PSI soal DKI Dapat Skor E dari Kemenkes: Anies Harus Buka Opsi Tarik Rem Darurat

28 Mei 2021 13:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemudik yang kembali ke Jakarta melakukan swab test antigen di Posko Swab Test Antigen RW 05, Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakut. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pemudik yang kembali ke Jakarta melakukan swab test antigen di Posko Swab Test Antigen RW 05, Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakut. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Kementerian Kesehatan baru saja memberikan nilai E pada DKI Jakarta terkait pengendalian corona. Salah satu pertimbangan skor E untuk Jakarta karena Bed Occupancy Rate (BOR) dan tracing yang kurang baik.
ADVERTISEMENT
Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad, menilai skor rendah dari Kemenkes menjadi peringatan bagi Pemprov DKI Jakarta.
“Pak Gubernur tidak boleh hanya bangga dengan jumlah tes dan fasilitas kesehatan, perlu serius membenahi kemampuan tracing dan isolasi," ujar Idris, Jumat (28/5).
Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad di DPRD DKI Jakarta, Rabu (13/11). Foto: Darin Atiandina/kumparan
Dia mengatakan, Pemprov DKI perlu merespons skor E dari Kemenkes dengan pengetatan aturan secara merata mulai dari tingkat RT/RW, tempat kerja, maupun tempat rekreasi dan pusat perbelanjaan. Atau mempertimbangkan untuk menarik rem darurat lagi.
“Jakarta perlu mempertimbangkan menarik rem darurat untuk meredam infeksi penularan COVID. Sehingga mereka yang baru kembali dari luar Jakarta tidak menularkan virus ke warga yang tidak turut mudik, dan tingkatkan kapasitas jumlah sdm dan anggaran puskesmas hingga kelurahan sebagai garda depan pengendalian COVID-19,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Dia menyebut, saat ini semakin banyak RT yang memasuki zona merah dan zona oranye, sehingga terpaksa melakukan micro lockdown. Pada level provinsi, kata dia, jumlah kasus positif DKI Jakarta meningkat sebesar 40% dalam satu pekan terakhir. Keterisian Wisma Atlet juga meningkat 6% pasca Libur Lebaran.
“Arus balik belum berakhir, masih banyak pemudik yang belum kembali dan mayoritas belum menjalani pemeriksaan swab antigen. Jika tidak segera dilacak dan diisolasi, maka klaster tersebut akan menyebar sehingga pada akhirnya timbul tsunami kasus COVID di Jakarta,” tutupnya