadapi keadilan," kata Kebzabo dikutip dari Reuters, Jumat (21/10).
"Para demonstran memiliki senjata api dan mereka dianggap pemberontak. Pasukan keamanan hanya menanggapi untuk membela diri," sambung dia.
Demonstrasi massa di Moundou, Chad, Kamis (20/10/2022). Foto: Hyacinthe Ndolenodji/via REUTERS
Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia dan organisasi mitranya di Chad mengatakan, protes itu ditindak dengan keras oleh pasukan keamanan. Selain itu, penyiksaan dan penangkapan secara sewenang-wenang juga dilaporkan terjadi.
Peneliti Amnesty International, Abdoulaye Diarra, mengatakan pasukan keamanan menggunakan peluru tajam pada pengunjuk rasa, berdasarkan laporan saksi dan analisis foto dan video hari itu.
ADVERTISEMENT
Wartawan Chad, Oredje Narcisse, termasuk di antara yang tewas, kata saudaranya. Korban lain yang dikonfirmasi termasuk seorang polisi yang terluka parah dalam bentrokan, seorang pengunjuk rasa berusia 28 tahun yang ditembak di leher, dan musisi Chad, Ray's Kim, yang meninggal di rumah sakit.
"Jelas bahwa penyelidikan yang tidak memihak diperlukan untuk menentukan apakah pengunjuk rasa menggunakan penjarahan dan kekerasan dan apakah pasukan keamanan secara tidak sah menggunakan kekuatan mematikan di seluruh negeri," kata direktur Afrika Tengah di Human Rights Watch, Lewis Mudge.
Kerusuhan telah terjadi sesekali di Chad sejak Deby merebut kekuasaan tahun lalu, tetapi kerusuhan Kamis (20/10) tampaknya yang paling berdarah.
Warga berusaha menyelamatkan barang-barang dari rumah yang terendam banjir di N'Djamena, Chad, Rabu (18/10/2022). Foto: Denis Sassou Gueipeur/AFP
Pemerintah mengumumkan keadaan darurat dan jam malam dari pukul 6 sore hingga 6 pagi, meskipun presiden telah mengumumkan keadaan darurat pada hari Rabu (19/10) karena bencana banjir.
ADVERTISEMENT
"Saya dengan tegas mengutuk penindasan terhadap demonstrasi yang menyebabkan kematian di Chad," cuit Ketua Komisi Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat.
"Kami prihatin dengan kekerasan dalam konteks demonstrasi di Chad hari ini, yang dilaporkan telah menyebabkan hilangnya nyawa dan cedera," kata juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric.
Dia meminta pihak berwenang untuk memastikan hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai bagi semua warga Chad, dan bagi semua pihak untuk menahan diri dari penggunaan kekuatan dan kekerasan yang berlebihan.