PSBB atau PPKM Mikro: PKS Sebut PSBB Lebih Efektif; Jokowi Pilih PPKM Mikro

24 Juni 2021 7:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua orang tenaga kesehatan beristirahat sejenak saat menunggu pasien di ruang isolasi COVID-19 Rumah Sakit Umum (RSU) Dadi Keluarga, Kabupetan Ciamis, Jawa Barat, Senin (14/6/2021).  Foto: Adeng Bustomi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Dua orang tenaga kesehatan beristirahat sejenak saat menunggu pasien di ruang isolasi COVID-19 Rumah Sakit Umum (RSU) Dadi Keluarga, Kabupetan Ciamis, Jawa Barat, Senin (14/6/2021). Foto: Adeng Bustomi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kondisi pandemi corona terkini di Indonesia menjadi perhatian bagi ahli kesehatan dunia. Pasalnya, kasus konfirmasi COVID-19 yang cenderung terus meningkat secara signifikan masih belum dapat dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Hal ini turut menjadi perhatian dari Faheem Younus, seorang Kepala Petugas Mutu (CQO) dan Kepala Bidang Penyakit Menular di University of Maryland Upper Chesapeake Health (UM UCH), Amerika Serikat.
"Indonesia Terus Memburuk dari Hari ke Hari… Sekarang 94% dari puncak dan naik terus. 27.300 kematian pertama dalam 10 bulan. 27.300 kematian berikutnya dalam 5 bulan," tulis Younus di Twitter, Selasa (22/6).
Intervensi pembatasan mobilitas warga dinilai menjadi salah satu cara untuk dapat mengendalikan penularan. Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Netty Prasetyani menilai dalam situasi saat ini pemerintah seharusnya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) daripada memperpanjang PPKM mikro.
Sanksi pelanggar protokol kesehatan COVID-19 di Tangerang Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
"Pemberlakuan PPKM skala mikro terbukti tidak efektif menahan mobilitas masyarakat. Akibatnya lonjakan kasus COVID-19 sulit dikendalikan. Pemerintah harus segera berlakukan PSBB, bahkan lockdown total,” kata Netty, Rabu (23/6).
ADVERTISEMENT
PPKM mikro memang dinilai tidak efektif untuk mendisiplinkan warga terkait protokol kesehatan. Ambil contoh di Jakarta, pada periode April 2020 sampai 22 Juni 2021 tercatat ada penambahan kasus pelanggaran pada penindakan pelanggaran masker, restoran/kafe, tempat usaha sampai perkantoran.
Pelanggaran terbesar yakni pada penindakan penggunaan masker sebanyak 628.287 kasus pelanggaran, naik 3.027 kasus dari hari sebelumnya. Sedangkan pelanggaran yang dilakukan di tempat usaha seperti rumah makan, restoran atau kafe sebanyak 59.666.
Kemudian tempat usaha jenis lainnya ditemukan pelanggaran sebanyak 36.201. Sedangkan di perkantoran ada 14.774 pelanggaran.
Presiden Joko Widodo turun dari mobil untuk meninjau vaksinasi COVID-19 di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Kamis (10/6). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Meski ada data seperti itu pemerintah pusat tetap memilih menerapkan PPKM mikro dengan sedikit perubahan aturan. Presiden RI Joko Widodo mengatakan pemerintah menerima masukan dari berbagai pihak terkait PSBB atau lockdown, namun keputusan untuk menerapkan PPKM mikro telah bulat.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah telah mempelajari berbagai opsi penanganan COVID-19 dengan memperhitungkan kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi politik di negara kita Indonesia, dan juga pengalaman-pengalaman dari negara lain," tutur Jokowi dalam Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (23/6).
"Pemerintah telah memutuskan PPKM Mikro masih menjadi kebijakan yang paling tepat untuk menghentikan laju penularan COVID-19, hingga ke tingkat desa atau langsung ke akar masalah yaitu komunitas," ucap Jokowi.
Jokowi menjelaskan kalau PPKM mikro dapat mengendalikan COVID-19 tanpa mematikan ekonomi rakyat. Menurut dia PPKM mikro dengan lockdown secara esensi juga sama.
"Jika PPKM mikro terimplementasi dengan baik, tindakan-tindakan di lapangan yang terus diperkuat semestinya laju kasus bisa terkendali," kata Jokowi.
Petugas melakukan swab test antigen kepada pengunjung Rest Area 102 A Tol Cipali, Subang, Jawa Barat, Jumat (7/5/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Maka itu Jokowi meminta agar kepala daerah meneguhkan komitmennya, mempertajam penerapan PPKM Mikro. Posko COVID-19 di masing-masih wilayah desa atau kelurahan harus dioptimalkan untuk membiasakan masyarakat disiplin 3M. Selain itu juga menerapkan 3T dengan baik.
ADVERTISEMENT
Mau PSBB atau PPKM mikro, bagi anggota Komisi IX DPR Nurhadi seharusnya tidak jadi masalah. Daripada meributkan hal itu yang hanya membuang energi, lebih baik masyarakat berkomitmen untuk menerapkan prokes.
Penerapan lockdown skala mikro di Sumur Batu, Jakarta Pusat. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
"Intinya tidak perlu menghabiskan waktu dan energi dengan mendebatkan soal istilah PPKM, PSBB atau lockdown. Tidak ada gunanya lockdown tetapi kemudian longgar pada pelaksanaan prokes," kata Nurhadi saat dimintai tanggapan, Rabu (23/6).
"Sebaliknya yang kita butuhkan adalah tanpa istilah lockdown tetapi disiplin dengan prokes. Kuncinya pada disiplin melaksanakan prokes, bukan istilah lockdown, PPKM atau PSBB," tegas Nurhadi.

Beda Istilah

PPKM Mikro ditetapkan melalui Instruksi Mendagri, sementara PSBB melalui Keputusan Menteri Kesehatan. Keduanya sama-sama membatasi kegiatan masyarakat baik di sekolah, kantor, tempat ibadah, hingga mal dan pasar. Meski PSBB cakupannya lebih luas hingga fasilitas umum.
ADVERTISEMENT
Bedanya, PPKM Mikro diterapkan di tingkat desa/kelurahan sehingga diklaim lebih efektif karena didukung adanya posko. Sementara PSBB diterapkan skala provinsi.
Kemudian lockdown yang dalam UU Kekarantinaan Kesehatan dikenal sebagai karantina wilayah, membatasi kegiatan masyarakat secara ekstrem yaitu tetap di rumah dengan jaminan kebutuhan pangan termasuk ternak ditanggung pemerintah. Kebijakan ini ditolak Jokowi sejak awal pandemi.