PSI DKI Usul CFD Ditiadakan Sementara: Berpotensi Jadi Klaster Baru

30 Juni 2020 10:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga berolah raga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) di Jalan Layang Non Tol Antasari, Jakarta, Minggu (28/6). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga berolah raga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) di Jalan Layang Non Tol Antasari, Jakarta, Minggu (28/6). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 28 Juni, Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk meniadakan Car Free Day (CFD) di kawasan Sudirman-Thamrin. Sebagai gantinya, Pemprov DKI menyebar 32 titik kawasan khusus sepeda dan pejalan kaki.
ADVERTISEMENT
Merespons hal itu, Anggota DPRD DKI Fraksi PSI Eneng Malianasari menilai CFD atau agenda semacamnya ditiadakan sementara. Dia khawatir, meski disebar ke 32 titik di seluruh Jakarta, kegiatan CFD atau olahraga bersama dapat menjadi klaster baru.
"Bukan soal titiknya akan ditambah atau dikurangi. Saya pribadi menyarankan agar sebaiknya kegiatan CFD untuk sementara waktu ini ditiadakan dulu. Sebab, kegiatan ini berpotensi menjadi klaster penyebaran COVID yang baru," ujar Eneng saat dihubungi, Selasa (30/6).
Kondisi saat ini menurutnya masih sangat riskan. Sebab tren pertambahan kasus harian terus naik.
Sementara warga yang datang ke CFD masih tak menaati protokol kesehatan. Mulai dari warga yang tak mematuhi ketentuan jaga jarak, hingga masih ditemukannya anak kecil di kawasan CFD.
ADVERTISEMENT
"Meski disebar ke 32 titik, bukti bahwa kegiatan CFD di sejumlah tempat masih padat pengujung, seperti Cipete Raya (Jaksel), atau Danau Sunter Selatan (Jakut). Lebih lagi, pelaksanaan protokol kesehatan, terutama physical distancing, di titik-titik CFD juga tidak sepenuhnya mampu diawasi dan dipatuhi," tegasnya.
Warga berolah raga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) di Jalan Layang Non Tol Antarasari, Jakarta, Minggu (28/6). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
"CFD ini masih banyak diikuti oleh anak yang masuk dalam kelompok rentan. Bahkan, ada yang membawa anak balita. Padahal, data IDAI memperlihatkan prevalensi COVID pada anak di Indonesia cukup tinggi dengan death rate sekitar 2.5 persen untuk kasus positif, dan 3,8 persen untuk PDP," lanjutnya.
Dia menilai, lebih baik aparat yang mengawasi kegiatan CFD dialihkan untuk mengawasi RW yang masuk dalam daftar wilayah pengawasan ketat (WPK) hingga mal dan pasar. Menurutnya pengawasan di lokasi tersebut lebih urgent dibanding CFD yang sebaiknya ditiadakan.
ADVERTISEMENT
**********
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona