Psikolog Klinis Minta Dikecualikan dari RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi

30 Mei 2022 18:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi anak jalani tes psikologi Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi anak jalani tes psikologi Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) mengeluarkan sikap atas Rancangan Undang-Undang Pendidikan dan Layanan Psikologi (RUU PLP).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut sebagai respons usai Panja RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi Komisi X DPR RI melaksanakan uji publik, Jumat (27/5).
Uji publik tersebut dilakukan di 3 kota besar, yakni Surabaya (Jawa Timur), Solo (Jawa Tengah), dan Makassar (Sulawesi Selatan). Tujuan uji publik adalah menyerap aspirasi masyarakat terhadap RUU PLP.
IPK Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan diwakilkan oleh Dr. Sitti Murdiana, M.Psi., Psikolog (Wakil Ketua IPK Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan), Novi Yanti Pratiwi, M.Psi., Psikolog (Bendahara IPK Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan),
Selain itu, turut hadir Dra. Rr. Evy Rakryani, Psikolog (Bidang Kemitraan IPK Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan). Sementara IPK Indonesia Wilayah Jawa Tengah diwakilkan oleh Gones Saptowati, S.Psi., M.A., Psikolog (Ketua IPK Indonesia Wilayah Jawa Tengah).
ADVERTISEMENT
Berikut pernyataan lengkap sikap Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK):
Draft RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi (RUU PLP) tidak selaras dengan peraturan perundangan yang sudah ada sebelumnya terkait pendidikan tenaga kesehatan, standar layanan tenaga kesehatan, pendaftaran dan perizinan tenaga kesehatan, termasuk dalam pengaturan organisasi profesi tenaga kesehatan. Psikolog Klinis adalah tenaga kesehatan, yang telah diatur oleh UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan turunannya termasuk Peraturan Menteri Kesehatan No. 45 Tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraan praktik psikolog klinis.
Draft RUU PLP pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa Surat Tanda Registrasi (STR) merangkap sebagai surat izin praktik, dan diterbitkan oleh organisasi profesi himpunan psikologi. Padahal, STR dan SIP memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda. Perijinan profesi lazimnya diterbitkan oleh pemerintah bukan oleh organisasi profesi, untuk melindungi kepentingan publik dari praktik-praktik yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, IPK Indonesia menegaskan sikap bahwa psikolog klinis perlu dikecualikan dari semua pengaturan di RUU Praktik Pendidikan dan Layanan Psikologi.
ADVERTISEMENT
Terdapat istilah induk organisasi profesi yang merupakan istilah di luar kelaziman. Pengaturan terkait profesi seharusnya diatur oleh organisasi profesi yang memiliki satu profesi sejenis (homogen) bukan heterogen atau berupa induk organisasi profesi yang terdiri dari berbagai organisasi profesi. Saat ini psikolog klinis telah memiliki satu organisasi profesi homogen yaitu Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia yang didirikan atas amanat UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. IPK Indonesia berada di bawah binaan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu Direktorat Kesehatan Jiwa di bawah Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
Terkait adanya induk organisasi profesi psikolog klinis, IPK Indonesia secara tegas dan konsisten menolak berada di bawah Himpunan, Organisasi Masyarakat (Ormas), maupun Organisasi Profesi lainnya untuk menghindari potensi terjadinya konflik kepentingan, kebingungan, dan ketidakpastian hukum dalam praktik layanan psikologi klinis di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pendidikan profesi psikologi dalam draft RUU PLP tidak sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam draft RUU PLP, Pendidikan profesi hanya bisa diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan induk organisasi profesi. Padahal dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pendidikan profesi dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi dengan bekerja sama berbagai pihak antara lain kementerian, LPNK (Lembaga Pemerintah Non Departemen) dan atau organisasi profesi.
Sikap IPK Indonesia sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pendidikan Tinggi, yaitu pendidikan profesi diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan kementerian, LPNK dan/ atau organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi. Mengacu kepada UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang selaras dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), yang menempatkan Psikolog Klinis pada level 8 (level ahli). Dengan demikian, pendidikan profesi Psikolog Klinis perlu diselaraskan dengan pendidikan profesi tenaga kesehatan lainnya.
ADVERTISEMENT
Bersama kita berjuang untuk menegakkan marwah profesi psikolog klinis dan IPK Indonesia sebagai Organisasi Profesi resmi bagi Psikolog Klinis Indonesia. Tujuannya adalah agar tidak terjadi tumpang tindih aturan yang berpotensi menimbulkan konflik dan kebingungan yang bisa merugikan masyarakat Indonesia.