Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Protes Warga Tambun Digusur meski Punya SHM: Tak Ada Perintah Pengosongan Lahan
4 Februari 2025 15:01 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Warga Cluster Setia Mekar 2 di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi, digusur meski memiliki sertifikat hak milik (SHM) tanah. Eksekusi pengosongan dilakukan atas perintah dari Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Cikarang.
ADVERTISEMENT
Pendiri sekaligus warga cluster, Abdul Bari, menilai pengosongan tersebut salah.
“Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Cikarang itu bisa masuk kategori abuse of power, kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan wewenang dalam jabatan,” ujarnya saat dihubungi kumparan, Selasa (4/2).
“Kenapa saya mengatakan demikian? Karena dalam keputusan itu, keputusan yang merujuk pada nomor 128 Pengadilan Negeri Kota Bekasi yang menjadi rujukan untuk pelaksanaan eksekusi, di situ tidak ada perintah untuk melakukan pengosongan lahan,” sambungnya.
Polemik ini bermula dari Mimi Jamilah menggugat tanah-tanah milik warga di PN Bekasi pada tahun 1996. Tiga tahun setelahnya, ia berhasil memenangkan gugatannya dengan keputusan inkrah di level Mahkamah Agung.
Namun, dalam keputusan itu, Bari tidak melihat adanya perintah pengosongan lahan untuk dilakukan PN Cikarang.
ADVERTISEMENT
“Yang ada hasil keputusannya adalah penetapan bahwasannya, Abdul Hamid adalah pemilik satu-satunya atas sertifikat 325. Tapi pada fakta, pada kenyataannya, sertifikat 325 atas tentang Djuju, tidak pernah dibalik nama,” ucapnya.
Djuju Saribanon Dolly merupakan pemilik awal tanah itu. Tahun 1976, ia menjualnya ke Abdul Hamid. Mimi adalah ahli waris Abdul.
Bari menjelaskan bahwa Abdul tak pernah memegang SHM tanah itu karena tidak dibalik nama, sehingga ia hanya memegang Akta Jual Beli (AJB). Bahkan, di tengah jalan, Abdul tak melunasi tanah itu.
Abdul pun, melalui perantara bernama Bambang Heryanto, menjual tanahnya ke seseorang bernama Kayat. Oleh Kayat, kepemilikan tanah dibalik nama.
“Dari Kayat kemudian dipecah menjadi empat bidang. Nah dari empat bidang itulah kemudian timbul turunan-turunannya. Termasuk di dalamnya itu adalah cluster Setia Mekar 2 yang bersumber dari sertifikat Induk 705 kemudian bersumber dari 325,” ucap Bari.
ADVERTISEMENT
“Sehingga melaksanakan eksekusi yang terjadi pada tanggal 30 Januari kemarin seharusnya tidak bisa dilakukan. Kenapa? Karena di atas tersebut telah terbit sertifikat,” sambungnya.
Lebih lanjut, Bari menjelaskan bahwa kepemilikan tanah tidak pernah dibatalkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) oleh Mimi.
“Ya karena peradilan perdata itu tidak bisa membatalkan sertifikat,” ucap Bari.
“Tidak bisa membatalkan produk hukum yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanahan. Yang bisa membatalkan sertifikat itu hanyalah PTUN ataupun kemerdekaan ATR-BPN itu sendiri. Bukan peradilan perdata,” sambungnya.
Bari sendiri membeli tanah itu dari seseorang bernama Tunggul Siagian. Sebelumnya, Tunggul membeli dua bidang tanah milik Kayat. Dari dua bidang itu, salah satunya dijual ke Bari.
Kata PN Cikarang
PN Cikarang Kelas II, menilai, eksekusi pengosongan lahan di Setiamekar, telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
ADVERTISEMENT
Humas PN Cikarang Kelas II, Isnanda Nasution mengatakan, pihaknya melakukan eksekusi, berdasarkan delegasi dari Pengadilan Negeri Bekasi, yang tercantum dengan putusan awal nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
"Proses persidangan awalnya PN Bekasi, karena sudah berpisah jadi yang melaksanakan di sini namanya eksekusi delegasi. Prosesnya sudah berkekuatan hukum di tingkat Mahkamah Agung, jadi ini hanya berupa pengosongan," kata dia, dikutip Minggu (2/2).